1. Dampak bagi Individu
- Lalai dari ibadah: orang yang sibuk dengan taruhan sering melupakan kewajiban shalat dan zikir.
- Kecanduan: maisir menimbulkan ketagihan. Sekali menang, orang ingin mencoba lagi; sekali kalah, ia ingin balas dendam.
- Kerugian harta: uang yang seharusnya untuk kebutuhan pokok habis untuk permainan berisiko.
- Kerusakan mental: muncul sifat malas, angan-angan kosong, hingga serakah.
2. Dampak bagi Masyarakat
- Permusuhan dan kebencian: orang yang kalah bisa sakit hati, menimbulkan konflik.
- Kriminalitas: karena ingin menutup kerugian, pelaku bisa nekat mencuri atau menipu.
- Kerusakan ekonomi: uang berputar tidak sehat, hanya berpindah tanpa menghasilkan nilai tambah.
- Hilangnya solidaritas sosial: orang lebih mementingkan keuntungan pribadi dibanding kepentingan bersama.
Contoh paling nyata bisa kita lihat pada maraknya praktik maisir daring di Indonesia. Banyak keluarga hancur karena salah satu anggotanya kecanduan. Tidak sedikit kasus kriminal—bahkan perceraian—berakar dari masalah ini.
Saya sendiri pernah mendengar kisah seorang teman yang keluarganya terguncang akibat maisir daring. Awalnya hanya coba-coba, lalu menang kecil. Lama-lama uang gaji habis untuk deposit, utang menumpuk, bahkan motor rumah tangga ikut dijual. Ujungnya, keluarganya tercerai-berai. Cerita semacam ini bukan satu dua, tetapi sudah menjadi fenomena sosial yang memprihatinkan.
Pelajaran dari Larangan Maisir
Islam datang bukan untuk menyulitkan, tetapi untuk menjaga umatnya. Pelarangan maisir sebenarnya adalah bentuk perlindungan terhadap harta, jiwa, dan akhlak manusia. Maisir memang tampak menggiurkan karena bisa memberikan keuntungan besar dalam sekejap, tetapi kenyataannya lebih banyak membawa kerugian.
Bahkan dari sisi logika, orang yang rajin bekerja, berusaha, dan menabung tentu lebih terjamin masa depannya dibanding orang yang hanya menggantungkan hidup pada undian atau taruhan. Kerja keras memberikan kepastian, sedangkan maisir hanya menumbuhkan angan-angan kosong.
Di era digital, kewaspadaan perlu lebih besar. Jika dulu orang harus mendatangi tempat khusus, sekarang cukup lewat aplikasi di ponsel. Godaan ini bisa menyeret siapa saja, terutama generasi muda yang lebih akrab dengan internet. Maka penting bagi keluarga dan masyarakat untuk saling mengingatkan.
Penutup: Pilih Jalan yang Halal
Maisir adalah fenomena lama yang terus berganti rupa. Dari dadu dan undian di masa jahiliyah, kini hadir dalam bentuk permainan daring, undian berbayar, hingga investasi bodong. Namun apa pun bungkusnya, esensinya tetap sama: mencari keuntungan dengan cara mudah tanpa usaha yang halal.
Larangan Islam terhadap maisir bukan hanya soal hukum agama, tetapi juga soal akal sehat. Maisir merusak individu, menghancurkan keluarga, dan mengganggu tatanan masyarakat. Karena itu, sebagai umat beriman sekaligus warga negara yang peduli, sudah semestinya kita menjauhi praktik ini dalam bentuk apa pun.
Hidup yang berkah hanya datang dari jalan yang halal, bukan dari keberuntungan semu yang ditawarkan oleh maisir. Jika ingin berhasil, kuncinya bukan pada undian atau taruhan, melainkan pada kerja keras, doa, dan tawakal kepada Allah SWT.
Dan akhirnya, mari kita tanyakan pada diri sendiri: maukah kita menyerahkan masa depan hanya pada “keberuntungan”? Atau lebih memilih jalan yang jelas, meskipun butuh usaha panjang? Jawabannya tentu ada pada pilihan kita masing-masing.