Mohon tunggu...
Kelik Novidwyanto
Kelik Novidwyanto Mohon Tunggu... Penulis lepas; Pegiat di Komunitas Disambi Ngopi; Birokrat

Mulai aktif menulis sejak masih kuliah, ketika bergabung dengan Persma BPP Cakrawala serta kepengurusan HMI. Memiliki minat di bidang psikologi dan humaniora. Beberapa tulisannya dimuat di Kumparan, Brilio dan media online lainnya. Saat ini berprofesi sebagai birokrat di Pemerintah Kota Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kala Semakin Berusaha, Kok Terasa Semakin Sulit?

28 Februari 2025   10:11 Diperbarui: 10 Maret 2025   10:04 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PERNAHKAH kalian mendapati suatu ironi? Saat semakin memaksa diri untuk bahagia, malah terasa semakin sulit. Tapi saat kita menerima bahwa tidak selalu harus bahagia, justru kita bisa merasakan ketenangan.

Semakin kita takut gagal, semakin sulit mencoba. Tapi saat kita menerima kegagalan sebagai bagian dari proses, kita lebih berani dan akhirnya lebih mudah berhasil.

Fenomena unik ini disebut hukum upaya terbalik atau ”The Law of Reversed Effort”. Prinsip ini dicetuskan oleh Aldous Huxley, ia menyatakan bahwa semakin keras seseorang berusaha untuk mencapai sesuatu, semakin sulit hal itu tercapai.

Konsep ini sering dikaitkan dengan psikologi dan filosofi Taoisme yaitu prinsip “wu wei” (bertindak tanpa usaha berlebihan), di mana usaha berlebihan justru bisa menghambat hasil yang diinginkan.

Kenapa ini Terjadi?

Kita pasti bertanya-tanya, kenapa semakin keras kita berusaha mencapai sesuatu malah semakin susah untuk dicapai? Bukankah usaha keras tak akan mengkhianati hasil? Nah, ada beberapa alasan yang menjadi penyebab hukum upaya terbalik ini terjadi.

Penyebab pertama adalah “Tegangan Berlebihan”. Saat kita terlalu fokus dan memaksa diri, tubuh dan pikiran jadi tegang, yang malah menghambat kinerja alami kita. Rasa tegang dapat membuyarkan konsentrasi dan mematikan energi.

Penyebab kedua adalah “Ketidakseimbangan Kesadaran”. Jika kita terlalu sadar akan usaha kita, otak sadar mengambil alih dan mengganggu proses alami yang lebih efektif jika dilakukan tanpa tekanan. Ibarat, semakin kita memaksakan untuk sadar maka akan semakin stress pikiran kita. Beberapa pelaku meditasi menyebut situasi pada gelombang otak setengah sadar (alpha) malah lebih efektif untuk berfikir kreatif dibanding gelombang otak sadar penuh (beta).

Selanjutnya, penyebab ketiga disebut “Paradoks Kontrol”. Yaitu, semakin kita mencoba mengontrol sesuatu yang seharusnya terjadi secara alami, maka akan semakin sulit mencapainya. Dalam konteks Filsafat Stoikisme, hal-hal yang di luar kita tidaklah semestinya mati-matian kita kontrol. Aspek-aspek di luar diri kita biarkan saja untuk berdinamika, yang bisa kita kontrol adalah apa yang ada di dalam.

Cara Mengatasinya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun