Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

RUU PKS dan Bom Waktu Kekerasan Seksual di Indonesia

24 Juli 2020   18:18 Diperbarui: 24 Juli 2020   18:20 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Menjaga Diri Memerangi Sexual Harassment - kumparan.com [Internet]. [cited 2020 Jul 24].

Hegemoni Kekerasan Seksual di Indonesia

Di Indonesia, kekerasan seksual tak ubahnya seperti lagu lama yang marak dilantunkan. Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan (CATAHU) 2020, terdapat 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2019.1 

Dalam kurun waktu 12 tahun, terdapat peningkatan pada kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792% (hampir 800%).1 Terdapat Kekerasan terhadap Anak Perempuan (KTAP) melonjak sebanyak 2.341 kasus, tahun sebelumnya sebanyak 1.417. Hal ini selaras dengan peningkatan kasus inses.2 

Begitu pula di sektor publik di mana tren kekerasan seksual seperti pencabulan, pemerkosaan, dan pelecehan seksual semakin marak.1 Oleh karena itu, diperlukan payung hukum dan kebijakan yang mengakomodasi mereka yang menjadi korban kekerasan seksual ini.

Negara sudah menyatakan kondisi darurat kekerasan seksual lima tahun lalu. Akan tetapi, bagaimana kenyataannya? Jumlah kasus kekerasan seksual tetaplah meningkat setiap tahunnya.3 

Hal ini menjadikan RUU PKS penting karena banyaknya kasus kekerasaan seksual baik yang naik di permukaan media maupun yang tidak. Refleksi atas kasus Agni dari Universitas Gadjah Mada yang berakhir "damai" dan kasus Baiq Nuril yang berakhir pemenjaraan dengan jerat UU ITE membuat deretan penanganan kasus di tanah air seakan-akan elusif. Realisasi dari konsepsi mengenai payung hukum ini bermula dengan tingginya angka kekerasan seksual sepanjang 2001--2011. 

Menanggapi hal ini, Komnas Perempuan mendorong DPR untuk memasukkan RUU PKS pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada tahun 2012.4 Proses pembahasan dari RUU ini dimulai pada awal 2015. Kemudian, perwakilan dari Komnas Perempuan pun menyerahkan naskah akademis pada 2016. 

Setahun kemudian, Presiden Joko Widodo mengeluarkan mandat koordinasi terkait RUU PKS ini. Lantas, apakah pemerintah kita benar-benar ingin melindungi kita yang rentan ini?

Substansi hingga Hiruk Pikuk RUU PKS

Kekerasan seksual sendiri secara definisi diatur dalam Pasal 1 RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang menyatakan:

"Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun