Mohon tunggu...
BIDANG KEILMUAN
BIDANG KEILMUAN Mohon Tunggu... Lainnya - HMD IESP FEB UNDIP

Bidang Keilmuan merupakan bagian dari Himpunan Mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomika dan Studi Pembangunan yang bergerak di bidang kajian dan diskusi aktif terhadap dinamika ekonomi dan memiliki fungsi fasilitator untuk memfasilitasi pengembangan prestasi akademik mahasiswa IESP FEB UNDIP.

Selanjutnya

Tutup

Money

Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Rantai Perdagangan Indonesia

30 April 2020   23:09 Diperbarui: 21 Juli 2020   14:02 4529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: BPS
sumber: BPS
sumber: BPS
sumber: BPS
Mengingat China merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia dan mitra dagang utama Indonesia, maka terganggunya perekonomian China akan memengaruhi perekonomian dunia termasuk Indonesia. 

Jika ekonomi China mengalami pelambatan sebesar 12%, maka akan berdampak pada menurunnya ekonomi Indonesia sebesar 0,1- 0,3% terhadap ekonomi Indonesia (katadata.co.id, 7 Februari 2020). 

China merupakan mitra dagang utama Indonesia dan negara asal impor dan tujuan ekspor nonmigas terbesar Indonesia.  Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 860 juta per Januari 2020. 

Defisit tersebut disebabkan posisi neraca ekspor sebesar US$ 13,41 miliar, lebih rendah dari neraca impor yang mencapai US$ 14,28 miliar. Berdasarkan nilai impor, tercatat total nilai impor non migas dari tiga belas negara selama Januari 2020 adalah sebesar US$9,67 miliar. Angka tersebut turun 3,14% dibanding Desember 2019.

Kementerian Perdagangan perlu melakukan relaksasi bagi kebijakan impor bahan baku untuk kebutuhan industri. Penyebaran wabah virus Corona telah membuat operasional banyak perusahaan menjadi terganggu karena kekurangan bahan baku baik impor maupun dalam negeri. 

Apabila tak segera direspons dengan baik, pada akhirnya akan membuat sektor produksi turut terhambat. Hal itu berimplikasi pada meningkatnya harga yang nantinya bakal menaikkan tingkat inflasi. 

COVID-19 yang semakin marak tentunya beberapa negara maupun perusahaan mengambil beberapa kesempatan untuk mengambil keuntungan misalnya mereka memproduksi beberapa masker maupun antiseptic yang akan dibutuhkan oleh masyarakat, namun dalam surat edaran Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2020.

Larangan ini memang harus dikeluarkan untuk menjaga pasokan di dalam negeri. Hal ini untuk menjamin kebutuhan konsumen dalam negeri. Larangan ekspor masker di tengah pandemi virus COVID-19 ini dikeluarkan menyusul adanya laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat Indonesia telah melakukan ekspor masker atau surgical mask senilai 74,7 juta dolar AS selama Februari 2020. Nilai ini naik signifikan dari posisi Januari 2020 yang hanya berkisar 2,1 juta dolar AS secara month to month (mtom). 

Secara kenaikannya mencapai 3.385,43 persen. Secara year on year (yoy) nilainya naik lebih drastis dari Februari 2019 yang hanya berkisar 0,1 juta dolar AS. Dengan demikian secara yoy naik 60.973 persen. 

Keuntungan bagi Indonesia akan melonjak apabila melakukan ekspor terhadap beberapa negara namun disisi lain konsumen dalam negeri lebih penting. 

Apabila terdapat beberapa negara yang sangat memerlukan produk ini, maka Indonesia dapat mengekspornya dengan beberapa ketentuan yang akan menjadi kebijakan, seperti Indonesia mengutamakan dalam negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun