Larangan mengenai maisir ditegaskan dalam Al-Qur’an, antara lain dalam surah Al-Baqarah ayat 219 dan Al-Maidah ayat 90-91. Allah SWT dengan jelas menyebutkan bahwa dalam perbuatan ini terdapat dosa besar dan dampaknya jauh lebih besar daripada manfaatnya. Bahkan dikatakan sebagai perbuatan setan yang menimbulkan permusuhan, kebencian, dan melalaikan manusia dari mengingat Allah.
Namun faktanya, meskipun larangan itu sudah sangat jelas, praktik maisir terus hidup dalam berbagai bentuk. Dari masa jahiliyah hingga era digital sekarang, wajahnya berubah, tetapi hakikatnya tetap sama: ada pihak yang menang, ada pihak yang kalah, dan selalu ada harta yang berpindah secara tidak adil.
Maisir di Masa Jahiliyah
Sebelum Islam datang, masyarakat Arab mengenal berbagai bentuk permainan taruhan. Ada al-mukhâtharah, yaitu praktik ekstrem di mana seseorang bisa mempertaruhkan harta bahkan keluarganya. Ada pula al-tajzi’ah, undian dengan azlâm (kayu atau semacam kartu), di mana pihak yang kalah harus menanggung kerugian seekor unta.
Selain itu, permainan dadu (nirdasyir) dan catur (al-masyathirah) juga sering dijadikan sarana taruhan. Menariknya, sebagian permainan tersebut sempat dianggap wajar. Bahkan Abu Bakar pernah melakukan taruhan dengan kaum musyrik mengenai kemenangan Romawi atas Persia. Namun setelah ayat keharaman turun, praktik itu dihapus total.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam hadir untuk membersihkan tradisi yang merugikan, bukan semata-mata menghapus hiburan. Permainan bisa saja mubah, tetapi ketika ada taruhan yang mengandung unsur menang-kalah dan perpindahan harta secara tidak adil, maka statusnya berubah menjadi haram.
Wajah Baru Maisir di Era Modern
Kini bentuk maisir tidak lagi terbatas pada dadu, kartu, atau undian sederhana. Maisir menjelma dalam wajah modern yang jauh lebih halus dan sering kali membungkus diri dengan dalih hiburan atau bahkan bisnis.
- Taruhan Daring
Platform taruhan berbasis aplikasi dan situs web menjamur. Cukup bermodal ponsel dan internet, siapa saja bisa tergoda untuk mencoba. Ironisnya, banyak anak muda terjerat karena akses yang begitu mudah, padahal risikonya sangat besar. - Undian Berbayar
Meski pemerintah pernah menutup praktik tertentu, undian berbayar masih muncul dalam bentuk lain, misalnya kuis SMS premium atau undian pada acara televisi. Bedanya hanya kemasan, tetapi hakikatnya tetap mengandung unsur spekulasi. - Skema Investasi Abal-abal
Banyak skema investasi yang sejatinya mirip maisir. Contoh paling jelas adalah Ponzi scheme atau arisan berantai. Peserta diiming-imingi keuntungan besar dalam waktu singkat, padahal sebenarnya mereka sedang mempertaruhkan uang sendiri tanpa kepastian. - Fenomena Game Gacha
Tidak jarang anak-anak dan remaja rela menghabiskan uang hanya untuk membeli loot box atau item acak di game online. Harapannya mendapat hadiah langka, tetapi kenyataannya lebih sering rugi. Pola ini sangat mirip dengan membeli undian.
Maisir vs Risiko Bisnis: Apa Bedanya?
Ada orang yang sering menyamakan antara maisir dan bisnis, padahal keduanya berbeda jauh. Dalam bisnis, memang ada risiko kerugian, tetapi risiko itu ditopang oleh perencanaan, kerja keras, dan faktor-faktor rasional. Hasilnya bisa lebih dari sekadar menang atau kalah.
Sedangkan dalam maisir, kemungkinan hanya dua: menang atau kalah. Tidak ada usaha nyata selain mengandalkan keberuntungan. Itulah sebabnya ulama menegaskan bahwa risiko dalam bisnis tidak sama dengan spekulasi dalam taruhan.
Contoh Maisir dalam Kehidupan Sehari-hari
Kalau mau jujur, praktik maisir kadang menyusup dalam keseharian kita. Misalnya:
- Membeli tiket undian dengan harapan menang besar.
- Bertaruh pada hasil pertandingan olahraga.
- Mengikuti kuis berbayar di TV atau internet.
- Membeli produk hanya demi hadiah undian, bukan kebutuhan.
Awalnya mungkin terlihat sepele, bahkan hanya iseng. Tetapi dalam pandangan Islam, semua itu tetap mengandung unsur maisir: ada harta yang dipertaruhkan, ada kemungkinan menang atau kalah, dan semuanya bergantung pada keberuntungan.
Dampak Buruk Maisir
Larangan maisir bukan sekadar aturan tanpa alasan. Ada banyak dampak buruk yang nyata, baik bagi individu maupun masyarakat.