Pandangan kita ke orang yang berbeda dari kita menjadi berubah. Kita mulai memiliki identitas yang kita bangga-banggakan dan muncul-munculkan. Tanpa kita sadari, semua itu merusak rasa penghargaan kita dan mulai membuat pembatas dengan orang-orang yang kita anggap berbeda.Â
Penelitian Badan Intelijen Negara pada tahun 2017 menunjukkan terdapat 39% mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi terpapar paham radikalisme. Diperoleh juga data bahwa 24% mahasiswa dan 23,3% pelajar SMA setuju dengan jihad untuk tegaknya negara Islam di Indonesia.1
Tulisan ini tidak ingin membahas mengenai insiden perusak bangsa, konsep bibit intoleransi yang selama ini ditanamkan, dan semacamnya. Namun, tentang bagaimana nilai yang ada di bangsa ini mutlak untuk dipertahankan.
"Ini keutuhan negara, kesatuan RI adalah segala-galanya. Jangan sampai dikorbankan yang namanya keutuhan NKRI karena pilihan bupati, pilihan walikota, pilihan gubernur, pilihan presiden, keutuhan NKRI harus ditempatkan di tempat yang paling penting."2
Di ulang tahun ke-74 Indonesia, begitulah pesan dari Presiden Joko Widodo, satu hal yang sangat penting untuk kita pegang sebagai negara yang beragam. Kesatuan dan persatuan kita adalah nilai yang mutlak untuk selalu dijunjung tinggi karena latar belakang, kedamaian, dan potensi kemajuan bangsa ini.
Latar belakang berdirinya Indonesia
Indonesia adalah negara kesatuan dengan sila ke-3 pada dasar negaranya berbunyi "Persatuan Indonesia". Tentu dasar negara Indonesia tidak dibuat tanpa alasan. Di era kolonial Belanda, terdapat banyak perlawanan seperti perang Padri, perang Diponegoro, perlawanan rakyat Bali yang dipimpin I Gusti Ketut Jelantik, dan perang Aceh yang dipimpin Teuku Umar dan Cut Nyak Dien. Mereka berjuang masing-masing secara kedaerahan untuk melawan penjajah. Hasilnya, perlawanan-perlawanan itu tidak semuanya berhasil.3
Titik balik untuk kemerdekaan Indonesia dimulai saat bangsa ini menyadari konsep perjuangan yang baru. Kemerdekaan Indonesia berawal dari saat di mana perjuangan tidak dilakukan semata-mata dengan perlawanan fisik. Pada tahun 1908, terbentuk organisasi perjuangan nasional berupa Budi Oetomo. Budi Oetomo didirikan oleh mahasiswa School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten (STOVIA), salah satunya Dr. Sutomo.Â
Para mahasiswa yang tergabung dalam organisasi ini pun berasal dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Hasilnya, tercipta organisasi pergerakan lainnya seperti Perhimpunan Indonesia, Sarekat Islam, dan Indische Partij. Organisasi-organisasi yang berlandaskan pergerakan secara nasional ini saling melengkapi dan menghasilkan rasa nasionalisme yang tinggi kepada masyarakat.4
Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan secara kedaerahan atau yang hanya dilakukan oleh satu golongan sangat jarang untuk berhasil. Dibutuhkan dukungan dari berbagai latar belakang untuk mencapai kemerdekaan seperti sekarang.