Kasus Sekayu, Cermin Ancaman bagi Dokter
Insiden kekerasan terhadap dokter kembali mencuat ke publik di Indonesia. Kali ini, peristiwa itu menimpa dr. Syahpri Putra Wangsa, Sp.PD-KGH, FINASIM, seorang dokter konsultan nefrologi di RSUD Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan. Dalam rekaman video yang viral di media sosial, Ia dicaci maki dan dipaksa membuka masker oleh keluarga pasien ketika sedang melakukan visit di ruang VIP rumah sakit tersebut.[1,2]
Kejadian pada Selasa, 12 Agustus 2025 itu bermula ketika dr. Syahpri menjelaskan kondisi medis seorang pasien lansia dengan dugaan tuberkulosis. Namun, alih-alih menerima penjelasan, keluarga pasien justru melontarkan umpatan, menuduh dokter lamban, hingga akhirnya memaksa membuka masker sang dokter dengan tangan mereka. Meski mendapat tekanan, dr. Syahpri tetap tenang, menjawab pertanyaan, dan berusaha menjalankan tugas sesuai standar prosedur.[1-3]
Kronologi dan Fakta yang Terungkap
Menurut keterangan Ismet Syahputra, anak dari pasien, beliau mengungkapkan bahwa sejak hari Rabu, 6 Agustus 2025 ibunya mengalami sakit dan dirawat selama 2 hari di klinik dengan diagnosis awal adalah komplikasi gula darah. Pasien dirujuk ke RSUD Sekayu Banyuasin pada Jumat, 8 Agustus 2025 dikarenakan keterbatasan alat. Sesampainya di IGD, pasien melakukan tes urin dan penyakit lainnya dan dipindahkan ke ruang isolasi VIP. Di ruang isolasi tersebutlah pasien diminta untuk mengeluarkan dahak, untuk melakukan tes sputum.[4]
Pasien dan keluarga tetap bersikap kooperatif dengan tetap memberikan sampel dahak terus menerus, keluarga merasa gusar karena sangat lama dalam menunggu hasil tes. Kondisi diperparah karena pada akhir pekan, tidak ada dokter yang datang dan keluarga diminta untuk menunggu dokternya datang di hari lain. Perawat saat itu mengatakan bahwa hasil dari tes laboratorium akan keluar setelah 3 hari. Hari demi hari terlewati, pasien diminta mengeluarkan dahak setiap hari. [4]
Kondisi pasien tak kunjung membaik, hasil tes sputum pun belum bisa keluar hingga di hari Selasa, 12 Agustus 2025. Di saat itu dr. Syahpri Putra Wangsa melakukan visit, keluarga menanyakan apa tindak lanjutnya selain menunggu tes sputum karena dugaan TBC tersebut. Dr. Syahpri menyampaikan agar keluarga tetap sabar menunggu hasil. Keluarga pasien tidak terima dengan pernyataan dr. Syahpri, karena emosi sudah memuncak, alhasil terjadilah insiden yang tidak diharapkan, dr. Syahpri mendapatkan intimidasi dan tidak diperlakukan dengan semestinya. [4]
Saat video yang direkam oleh keluarga pasien disebar, kasus ini menuai sorotan publik karena menyangkut keselamatan dokter dalam menjalankan tugasnya. Masyarakat mengecam perilaku yang dilakukan oleh keluarga pasien kepada dokter yang bertugas. Mediasi pun dilakukan, pelaku meminta maaf kepada korban dan mereka sepakat bahwa video yang tersebar akan dihapus dan berfokus saja pada penyembuhan pasien.[4]
Meskipun telah melalui mediasi, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Muba menyatakan bahwa insiden tersebut merupakan bentuk ancaman serius terhadap tenaga medis dan menegaskan akan mengawal proses hukum hingga tuntas.[1,3]
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin turut mengecam keras dan menegaskan bahwa ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan tidak boleh sampai dilampiaskan dengan cara-cara kekerasan. Beliau menekankan bahwa tenaga kesehatan adalah pihak yang berhak mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.[3]
Fakta-fakta tambahan mengungkap bahwa keluarga pasien tidak hanya memprotes pelayanan, tetapi juga melakukan kontak fisik terhadap dokter. Meski ada upaya mediasi dan permintaan maaf, laporan polisi tetap diajukan. Polres Musi Banyuasin menerapkan Pasal 335 KUHP tentang pemaksaan dengan ancaman kekerasan, dan proses hukum hingga kini masih berjalan.[5-7]