Arya mengambil napas panjang. "Panggil semua pejabat istana. Kita akan turun ke lapangan. Aku sendiri yang akan memimpin."
Ki Surya terkejut. "Tapi, Yang Mulia, itu berbahaya! Mereka marah, mereka bisa---"
Arya memotong, "Jika aku hanya duduk di sini, tanpa bukti, aku hanyalah penipu. Bukankah begitu? Jika terlalu lama, mereka akan memberontak. Aku tak bisa membiarkan itu terjadi."
Tak lama kemudian, Arya turun dari istana. Langkahnya mantap, meski batinnya berkecamuk. Ia berjalan ke arah kerumunan, dan seketika mereka hening. Sorot mata mereka penuh amarah, tapi ada sesuatu dalam kehadiran Arya yang memaksa mereka untuk diam.
"Rakyatku!" teriak Arya dengan suara yang menggelegar. "Aku berdiri di sini bukan sebagai seorang raja yang bersembunyi di balik dinding istana. Aku di sini, berdiri bersama kalian. Panen gagal, dan bantuan terlambat. Itu salahku."
Orang-orang terkejut, tak percaya. Seorang raja yang mengakui kesalahan?
"Aku tahu kalian marah. Aku juga marah pada diriku sendiri. Tapi ini bukan waktunya saling menyalahkan. Ini waktunya kita bekerja sama." Arya berhenti sejenak, matanya menyapu seluruh kerumunan. "Aku janji, makanan akan datang. Dan jika kalian harus berbagi, aku akan menjadi yang terakhir yang makan. Karena negara ini milik kalian, bukan milikku."
Seorang pria tua dari kerumunan maju, suaranya serak dan penuh emosi. "Bagaimana kami bisa percaya padamu, Yang Mulia? Kami sudah terlalu sering dibohongi."
Arya mengangguk, paham akan kekecewaan mereka. "Jika aku tidak menepati janji, kalian bebas untuk menggulingkanku. Aku tidak akan melawan. Tapi beri aku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku bukan pemimpin yang kalian benci."
Keheningan mencekam. Perlahan, kerumunan mulai membubarkan diri, meski dengan wajah penuh keraguan. Malam itu, Arya kembali ke istana, dengan beban yang lebih berat dari sebelumnya.
Seminggu kemudian, bantuan datang. Arya bekerja siang dan malam, mengatur distribusi makanan, memastikan bahwa rakyat kecil yang paling merasakan manfaatnya. Ia memimpin dari garis depan, memikul karung beras bersama rakyat, menanam benih harapan di hati mereka.