Jika Anda pernah mendengar bahkan berkunjung ke wilayah Tapanuli, Sumatera Utara, atau berinteraksi dengan seseorang yang berasal dari suku Batak, kemungkinan besar Anda telah mendengar kata ini: "Horas!". Bukan sekadar ucapan, "Horas" merupakan salam penghormatan yang memiliki arti mendalam bagi masyarakat Batak. Kata ini tidak sekadar lambang identitas, tetapi juga refleksi semangat, doa, dan kekuatan solidaritas.
Dan mungkin kita juga sering bertanya tanya apa makna dari kata horas ini? Secara sederhana, "Horas" dapat dipahami sebagai "Sehat", "Aman", atau "Makmur". Namun, di balik satu kata ini terdapat filosofi yang jauh lebih mendalam. Dalam tradisi Batak Toba, Mandailing, dan Simalungun, "Horas" adalah sapaan yang menggambarkan harapan akan perlindungan, kesehatan, dan keberkahan bagi yang mendengarnya.
Sementara untuk Suku Batak Toba, "Horas" dimaknai dengan nilai-nilai dasar yang dianut yaitu hasangapon, hamoraon, dan hagabeon. Hasangapon adalah kedudukan sosial di masyarakat yang erat dengan kemuliaan, kewibawaan dan kehormatan, hamoraon adalah kekayaan atau harta, dan hagabeon adalah keturunan. Bahkan, dalam lagu-lagu daerah Batak, kata ini kerap kali menjadi penutup yang menyentuh hati.
Dalam tradisi Batak, khususnya pada upacara-upacara adat seperti mangulosi (penyerahan ulos), pernikahan, dan pemakaman, istilah "Horas" menjadi elemen penting dalam seremoninya. Ketika seseorang berdiri dan berteriak "Horas!", itu bukan sekadar suara; melainkan sebuah wujud penghormatan, penerimaan, dan dukungan.
Kata ini juga menimbulkan perasaan kedekatan. Banyak orang Batak merasa langsung "terhubung" saat sesama Batak mengucapkan "Horas!" di perantauan. Kata ini berfungsi sebagai pengikat emosional, menunjukkan bahwa meskipun jauh dari rumah, mereka masih terhubung oleh akar budaya yang sama.
Walaupun cuma satu kata, "Horas" mengandung makna mendalam dalam interaksi masyarakat Batak. Ia menjadi semacam permohonan yang diucapkan tanpa kesan resmi, namun tetap memiliki arti yang mendalam. "Horas" bermakna pencapaian pemenuhan ketiga nilai dasar tersebut, yang kemudian masih harus didukung dengan nilai--nilai sosial, religius dan sebagainya. Lebih lanjut, ungkapan "Horas" secara terminologi falsafahnya lekat dengan motto hidup Suku Batak yaitu "Holong marsihaholongan, on do sada dalan na dumenggan, rap tu dolok tu toruan, asa taruli pasu-pasu, saleleng di hangoluan" yang menjadi pedoman dalam hidupnya. Falsafah ini memiliki pesan agar dalam menjalani hidup seseorang harus saling mengasihi, saling menolong dan saling membantu, sebagai jalan terbaik.
Di era modern ini, saat banyak budaya lokal mulai terancam oleh globalisasi, menjaga penggunaan kata seperti "Horas" merupakan cara untuk melestarikan identitas. Ini bukan sekadar tentang menjaga bahasa, melainkan juga melestarikan pandangan hidup---yang menghargai orang lain, menyebarkan motivasi, dan mengedepankan persaudaraan."Horas" tidak hanya sekadar ucapan. horas merupakan semangat. horas merupakan suatu peninggalan yang wajib untuk di lestarikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI