Mohon tunggu...
kelvin ramadhan
kelvin ramadhan Mohon Tunggu... Freelancer - Sleepy man

Kaum burjois jogja | Bertekad minimal sekali sebulan menulis di sini | Low-battery human| Email : Kelvinramadhan1712@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Andai Ibu Kos se-Yogya Raya Bersatu menjadi Nasabah Bank Sampah

30 Desember 2019   16:18 Diperbarui: 31 Desember 2019   02:55 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tumpukan sampah | (KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG)

Inspirasi menulis artikel ini saya dapat ketika menemani kawan berkunjung ke Bank Sampah Gemah Ripah yang berada di Bantul, Yogyakarta.

Menjamurnya kos-kosan di daerah Yogyakarta membuat saya berpikir adakah sesuatu yang bisa dimanfaatkan dari kehadiran bangunan minim nilai arsitektur yang penuh sampah-sampah berserakan akibat ulah manusia-manusia di dalamnya ini. Ide-ide berseliweran dalam otak mini. Namun, tak satupun dari ide-ide tersebut nampak masuk akal. Ya, itu dulu.

Beruntungnya beberapa pekan lalu, saya berkunjung ke salah satu bank sampah yang ada di Bantul.

Sebelumnya, saya sama sekali tak tahu menahu mengenai sepak terjang dari bank sampah ini. Wong saya ke sana pun diajak oleh kawan yang kebetulan mendapatkan tugas wawancara di sana. Karena pada dasarnya nganggur, tergeraklah hati ini untuk menemani teman saya.

Di sana, saya tak berhenti berdecak kagum ketika salah satu mbak-mbak pengelola bank sampah itu menceritakan apa dan bagaimana sistem bank sampah bekerja.

Mbaknya menceritakan dengan semangat sambil saya yang tak kalah semangat juga mendengarkannya. Panjang lebar mbaknya bercerita dan saya akhirnya dapat memahami apa dan bagaimana sistem bank sampah bekerja. 

Secara sederhana bank sampah merupakan tempat penukaran sampah menjadi uang. Sistemnya, tiap minggunya masyarakat yang mendaftar menjadi nasabah menabung sampah kering/anorganik ke bank sampah untuk nanti total tabungannya diakumulasikan menjadi nilai moneter.

Dan menariknya lagi, tersedia juga buku tabungan bagi nasabah. Benar-benar sesuai dengan karakteristik bank pada umumnya.

Sampah yang diperoleh dari nasabah oleh bank sampah akan dijual ke perusahaan pemborong sampah. Ataupun seringkali dimanfaatkan oleh bank sampah untuk didaur ulang menjadi barang-barang bernilai jual.

Hasil dari penjualan sampah ke perusahaan ataupun penjualan barang daur ulang itu yang nantinya dikembalikan ke masyarakat.

Daftar Harga Sampah di Bank Sampah. Sumber: banksampah.id
Daftar Harga Sampah di Bank Sampah. Sumber: banksampah.id
Biasanya, setiap tiga bulan nasabah bank sampah mengambil keuntungan moneter dari tabungan sampahnya. Ada yang langsung diambil, ada juga yang ditabung sampai nominalnya kelihatan cukup banyak baru kemudian diambil.

Takzim saya memuncak lagi, tak kala si mbaknya dengan bangga mengatakan bahwa Bank Sampah Gemah Ripah adalah bank sampah pertama yang pertama kali ada di bumi manusia ini, tepatnya pada tahun 2008. Menjadi pelopor bagi hampir 7500 bank sampah yang eksis hingga kini (BPS). 

Bodohnya saya adalah ke mana saja hidup selama ini baru mengenal bank sampah lebih dari satu dekade pasca pertama kali berdiri, itu pun karena kebetulan diajak kawan.

Wawancara berakhir, saya bergegas pulang. Mbaknya tersenyum kepada saya, mungkin maksudnya kepada kawan saya. Wawancara di tengah panas terik matahari meninggalkan beribu tamparan tak kasat mata kepada pipi ini. Entah mengenai sampah yang biasanya saya buang secara serampangan itu harusnya dipilah terlebih dahulu supaya bisa dimanfaatkan hingga ternyata sampah bisa menambah uang jajan saya tiap bulannya. Asli mindblowing pikir saya. Dari yang terbuang menjadi uang. Sekalian meningkatkan kesadaran mengenai masa depan lingkungan sekitar. 

Nah, pengetahuan mengenai bank sampah ini yang kemudian coba saya bentrokkan dengan kegelisahan saya melihat banyaknya kos-kosan di Yogya yang kebingungan mengurusi sampah para penduduknya. Ujungnya pasti dibuang ke TPA dan tidak memberikan eksternalitas yang positif sama sekali. 

Hasil bentrokkan di antara kegelisahan dan pengetahuan itu memunculkan ide, yakni bagaimana jika ibu-ibu kos selaku pengurus kos-kosan mencoba mendaftar menjadi nasabah bank sampah.

Saya ingat juga perkataan mbak si pengelola Bank Sampah Gemah Ripah bahwa dari beribu kos-kosan di daerah DIY hanya satu yang menjadi nasabahnya. Padahal tersedia pelayanan antar jemput sampah langsung dari bank sampahnya.

Ditambah fakta bahwa terdapat kurang lebih 800 bank sampah yang tersebar di seluruh Yogya. Pastinya jumlah bank sampah yang cukup banyak akan memudahkan proses pengangkutan dan menekan biaya transportasinya.

Saya kalkulasikan kemungkinan-kemungkinan ini. Kesimpulannya adalah ibu kos menang banyak (saya jamin 100% nggak ada rugi-ruginya) kalau bersedia menjadi nasabah bank sampah.

Pertama, ibu kos bisa mendapati lingkungan kos-kosannya bersih, tentunya dengan membuat peraturan tentang pilah-memilah sampah yang wajib ditaati penduduknya.

Kedua, kesadaran manusia-manusia kos tentang lingkungan akan semakin meningkat seiring adanya agenda pilah-memilah sampah itu.

Ketiga, ibu kos bisa membuka sumber pendapatan baru dengan menjual sampah seluruh kosan yang tentunya tidak sedikit jumlahnya.

Bayangkan saja, menurut data di buku tabungan Bank Sampah Gemah Ripah, setiap rumah tangga rata-rata mampu menghasilkan Rp100.000-Rp200.000 per tiga bulannya. Apalagi kos-kosan yang jumlah kepalanya jauh lebih banyak.

Hasil dari pendapatan ini mungkin sebagian bisa dimanfaatkan sebagai insentif ke penduduk kosan supaya lebih tertib lagi memilah sampah.

Hal itu mengikuti cara satu-satunya ibu kosan yang menjadi nasabah Bank Sampah Gemah Ripah, sebagaimana diceritakan oleh mbak pengelola Gemah Ripah, beliau memberi voucher makan gratis ke mahasiswanya dengan syarat tertib dalam memilah sampah. Saya sebagai mahasiswa pasti langsung ambyar apabila ditawarin sesuatu yang gratisan.

Keempat, kemungkinan besar para ibu kos akan diberi insentif dari pemerintah entah berupa uang atau bantuan non-materiil lainnya karena ikut menyukseskan program untuk meminimalisir penggunaan TPA yang semakin membludak kapasitasnya. Jujur ini ide paling masuk akal yang pernah melintas dalam otak mini ini.

Mungkin ide ini harus ditunjang oleh keberadaan komunitas ibu kos se-Yogya raya supaya mudah mengkoordinasikan beliau-beliau. Bisa dibuat grup WA atau semacamnya.

Kemudian pengelola dari beberapa bank sampah bisa join ke grup untuk memberitahukan kapan waktu pengangkutan dan berapa jumlah tabungan masing-masing mereka. Menarik.

Saatnya berdoa untuk diri pribadi (mungkin juga untuk anda yang membaca artikel ini). Semoga bisa bertemu ketua persatuan ibu kos se-DIY (kalau eksis). Bercerita ria dengan mereka perihal bank sampah. Supaya bisa dicatat oleh sejarah sebuah gerakan edan mengenai sampah.

Mungkin, kalau cara ibu kos ini berhasil tak menutup peluang bagi aspek lain untuk berperan serta. Warung burjo mungkin. Siapa tahu. Tapi tetap tunggu skema ibu kos ini berhasil.

Bersatulah pasukan ibu kos. Tak ada yang tak mungkin.

Mari berharap!

Penulis (kiri) bersama kawannya. Sumber: Kamera Hp Pribadi
Penulis (kiri) bersama kawannya. Sumber: Kamera Hp Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun