Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

RUU PKS dan Bom Waktu Kekerasan Seksual di Indonesia

24 Juli 2020   18:18 Diperbarui: 24 Juli 2020   18:20 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Menjaga Diri Memerangi Sexual Harassment - kumparan.com [Internet]. [cited 2020 Jul 24].

Manusia memiliki mekanisme adaptasi secara psikologis sebagai strategi kawin mereka, yang merupakan buah hasil dari perjalanan panjang revolusi kognitif pada otak mereka.18,21 Menurut pandangan psikologi evolusioner, kekerasan seksual terkhusus pemerkosaan merupakan sifat yang dipelajari (learned behaviour). Pemerkosaan akan terjadi dikarenakan individu tersebut belajar untuk memerkosa secara langsung dan tidak langsung.22

 Sifat yang dipelajari ini sangat dipengaruhi oleh paparan budaya sebagai hasil dari adaptasi psikologis lingkungan mereka seperti lingkungan yang mendukung kekerasan seksual maupun bullying pada penyintas. Hal ini menjadi refleksi tersendiri terhadap lingkungan kita (seperti pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi) agar terus mengajarkan budaya anti kekerasan seksual.

Fakta bahwa lingkungan menjadi problematik penting dalam kasus kekerasan seksual sangat berpengaruh pada kondisi korban kekerasan seksual ke depannya. Secara psikis, mereka yang menjadi korban kekerasan seksual dikaitkan dengan menurunnya tingkat kewarasan, meningkatnya depresi, dan post-traumatic stress disorder (PTSD), rendahnya kepercayaan diri, dan kesehatan psikologis secara menyeluruh.23 

Mereka yang menjadi korban juga mengalami dampak kecenderungan psikososial yang negatif, sulit tidur, perasaan malu, gelisah, takut, dan sedih.24 Secara sosial, mereka cenderung akan dikucilkan yang membuat mereka merasa gelisah dan keluar dari sekolah/tempat kerja mereka.24 Bahkan, sekitar 23% orang yang mengalami kekerasan seksual dalam bentuk sentuhan, ancaman, atau bahkan penetrasi memiliki kecenderungan untuk bunuh diri yang entah mereka telah mencoba melakukannya atau terpikir untuk melakukannya.25

Maraknya kekerasan seksual juga berakibat pada meningkatnya kehamilan usia dini dan aborsi. Kehamilan dini di kalangan remaja ini memiliki dampak kesehatan yang besar bagi ibu dan bayinya. Komplikasi kehamilan dan persalinan menjadi penyebab utama kematian di antara perempuan berusia 15--19 tahun secara global, di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menyumbang 99% dari kematian ibu secara global pada perempuan berusia 15--49 tahun.(27)

Selain itu, korban kekerasan seksual juga akan merasa takut untuk bercerita mengenai apa yang telah ia alami kepada orang lain, bahkan pada keluarganya.26 Hal ini didasari oleh adanya ketakutan bahwa orang lain itu tidak akan menerima keadaannya. Korban juga takut apabila ia dianggap telah mencemarkan nama baik keluarga. S

elain itu juga, korban yang masih bersekolah juga akan ketakutan apabila pihak sekolah serta teman-temannya tidak mau menerima dia. Hal seperti inilah yang membuat korban untuk beberapa saat mengalami kebingungan antara ingin bercerita kepada orang lain dengan ketakutan yang dirasakannya. Dibutuhkan pendampingan yang intens agar korban dapat melewati masa-masa kritisnya tersebut pasca kekerasan seksual.

Proses pemulihan yang dihadapi oleh korban pemerkosaan ini merupakan suatu proses adaptasi yang harus dilalui agar korban dapat menerima kenyataan yang telah terjadi. Proses penyembuhan tersebut merupakan suatu proses adaptasi yang berat bagi korban dan harus didampingi secara berkala baik oleh keluarga, teman, maupun psikolog.26

Kesimpulan

Melihat besarnya prevalensi dan risiko yang diakibatkan oleh kekerasan seksual, diperlukan payung hukum untuk melawan kekerasan seksual ini. RUU PKS ini diperlukan sebagai perspektif pembelaan kepada korban dan mereka yang rentan akan kekerasan seksual. RUU PKS ini adalah langkah pragmatis negara yang nyata untuk memerangi fenomena butterfly effect ini. M

engingat pembahasan RUU ini sudah berlangsung sejak 2017, seharusnya para wakil rakyat kita mengerti urgensi dari RUU ini. Menunda-nunda pembahasan hanya menunjukkan bahwa para wakil rakyat tak paham bahwa hal ini adalah masalah genting. Mereka tidak harus menunggu anak, istri, teman terdekat mereka menjadi korban kekerasan seksual untuk memahami bagaimana pentingnya RUU ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun