Mohon tunggu...
Siti Khoiriah Yasin
Siti Khoiriah Yasin Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Di atas Langit, masih ada Langit.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

"Krisis" Kualitas Konten Media, Dampak Hanya Mengejar Popularitas Semata

14 Mei 2020   09:55 Diperbarui: 22 Agustus 2020   01:56 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image by : techquark.com

Sedari kecil saya terbiasa menonton siaran berita yang biasanya hanya ditonton oleh orang dewasa yaitu, "Dunia dalam Berita". Tak jarang saya otomatis menjadi hapal materi pelajaran sekolah justru karena sering menonton siaran berita di TVRI saat itu seperti nama-nama menteri kabinet Indonesia, nama ketua umum PBB yang pernah menjabat beserta negara yang termasuk anggota PBB, beberapa nama presiden di dunia, dan lain-lain. 

Selain itu ada juga tontonan untuk anak-anak, nama acaranya ACI (Aku Cinta Indonesia). Serial film yang membawa pesan nilai kebaikan di setiap ceritanya seperti mengajarkan untuk saling tolong-menolong, kerja sama, suportivitas persahabatan, toleransi, disiplin, dan sebagainya. Sedangkan untuk jenis tontonan hiburan ada si Unyil yang sangat "kental" dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Kini siaran televisi swasta sudah bervariatif, berbagai macam acara tontonan tersedia. Namun sayangnya tontonan yang berkualitas dan edukatif bisa dihitung jari. Contoh, untuk siaran berita pun saya sendiri sulit untuk merasakan atmosfir independen siaran media televisi dalam memberikan informasi. 

Kemudian ditambah dengan tontonan hiburan seperti sinetron yang kebanyakan alur ceritanya terlalu didramatisir dan jauh dari kenyataan. Mengejar jumlah rating terbanyak sudah menjadi ajang prestige bagi stasiun televisi. 

Maka tak heran banyak generasi sekarang yang akhirnya jadi halu dan menyukai cara yang serba instan. Perspektif kunci sukses yang dianut generasi remaja sekarang cenderung bukan berlomba dengan cara berprestasi melainkan mengandalkan sensasi.

Kebebasan berekspresi melalui media massa, hendaknya tidak serta merta menjadikan siaran televisi Indonesia menjadi hilang jati diri ke-indonesiannya. 

Hidup di era globalisasi yang serba modern, konten harus tetap mencerminkan kehidupan bangsa indonesia yang sarat akan nilai budi pekerti luhur. Sehingga membuat masyarakat kita kembali merasa betah dan tidak "lari" dengan mencari tontonan dari siaran media luar.


Media Sosial Video YouTube

Pernah dengar istilah "kill your tv" ? Ya, itu adalah reaksi dari masyarakat kita yang sudah berada di titik jenuh dan muak dengan kualitas siaran televisi. Akibat makin rendahnya kualitas tontonan pertelevisian, masyarakat kemudian beralih kepada jenis tontonan video di YouTube Channel yang relatif terjangkau baik segi biaya maupun kemudahan untuk akses ke media tersebut.

Sebelum menjamurnya para konten kreator youtube atau istilah lainnya youtuber, konten video YouTube yang dibuat oleh masyarakat belum terlalu banyak seperti sekarang. 

Perkembangan YouTube di Indonesia mulai populer digunakan masyarakat luas setelah terjadinya peristiwa tsumani aceh di akhir tahun 2004, yang pada saat itu ada beberapa unggahan rekaman video amatir terkait kejadian tsunami yang di unggah ke YouTube. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun