Oh, orang-orang dengan golongan non PNS pasti akan menjawab: semua orang memiliki kepentingannya masing-masing—bukan cuma PNS saja.
Bolos kerja pada mereka dengan label PNS ini tidak akan terjadi jika mereka memiliki sense of belonging terhadap tempatnya bekerja dan rasa tanggung jawab terhadap profesi sebagai abdi masyarakat.
Atau jika saya dapat bicara secara frontal, PNS berlaku demikian karena mereka beranggapan bahwa gaji yang mereka dapatkan berasal dari pemerintah. Padahal, semua itu didapat melalui pajak kolektif yang berasal dari rakyat.
Ups.
Tindakan pencegahan memang bisa dilakukan, salah satu contohnya menerapkan absensi per individu PNS yang sebisa mungkin tidak dapat dimanipulasi, seperti dengan menggunakan mesin absen melalui scanning retina atau sidik jari selayaknya yang lazim diterapkan di banyak perusahaan atau tempat-tempat kerja selain yang dimiliki pemerintah—atau bahkan melalui wajah.Â
Pertanyaannya adalah:
Jika upaya pencegahan tidak cukup memberikan kesadaran, maka sanksi apa yang dapat diterapkan untuk memberikan efek jera?
Saya sendiri memiliki beberapa ide "gila" terkait hal itu, yang mungkin tidak sepenuhnya dapat membantu (baca: untuk meningkatkan kesadaran demi perbaikan mentalitas para PNS di negeri ini) sekalipun saya menawarkannya.
Tapi, setidaknya saya sudah mencoba. Langsung saja:Â
1) 1/10 Gaji
Ya, lakukan pemotongan gaji yang dikalikan sejumlah berapa hari si PNS tersebut bolos kerja.
Pemotongan gaji yang saya sarankan juga tidak tanggung-tanggung yakni sepersepuluh dari gaji PNS yang bersangkutan—atau lebih tinggi dari itu, lebih baik. Lebih lengkap lagi jika ada pengurangan dana tunjangan.Â
Seperti yang saya katakan tadi, mungkin ketidakhadiran karena sakit boleh dapat pemakluman, namun sanksi tetap HARUS berjalan— hanya saja sanksi yang diterapkan (baca: menyoal pemotongan gaji dan tunjangan) bisa sedikit lebih ringan dari bilangan sepersepuluh tadi asal disertai dengan surat keterangan dokter (baca: jika memang izin sakit ala anak sekolah ini memang layak untuk diterapkan, mengapa tidak?)