Mohon tunggu...
Khofifah Amalia
Khofifah Amalia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

reads and writes

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Tren Fast Fashion dan Perilaku Konsumtif Remaja serta Dampak terhadap Lingkungan di Indonesia

27 Juni 2022   14:17 Diperbarui: 27 Juni 2022   14:26 2119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Kemajuan industri fast fashion secara global juga telah merambah di Indonesia, sehingga penting bagi pemasar untuk memahami siapa konsumen, di mana mencari konsumen, dan faktor apa yang mendorong perilaku konsumen (Hung et al., 2011). 

Dengan kata lain, retailer dituntut untuk memahami faktor-faktor yang memotivasi konsumen khususnya para remaja di Indonesia untuk membeli produk fast fashion. Konsumsi barangbarang yang sedang tren bagi sebagian remaja merupakan fungsi dari orientasi sosial dan pribadi, sehingga memiliki peran penting dalam menjelaskan nilai-nilai individu dan nilainilai sosial.

Terlebih dengan semakin mudahnya mengakses platform digital yang menjadi sumber informasi terkait dengan berbagai hal, semakin memudahkan para remaja untuk mengetahui tren-tren terbaru dalam dunia fashion. 

Outfit of the day atau OOTD yang marak dilakukan di media sosial pula turut mendorong remaja untuk mengonsumsi produk-produk fast fashion. Remaja selalu ingin tampil trendy, karena pada dasarnya mereka selalu menyukai berbagai hal yang up to date. Layaknya yang dinyatakan oleh Schiffman dan Kanuk (Krissetia:2016) bahwasanya remaja sering kali digolongkan sebagai pembeli terbesar yang cenderung terbuka terhadap produkproduk baru terutama pada produk yang bermerek dan telah dikenal oleh masyarakat luas. 

Selain daripada itu, banyak brand-brand fast fashion yang memberikan sale atau diskon terhadap produk-produk mereka. Hal ini tentu sangat dimanfaatkan para remaja untuk semakin gencar membeli produk pakaian fast fashion tersebut, yang tanpa disadari mereka melakukan impulse buying dan melekatkan perilaku konsumtif.

Dengan industri fast fashion yang hanya mementingkan penjualan dan untuk menjalankan bisnis saja, penting untuk membuat produk semurah mungkin dan untuk mengurangi biayanya, alternatifnya adalah menurunkan kualitasnya. Artinya, setelah digunakan beberapa kali, pakaian fast fashion akan menjadi  jelek, sobek, dan/atau bahkan memudarkan warnanya. Dengan itu, barang-barang tersebut akhirnya menjadi benar-benar sekali pakai dalam waktu singkat.

Pada dasarnya, jika suatu produk memiliki masa pakai yang pendek, segera seseorang harus membuangnya. Oleh karena itu, menghasilkan lebih banyak sampah dan sangat mencemari lingkungan. Secara visual, wilayah sekitar produksi tekstil menghasilkan emisi yang menciptakan polusi asap. Air juga terpengaruh. Polutan yang berupa zat warna yang secara langsung mengancam kesehatan individu, atau senyawa yang menyebabkan degradasi air dan membantu proses pertumbuhan alga yang berbahaya untuk ekosistem yang ada di air tersebut serta terjadinya kontaminasi air tanah.

Di Indonesia sendiri telah banyak terjadi pencemaran air sungai yang diakibatkan oleh limbah tekstil. Sebut saja seperti Sungai Citarum yang warna dari air sungainya selalu berubah-ubah disebabkan oleh pembuangan limbah tekstil ke sungai tersebut, kemudian Sungai Cileungsi yang tercemar limbah tekstil dengan ditandai warna air sungai yang berubah-ubah bahkan hingga menimbulkan bau menyengat. Pencemaran air seperti ini tentu sangat merugikan kesehatan manusia dan secara langsung berdampak pada masyarakat yang berada di sekitar wilayah tersebut. 

Bahan kimia juga dapat berpartisipasi dalam reaksi redoks yang mengurangi kadar oksigen air, yang dikenal sebagai eutrofikasi. Karbon dioksida dihasilkan setiap tahun dari produksi tekstil saja, mengancam kesehatan komunitas produksi fast fashion. Peningkatan emisi karbon dioksida tidak hanya mengancam area produksi fast fashion tetapi juga seluruh dunia. Karbon dioksida merusak ozon dan berkontribusi terhadap perubahan iklim yang berdampak pada kesehatan manusia, termasuk pada alergi dan penyakit pernapasan, kanker, penyakit kardiovaskular, stroke,  morbiditas dan mortalitas.

Produksi pembuatan serat plastik menjadi tekstil adalah proses intensif energi yang membutuhkan sejumlah besar minyak bumi dan melepaskan partikel yang mudah menguap dan asam seperti hidrogen klorida. Selain itu, kapas yang merupakan produk fast fashion dalam jumlah besar juga tidak ramah lingkungan untuk diproduksi. Pestisida yang dianggap perlu untuk pertumbuhan kapas menimbulkan risiko kesehatan.

Dampak-dampak yang ditimbulkan dari fast fashion tersebut membawa gerakan baru yang disebut dengan slow fashion dan sustainable fashion. Pergerakan slow fashion muncul sebagai respon dari siklus fast fashion. Gerakan ni mempromosikan perilaku etis, mengurangi produksi fashion dan membeli kualitas daripada kuantitas pakaian. Kunci dari gerakan slow fashion dan sustainable fashion adalah pendekatan yang seimbang terhadap produksi fashion, yang mendorong hubungan jangka panjang, membangun produksi lokal, dan berfokus pada transparansi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun