Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

RUU PKS dan Bom Waktu Kekerasan Seksual di Indonesia

24 Juli 2020   18:18 Diperbarui: 24 Juli 2020   18:20 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Menjaga Diri Memerangi Sexual Harassment - kumparan.com [Internet]. [cited 2020 Jul 24].

Kekerasan seksual sendiri, menurut Pasal 11 ayat (1) RUU Penghapusan Kekerasan Seksual terdiri dari atas pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, pemerkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan/atau penyiksaan seksual. 

Baru-baru ini kita juga dihebohkan kisah remaja korban pemerkosaan yang dititipkan di rumah aman lembaga pemerintah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur.5 Di sana, korban pun mengalami perlakuan yang sama oleh Kepala UPT P2TP2A itu sendiri. Hal ini menjadi sangat ironis karena korban yang seharusnya mendapatkan perlindungan justru mengalami kekerasan seksual lagi.

Sayangnya, pembahasan RUU PKS ini tak luput dari kontroversi dalam proses dialektikanya, seperti fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menolak pembahasan RUU ini dikarenakan kandungan RUU yang bertentangan dengan Pancasila dan agama.6 Fraksi ini menganggap cakupan dan definisi kekerasan seksual RUU ini berperspektif liberal dan berpotensi melegalkan perzinaan. 

Hal yang sama juga terjadi tatkala Front Pembela Islam (FPI) menganggap RUU PKS ini mengandung paham feminisme barat yang anti-agama dan berisi paham yang berpotensi melegalkan LGBT.7 Mereka yang menolak RUU PKS ini datang dari kelompok konservatif kanan.8,9 Padahal, RUU PKS ini sama sekali tidak melegalkan perzinaan. 

Perzinaan sendiri berada pada ranah kesusilaan sementara tindakan yang diatur pada RUU PKS merupakan tindakan kejahatan dan kekerasan seksual. Pada Januari lalu, terdapat petisi pada platform Change.org yarng mendukung RUU PKS yang mendapat lebih dari 217.000 tanda tangan. Pada saat yang bersamaan, petisi tandingan yang menolak RUU PKS mencapai 162.000 tanda tangan.9 Titik akhir kulminasi dari RUU PKS ini terjadi saat ditariknya RUU PKS ini dari daftar Prolegnas 2020.

Dikeluarkannya RUU ini dari daftar Prolegnas 2020 tentunya membuat masyarakat kecewa karena RUU ini sejatinya merupakan payung hukum untuk mencegah bertambahnya korban kekerasan seksual di negara ini.8,9 RUU ini pun, selain melindungi korban, mencegah korban kekerasan seksual kembali menjadi penyintas di masa depan. 

Statistik terkini dari UNFPA merepresentasikan sekitar 1 dari 3 perempuan Indonesia yang berumur 15--64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan seksual. Prevalensi korban kekerasan seksual tentu saja sangat mungkin lebih tinggi dari jumlah yang tercatat mengingat lebih dari 90% kasus pemerkosaan di Indonesia tidak tercatat karena tidak dilaporkan ke pihak memiliki wewenang.10

Oleh karena itu, RUU PKS ini merupakan upaya pragmatis perubahan hukum di Indonesia. RUU ini sangat penting untuk memberikan perlindungan secara hukum yang riil kepada mereka yang rentan terhadap kekerasan seksual.

Kekerasan Seksual dalam Kacamata Global

Selayang pandang pada Oktober 2017 lalu di mana tagar bertajuk #MeToo ini menjadi ramai. Tagar ini seakan-akan menjadi pemecah kesengsaraan para penyintas kekerasan seksual yang menderita dalam diam.11 #MeToo adalah tentang memberikan suara kepada orang-orang. Gerakan ini ingin melihat transformasi budaya dengan mendorong jutaan orang untuk berbicara tentang kekerasan seksual dan pelecehan. 

Time's Up juga merupakan gerakan pemberdayaan perempuan yang mirip dengan #MeToo, tetapi memiliki beberapa tujuan yang berbeda dan spesifik. Time's Up dapat dianggap sebagai langkah selanjutnya yang berorientasi pada solusi sebagai kelanjutan gerakan #MeToo. Tujuan gerakan ini untuk menciptakan perubahan konkret yang mengarah kepada keselamatan dan kesetaraan di tempat kerja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun