Mohon tunggu...
Khairul Anwar
Khairul Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Warga Bumi

Penikmat Teh Anget di Pagi Hari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenang Tabloid BOLA dan Alasan Koran tak Lagi Banyak Beredar

12 Agustus 2023   13:36 Diperbarui: 12 Agustus 2023   13:39 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: tribunnews.com

Saya pertama kali mengenal BOLA sejak duduk di bangku sekolah dasar. Kakak saya kerap membeli dan membaca tabloid ini sehingga setelahnya akan saya ambil alih untuk saya baca sendiri. 

Singkat cerita, saya mulai mampu membeli tabloid BOLA sendiri dengan menggunakan uang sisa saku sekolah yang saya kumpulkan. Kebiasaan itu saya lakukan sampai saya masuk ke perguruan tinggi. Tingginya minat saya pada dunia olahraga, membuat saya tak sungkan untuk mengeluarkan cuan demi tabloid yang jumlah halamannya mencapai 32 lembar, bahkan di edisi khusus bisa mencapai 40 halaman, nyaris sama dengan jumlah halaman proposal skripsi.

Padahal bisa saja saya manfaatkan Hape untuk mencari dan membaca informasi dunia olahraga dari laman internet. Namun, saya masih tetap setia memilih untuk membaca tabloid cetak. Selain sebagai pengisi waktu luang yang menyenangkan, membaca tabloid juga untuk memperbaiki suasana hati. Sama seperti saat kita membaca buku. 

Bahasan berita seputar sepakbola dalam negeri adalah bagian yang menjadi tujuan utama saya membaca tabloid ini. Ini karena memang saya menyukai sepakbola Indonesia, meski tak bisa dimungkiri bahwa sepakbola Indonesia nggak bisa memberikan prestasi membanggakan. 

Selain seputar sepakbola Indonesia, BOLA juga mengulas cukup lengkap mengenai tiga liga terbaik dunia, Liga Primer Inggris, La Liga Spanyol dan Serie A Italia. Selain itu juga ada pembahasan mengenai gaya hidup pemain, dan salah satu yang membuat saya suka dengan tabloid ini adalah hadirnya sang maskot BOLA yakni si gundul. Si Gundul sang maskot selalu hadir dengan cerita-cerita kocaknya. 

Kini, semua cerita itu hanya tinggal kenangan. Tabloid-tabloid BOLA yang pernah saya beli pun kini hanya menumpuk di atas lemari. Saya memang sengaja nggak ngejual koran dan tabloid bekas itu ke tukang loak. Karena bagi saya, tabloid dan koran bekas itu masih cukup berharga. Misalnya dibuat kliping, agar suatu saat bisa dibaca kembali.

Selepas BOLA kukut pada 2018, saya kemudian beralih membeli koran bernama TOPSKOR. Hampir sama dengan BOLA yakni membahas seputar dunia olahraga. Namun, TOPSKOR juga akhirnya berhenti publikasi pada Maret 2020. Sejak saat itu, saya mulai agak jarang baca koran atau tabloid lagi. Dan mau nggak mau saya harus beralih dengan membaca informasi via digital di media online. 

Tentu saja, surat kabar (cetak) dan media online memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Koran atau tabloid terkesan lambat, segala info yang terjadi hanya dapat dinikmati oleh pembaca keesokan harinya. Lha gimana lagi wong informasi yang uptodate sudah dibombardir habis-habisan melalui televisi dan media online, mereka memiliki keuntungan dalam hal kecepatan dan kemudahan distribusi informasinya sih. 

Meski perkembangan teknologi digital meredupkan bisnis media cetak. Hikmahnya, perkembangan dan perubahan pembaca dari media cetak ke online akan sedikit menyelamatkan peradaban sekaligus melestarikan lingkungan, minimal mengurangi penggunaan kertas. Yo pok?

Tulisan ini pernah tayang di Kotomono.co

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun