Mohon tunggu...
Inovasi

Sel Tumbuhan Vs Sel Hewan, Manakah yang Lebih Panjang Umur?

25 Agustus 2017   02:07 Diperbarui: 25 Agustus 2017   02:11 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas tentang ketahanan waktu hidup sel, antara sel hewan dan sel tumbuhan. Nah, apa yang terlintas pertama kali saat kita mendengar kata sel? Pastinya yang terlintas pertama kali saat kita mendengar kata sel adalah bagian terkecil dari tubuh kita dan juga makhluk hidup lainnya. Ataupun bisa saja kita berpikir sel adalah bagian kecil dari tubuh makhluk hidup yang tidak dapat diilihat dengan mata telanjang dan hanya bisa menggunakan mikroskop cahaya, bahkan untuk organel-organel sel (organ-organ di dalam sel) tidak bisa dilihat dengan mikroskop cahaya saja, namun harus menggunakan mikroskop elektron. 

Kedua pernyataan tersebut semuanya benar. Sel secara teori merupakan tingkatan struktural kehidupan terendah yang memiliki seluruh sifat kehidupan. Dari pengertian tersebut, dapat ditarik pengertian lagi bahwa sel adalah unit dasar struktural karena ukuran sel yang sangat kecil dan merupakan penyusun dari segala jaringan dan organ pada tubuh makhluk hidup, sel juga merupakan unit dasar fungsional karena sel memiliki fungsi atau kinerja yang beragam seperti pertumbuhan dan perkembangan, respons dan adaptasi terhadap lingkungan, reproduksi dan juga yang lainnya. Dan yang terakhir sel merupakan unit dasar hereditas karena sel dapat mewariskan sifat-sifat yang dimiliki sebuah individu.

Lalu siapakah penemu sel pertama kali? Pada akhir abad ke-16, mikroskop majemuk dengan dua lensa sudah mulai digunakan dan akhirnya dikembangkan di Belanda, Inggris, dan Italia. Hingga pertengahan abad ke-17 mikroskop sudah memiliki perbesaran citra sampai 30 kali. Perkembangan yang cukup pesat ini pun dimanfaatkan dengan baik oleh Robert Hooke, seorang ilmuwan Inggris yang kemudian menciptakan mikroskop majemuknya sendiri yang memiliki sumber cahaya sendiri sehingga lebih mudah digunakan. Hooke mengamati irisan-irisan tipis gabus menggunakan mikroskopnya dan akhirnya menemukan struktur gabus tersebut yang ia jabarkan seperti sarang lebah yang berpori-pori namun pori-pori tersebut nampak tidak beraturan dalam makalah yang diterbitkan pada tahun 1665. 

Hooke pun menyebut pori-pori yang ia temukan bentuknya lebih seperti cellskarena mirip dengan sel (bilik kecil) yang ada pada penjara seperti umumnya. Dan sebenarnya yang Hooke lihat adalah dinding sel kosong yang melingkupi sel-sel mati pada gabus dari kulit pohon ek. Selain dinding sel kosong, Hooke juga menemukan bahwa di dalam tumbuhan hijau terdapat sel yang berisi cairan.

Pada waktu yang hampir bersamaan di Belanda, seorang pedagang kain yang bernama Antony van Leeuwenhoek menciptakan mikroskop berlensa satu dan ia gunakan sendiri untuk mengamati berbagai hal. Akhirnya ia pun dapat menemukan sel darah merah, spermatozoid, khamir bersel tunggal, protozoa bahkan bakteri. Ia bahkan menemukan sesuatu yang bergerak-gerak dalam air liur yang diyakini oleh ilmuwan modern sekarang ini merupakan bakteri. Sejak saat itu, berbagai ilmuwan dari berbagai dunia mulai berlomba-lomba untuk mengamati sel. Contohnya seperti ilmuwan asal Italia yaitu Marcelo Malphigi yang berhasil menemukan utricle (kantong kecil) yang menurutnya setiap rongga berisi cairan dan memiliki dinding yang kokoh. Selain Marcelo Malphigi, ada juga ilmuwa asal Inggris yaitu Nehemiah Grew yang berhasil mengamati banyak struktur hijau kecil dalam sel tumbuhan yang bernama kloroplas.

Selain menemukan berbagai penemuan mengenai sel, beberapa ilmuwan juga mampu untuk menghasilkan berbagai teori tentang sel pada abad ke-18 dan 19 khususnya tentang sel pada hewan dan tumbuhan yang masih menjadi bahan perdebatan saat itu. Tahun 1838, Matthias Jakob Schleiden, seorang ahli botani asal Jerman mengemukakan sebuah teori tentang sel khususnya sel tumbuhan. Ia mengatakan bahwa semua jenis tumbuhan tersusun atas sel dan semua aspek fungsi tubuh tumbuhan adalah manifestasi aktivitas sel. Schleiden juga menambahkan pentingnya sebuah nukleus pada kehidupan sebuah sel. Namun ia juga membuat kesalahan pada teorinya, Schleiden mengira bahwa sel awalnya terbentuk dari nukleus. Nukleus sendiri ditemukan pertama kali oleh Robert Brown, seorang botanis asal Skotlandia. Brown yang lahir pada tanggal 21 Desember 1773 ini juga menemukan penemuan aliran sitoplasma yang menjadi pengamatan pertama dari gerak Brown bersama dengan penemuan inti sel. 


Brown juga menjadi orang yang pertama yang mengetahui perbedaan mendasar antara Gymnospermae (tumbuhan berbiji terbuka) dan Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup). Selain melakukan berbagai penemuan yang menjadi sebuah gebrakan besar dalam dunia biologi, Brown sendiri juga melakukan studi awal palinologi yang akhirnya disempurnakan oleh Hyde dan Williams pada tahun 1944. Brown akhirnya meninggal di London pada tanggal 10 Juni 1858 pada umur 84 tahun. Setahun setelah Schleiden mengeluarkan teorinya tepatnya pada tahun 1839, seorang ahli fisiologi asal Jerman yang bernama Theodor Schwann menyadari bahwa ia pernah mengamati nukleus dari sel hewan yang juga ditemukan oleh Schleiden pada sel tumbuhan. Dari situlah diketahui bahwa semua makhluk hidup, baik itu hewan ataupun tumbuhan, semuanya tersusun dari sel-sel.

Selain Schleiden dan Schwann yang berhasil mengemukakan teori tentang sel hewan dan sel tumbuhan, ada juga seorang tokoh yang berasal dari Jerman yang berhasil mengemukakan teori sel yang lainnya. Ia adalah Rudolf Ludwig Karl Virchow. Awalnya ia berpihak pada Schleiden pada pembentukan sel. Namun setelah pengamatan secara mikroskopis terhadap beberapa proses patologis, ia menyimpulkan bahwa sel berasal dari sel lain melalui pembelahan sel seperti pernyataan Robert Remak yang mengamati sel darah merah dan embrio. Selain teori, Virchow juga menerbitkan makalah yang memuat sebuah moto yang terkenal pada tahun 1855. Moto tersebut adalah omnis cellula e cellula yang berarti semua sel berasal dari sel.

Seperti pernyataan pada teori Virchow, sel berasal dari sel lain melalui pembelahan sel. Pembelahan sel sendiri merupakan suatu proses dimana satu sel induk dibagi menjadi dua atau lebih sel anak. pembelahan sel sendiri memiliki 3 jenis pembelahan yang berbeda. Yang pertama adalah pembelahan secara amitosis atau secara biner. Pembelahan sel secara biner hanya dapat dilakukan pada organisme bersel tunggal atau uniseluler semacam amoeba, paramaecium dll. 

Proses pembelahan terjadi secara spontan dan tidak melalui tahapan-tahapan pembelahan sel lainnya. Pembelahan secara amitosis terjadi karena sel tidak memiliki bagian dari membrane inti yang dapat menjadi pembatas antara nukleoplasma dengan sitoplasma. Selain itu DNA yang tersimpan relatif lebih kecil dari DNA pada sel eukariotik. Bentuknya yang sirkuler juga cukup membantu sehingga DNA tidak perlu digabungkan dengan kromosom-kromosom sebelum proses pembelahan.

Yang kedua adalah pembelahan secara mitosis. Pembelahan secara mitosis terjadi pada organisme yang memiliki sel eukariotik. Pembelahan juga berlangsung melalui tahapan-tahapan tertentu. Sel induk yang membelah mengandung kromosom diploid (2n) maka akan menghasilkan dua sel anak yang memiliki kromosom diploid juga. Ini menandakan bahwa pembelahan mitosis dapat menghasilkan dua sel anak yang identik dengan sel induknya. 

Selain proses pembelahan yang pastinya terjadi, terdapat juga proses pertumbuhan dan perkembangan, proses reproduksi aseksual. Pada sel hewan dan manusia, pembelahan secara mitosis dapat terjadi juga pada sel meristem somatis yaitu sel yang masih berumur muda dan masih berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Sementara pada tumbuhan, pertumbuhan dan perkembangan terbesar terjadi pada bagian ujung akar dan ujung tunas batang.

Dan yang terkahir adalah pembelahan secara meiosis. Pembelahan ini juga terjadi pada organisme yang memiliki sel eukariotik. Pada pembelahan meiosis, induk yang berkromosom diploid akan membelah menghasilkan empat sel anak yang haploid (n). proses pembelahan sel ini terjadi saat pembentukan sel gamet. Pada hewan dan manusia, sperma yang bersifat haploid dihasilkan di bagian dalam testis dan sel telur yang haploid juga dihasilkan di bagian dalam ovarium. Sementara pada tumbuhan, sel gamet dihasilkan di dalam putik dan benang sari. Tujuan meiosis adalah memiliki setengah dari induknya secara genetik, namun akan berdampak pada macam variasi genetik yang meningkat.

Secara ukuran, sel termasuk berukuran mikroskopis karena tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Bahkan ukuran diameter sel berkisar antara 1-100 mikrometer. Diameter sel hewan sendiri berdiameter sekitar 20 mikrometer, sementara sel tumbuhan 40 mikrometer. Oleh karena ukuran yang sangat kecil, maka jika ingin melihat sel pastinya kita akan menggunakan mikroskop. Mikroskop yang umumnya digunakan adalah mikroskop cahaya. Namun jika kita ingin melihat organel-organel di dalam sel, kita tidak dapat menggunakan mikroskop cahaya. Mikroskop yang kita gunakan adalah mikroskop elektron. 

Resolusi mikroskop elektron kira-kira 0,1 nanometer atau ratusan kali lipat lebih kecil dibandingkan dengan mikroskop cahaya. Mikroskop elektron pun memilik dua jenis, yaitu mikroskop elektron transmisi yang digunakan untuk mengkaji struktur ultra internal sel dan mikroskop elektron payar yang digunakan untuk mengamati permukaan spesimen.

Secara struktural, sel dibagi menjadi dua macam, yaitu sel prokariotik dan sel eukariotik. Sel prokariotik sendiri merupakan sel yang belum memiliki nukleus atau tidak memiliki membran inti yang memisahkan materi genetik dengan bagian sel lainnnya. Sebagian sel prokariotik memiliki organel pelekatan berupa pili dan organel pergerakan berupa flagella. Contoh organisme yang memiliki sel prokariotik adalah Archaebacteria, Eubacteria, dan Cyanobacteria. 

Sementara sel eukariotik adalah sel yang memiliki nukleus sebenarnya atau materi genetik (DNA) yang dibungkus oleh membran inti. Contoh organisme yang memiliki sel eukariotik adalah Protista, Fungi, Animalia (hewan), dan Plantae (tumbuhan). Pada umumnya, sel tersusun dari berbagai organel (organ-organ di dalam sel) seperti nukleus, nukleolus, membran plasma, sitoplasma, mitokondria, badan golgi, Retikulum Endoplasma (kasar dan halus), ribosom (ribosom bebas dan ribosom terikat), vakuola (vakuola kontraktil dan vakuola makanan), dan sitoskeleton yang terdiri atas mikrotubula, mikrofilamen, dan filamen intermediet. 

Namun ada beberapa organel yang hanya dimiiliki oleh sel hewan, tidak dimiliki oleh sel tumbuhan dan juga sebaliknya. Contohnya dinding sel yang hanya dimiliki sel tumbuhan. Selain dinding sel, terdapat plastida dan peroksisom yang hanya dimiliki oleh sel tumbuhan. Sementara organel yang hanya terdapat pada sel hewan adalah lisosom dan sentriol atau sentrosom. Sementara untuk ukuran vakuola, vakuola pada sel tumbuhan berukuran cukup besar, sementara pada sel hewan, ukuran vakuola yang dimiliki kecil atau bahkan hilang.

Nah, setelah mengetahui berbagai macam pengetahuan tentang sel, mulai dari pengertian, penemu, pembelahan sel, ukuran, tipe hingga organel-organel didalamnya, sekarang kita akan membahas mengenai kelangsungan hidup sel khususnya kelangsungan hidup sel hewan dengan sel tumbuhan. Sel hewan dengan sel tumbuhan tentunya memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut sudah jelas terlihat dari organel-organel di dalamnya. Perbedaan-perbedaan inilah yang membuat usia kelangsungan hidup mereka juga berbeda. Contohnya saja pohon Palmer Oak yang berasal dari California, Amerika Serikat. Palmer Oak tertua yang ditemukan sudah berusia 13.000 tahun. 

Bandingkan saja dengan Ming, sebuah kerang yang akhirnya mati karena ditemukan oleh para professor dan cangkangnya pun dibuka untuk penelitian, diketahui bahwa umur Ming saat ditemukan adalah 507 tahun. cukup jauh bukan perbandingannya. Pasti kita semua bertanya-tanya mengapa hal tersebut bisa terjadi. Namun tentu saja ada alasan dibalik mengapa umur tumbuhan bisa lebih lama jika dibandingkan dengan umur hewan.

Alasan yang pertama adalah karena kelangsungan hidup tumbuhan lebih terjamin dari pada kelangsungan hidup hewan. Memang tumbuhan bisa saja dimakan oleh hewan dan manusia, namun tumbuhan tidak dapat memakan tumbuhan lain sebagaimana yang dapat dilakukan oleh hewan. Hewan dapat memakan hewan lain atau biasa yang disebut predasi. Selain karena predasi, bisa juga oleh karena ketersediaan bahan makanan untuk hewan yang berkurang karena cuaca ataupun lingkungan tempat hidup mereka yang mulai dipersempit oleh manusia sehingga mereka mulai kesulitan untuk mencari makanan untuk mereka sendiri. Sementara tumbuhan lebih mudah untuk mendapatkan sumber bahan makanan Karena memang yang dibutuhkan mudah untuk didapatkan seperti cahaya matahari, zat hara dalam tanah dll. Selain itu, tingkat keberhasilan dalam proses reproduksi tumbuhan lebih tinggi dari pada hewan.

Yang kedua adalah mutasi sel. Ketika hewan mulai bertambah usia, banyak hal yang salah mulai terjadi. Salah satunya adalah sel mereka dapat terbagi atau DNA mereka dapat bermutasi. Mutasi inilah yang dapat mengakibatkan kegagalan fungsi sel atau nahkan dapat memunculkan dampak yang lebih parah yaitu kanker. Semakin tua umur hewan, mutasi sel akan terjadi lebih parah. Tetapi mutasi sel dapat diatasi dengan cara memperbaiki DNA, membunuh sel yang bermutasi dan cara lainnya. 

Namun cara-cara tersebut membutuhkan energi yang cukup banyak sementara energi yang dimiliki hewan untuk cukup banyak terbuang untuk bergerak, reproduksi dll. Namun berbeda dengan tumbuhan. Tumbuhan tidak mengalami masalah dengan mutasi sel. Sebuah penelitian terhadap pohon yang telah berusia 4700 tahun menunjukkan bahwa pada saat usia mereka sudah tua, tumbuhan tidak mengalami mutasi sel sseperti saat tumbuhan masih berusia muda. 

Adanya beberapa masalah dengan evolusi yang menyebabkan tumbuhan berusia tua tidak mengalami mutasi sel lagi. Selain itu jika mengalami mutasi sel, sel tumbuhan yang bermutasi akan digantikan oleh sel lainnya yang lebih baik. Sel hewan terbagi menjadi dua bagian yaitu sel somatik dan sel germ (sperma atau telur). Sementara pada sel tumbuhan tidak ditemukan pembagian seperti sel hewan. Sebenarnya sel tumbuhan dapat memproduksi sel germ sebanyak-banyaknya. Selama tumbuhan tersebut hidup, mereka dapat menambah bagian baru seperti ranting, bunga. Tiap bagian baru tersebut dapat sel germ masing-masing.

Alasan lainnya adalah sel induk. Sel induk pada sel tumbuhan berperan sangat aktif ketika ada sel lain yang sedang mengalami kerusakan. Berdasarkan hasil penelitian oleh ilmuwan dari VIB dan Ghent University, sel induk yang terdapat di dalam akar tumbuhan menjadi faktor penting dalam kelangsungan hidup tumbuhan tersebut, apakah tumbuhan tersebut dapat hidup dalam waktu yang sangat lama atau tidak. Sel induk tersebut berperan untuk menciptakan salinan DNA ketika tumbuhan mengalami kerusakan sel sehingga ketika mengalami kerusakan sel, tumbuhan akan tetap dapat tumbuh dan berkembang dengan menggunakan sel baru bersama salinan DNA tersebut. 

Perbedaannya pada hewan, stem sel atau sel induk mulanya berperan untuk tumbuh menjadi sel baru sehingga hewan dapat menjaga kesehatan dan membuatnya hidup dalam waktu yang lama. Namun ketika sel induk berhenti melakukan perannya maka hewan akan mulai menjadi tua dan lebih rawan terkena penyakit sehingga kesehatannya terganggu. Sementara pada tumbuhan, stem sel yang dimiliki cukup unik. Tumbuhan memiliki stem sel untuk stem sel mereka sendiri sehingga mereka dapat melakukan perbaikan pada stem sel mereka secara terus menerus.

Pada bagian tengah stem sel, terdapat sel yang bernama sel quiescent. dalam Bahasa Indonesia quiescentmemiliki arti diam, tidak aktif. Sel tersebut tumbuh dalam waktu yang sangat lama. Nantinya sel ini akan membelah menjadi dua, salah satunya menjadi stem sel dan yang satunya lagi akan rusak. Stem sel yang baru nantinya akan terbagi dalam waktu yang cepat menjadi beberapa stem sel. Sel quiescent diketahui memiliki peran yang sangat vital dalam tubuh tumbuhan. Melalui penelitian, sel quiescent dipisahkan dari akar tumbuhan, dan kemudian stem sel yang masih ada pada bagian akar sisi yang lain akan tumbuh menjadi sel quiescent. Lebih hebatnya lagi, menurut peneliti di Ghent University, sel quiescent dapat membuat stem sel hingga ribuan tahun lamanya. Ini berarti bahwa sel tumbuhan dapat hidup lebih lama dari sel hewan.

Alasan yang lain adalah perbedaan organel-organel yang dimiliki oleh sel hewan dan sel tumbuhan. Seperti yang sudah diinformasikan di atas, bahwa sel tumbuhan memiliki dinding sel sementara sel hewan tidak. Dinding sel sendiri bersifat kuat, padat, dan kaku. Dari sifatnya dapat diketahui bahwa dinding sel juga dapat menjadi perlindungan, penyokong bentuk dari sel tumbuhan sehingga menjadi lebih kokoh. Sementara sel hewan yang tidak memiliki dinding sel bentuknya menjadi tidak berarturan dan lebih rawan karena kurang kokoh. Selain itu pada sel hewan terdapat organel lisosom namun sel tumbuhan tidak memiliki lisosom. Lisosom sendiri memiliki fungsi salah satunya autolisis. Autolisis yaitu perusakan sel sendiri dengan cara membebaskan semua isi lisosom. 

Dengan begitu sel hewan dapat kehilangan sel-selnya dan mengganggu kelangsungan hidupnya, sementara sel tumbuhan yang tidak memiliki lisosom dapat hidup dalam jangka waktu yang lebih lama. Organel yang dapat mempengaruhi selanjutnya adalah vakuola. Vakuola sendiri berfungsi sebagai tempat penyimpanan senyaw metabolik dan mempengaruhi tekanan turgor. Tekanan turgor merupakan tekanan saat sel tegang/membesar. Pada sel tumbuhan, vakuola yang ditemukan besar sehingga ketika sel mengalamai hipertonik atau kondisi di luar sel pekat, sel akan melepas membrannya atau plasmolysis. 

Sementara jika kondisi di luar sel encer, maka sel hanya akan mengalami penegangan (turgid) karena banyaknya air yang pindah ke dalam sel dikarenakan di dalam sel lebih pekat. Namun pada sel hewan, vakuola yang ditemukan berukuran kecil, sehingga pada saat kondisi di luar sel pekat, sel akan mengerut. Namun ketika kondisi di luar sel encer dan di dalam sel pekat sehingga air pindah ke dalam sel, sel hewan akan pecah atau hemolisis.

Itulah mengapa menurut saya sel tumbuhan dapat hidup lebih lama jika dibandingkan dengan sel hewan. Kelangsungan hidup yang lebih terjamin, sel yang bermutasi, peran stem sel pada masing-masing sel, serta perbedaan organel-organel yang dimiliki oleh sel hewan dan sel tumbuhan menjadi faktor-faktor penyebab mengapa sel tumbuhan dapat hidup lebih lama dari pada sel hewan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun