Mohon tunggu...
kezia arsa pradnyani
kezia arsa pradnyani Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan Ganesha

Memiliki hobi di bidang seni, membaca, dan menulis serta ketertarikan dalam memberikan kontribusi di bidang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Harmoni Tubuh dan Jiwa: Ajaran Hindu tentang Asal Manusia, Penyakit, dan Penyembuhan

17 September 2025   09:45 Diperbarui: 17 September 2025   09:45 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam pandangan Hindu, manusia bukan hanya makhluk biologis, melainkan juga spiritual yang memiliki hubungan erat dengan alam semesta. Pertanyaan mengenai siapa manusia pertama menurut agama Hindu tidak bisa dijawab dengan satu nama sebagaimana dalam tradisi agama Abrahamik, karena Hindu lebih menekankan pada prinsip kosmis. Dalam teks-teks Hindu, manusia dipandang sebagai bagian dari penciptaan yang muncul dari Purusha, atau "Kosmik Manusia". Dalam *Rigveda* terdapat konsep Purusha Sukta, yang menggambarkan Purusha sebagai asal mula dari segala makhluk hidup. Dari pengorbanan Purusha lahirlah manusia, hewan, dewa, dan seluruh jagat raya. Dengan demikian, manusia pertama dalam Hindu lebih dipahami sebagai simbol kesatuan kosmis daripada individu tertentu.

Pandangan ini mengajarkan bahwa manusia tidak berdiri sendiri, melainkan bagian dari keteraturan alam yang diciptakan oleh Brahman. Karena itu, kehidupan manusia dipandang sakral dan penuh tanggung jawab. Manusia bukanlah pusat segalanya, tetapi bagian dari harmoni yang harus dijaga agar dunia tetap berjalan seimbang. Dengan perspektif ini, pertanyaan mengenai manusia pertama menjadi sarana refleksi tentang kedudukan manusia dalam semesta, bukan sekadar sejarah biologis.

Keyakinan agama Hindu didasari oleh konsep fundamental yang dikenal sebagai Panca raddha. Lima keyakinan ini meliputi Brahman (percaya pada Tuhan sebagai sumber utama), Atman (percaya pada jiwa yang kekal), Karma Phala (percaya pada hukum sebab-akibat), Samsara (percaya pada reinkarnasi atau kelahiran kembali), dan Moksha (pembebasan jiwa dari siklus kelahiran dan kematian). Panca raddha menjadi pondasi spiritual umat Hindu dalam memahami eksistensi, membangun moralitas, serta menjalani kehidupan sehari-hari.

Selain Panca raddha, Hindu juga menekankan konsep Tri Kaya Parisudha, yaitu kesucian pikiran, perkataan, dan perbuatan. Konsep ini berhubungan erat dengan kesehatan karena ketidakselarasan dalam pikiran maupun perbuatan dapat memunculkan penyakit. Pikiran yang kotor menimbulkan stres, ucapan buruk merusak harmoni sosial, dan tindakan yang tidak sesuai dharma bisa berbuah penderitaan. Dengan menjaga Tri Kaya Parisudha, manusia tidak hanya membangun hubungan harmonis dengan sesama, tetapi juga menjaga keseimbangan jasmani dan rohani.

Panca raddha tidak hanya menjadi keyakinan abstrak, tetapi juga membentuk pola pikir umat Hindu dalam menghadapi kehidupan. Misalnya, keyakinan akan Atman yang kekal membuat manusia memahami bahwa tubuh hanyalah wadah sementara, sedangkan jiwa bersifat abadi. Dengan demikian, penderitaan jasmani, termasuk penyakit, dilihat bukan sebagai akhir dari segalanya, tetapi bagian dari perjalanan spiritual. Keyakinan akan karma mengajarkan bahwa segala sesuatu, termasuk sakit dan sehat, adalah hasil dari perbuatan masa lalu, baik di kehidupan ini maupun sebelumnya.

Dalam perspektif ini, penyakit tidak semata dipandang sebagai masalah medis, melainkan sebagai wujud dari ketidakseimbangan spiritual atau karma yang belum terselesaikan. Tubuh yang sakit bisa dianggap sebagai kesempatan untuk membersihkan karma buruk dan menyadarkan manusia akan pentingnya menjaga keharmonisan. Karena itu, dalam Hindu, penyakit sering dipandang sebagai sarana penyucian diri, bukan sekadar penderitaan.

Pemahaman ini membuat umat Hindu melihat penyakit sebagai bagian dari perjalanan spiritual, bukan sekadar penderitaan. Ketika sakit, manusia didorong untuk lebih mendekat kepada Hyang Widhi, merenungkan karma yang pernah diperbuat, dan menggunakannya sebagai momentum penyucian diri. Dengan demikian, penyakit bisa menjadi titik balik yang membawa manusia lebih dekat pada kesadaran spiritual, bukan hanya kesembuhan fisik semata.

Tradisi pengobatan dalam Hindu dikenal dengan istilah *usada*. Usada merupakan warisan pengetahuan tradisional mengenai kesehatan dan pengobatan yang diturunkan melalui lontar-lontar di Bali maupun naskah-naskah klasik di India. Dalam lontar usada dijelaskan berbagai macam penyakit, penyebabnya, dan cara pengobatannya dengan ramuan herbal, doa, maupun praktik spiritual. Usada bukan hanya pengobatan fisik, tetapi juga mencakup penyembuhan mental dan spiritual.

Menariknya, pengetahuan usada tidak hanya mencatat resep herbal, tetapi juga cara hidup sehat yang bersifat preventif. Lontar-lontar tersebut sering menekankan pentingnya pola makan seimbang, tidur cukup, serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Pesan ini menunjukkan bahwa Hindu menempatkan pencegahan sebagai aspek utama, sejalan dengan pandangan modern bahwa gaya hidup sehat adalah kunci untuk mengurangi risiko penyakit.

Dalam tradisi Bali, lontar usada menjadi pedoman penting bagi para *balian* atau tabib tradisional. Mereka menggunakan berbagai tumbuhan obat, doa, hingga ritual spiritual untuk menyembuhkan pasien. Konsep ini memperlihatkan bahwa Hindu melihat kesehatan secara menyeluruh, tidak hanya aspek jasmani. Penyakit mental dan spiritual juga diperhatikan, sehingga penyembuhan dilakukan dengan menyentuh keseluruhan aspek manusia.

Pengobatan tradisional Hindu juga memiliki keterkaitan erat dengan Ayurveda, sistem kesehatan kuno dari India. Ayurveda menekankan keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan jiwa, serta menggunakan ramuan alami, pijatan, yoga, dan meditasi sebagai sarana penyembuhan. Konsep ini sejalan dengan usada di Bali, meskipun dalam praktiknya memiliki variasi sesuai dengan kearifan lokal. Keduanya menunjukkan bahwa Hindu menempatkan kesehatan sebagai harmoni, bukan sekadar ketiadaan penyakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun