Sesuatu yang tak terbantahkan memang menjadi PNS masih banyak dilirik sebagai profesi; bahkan ada fakta semacam olok-olok bahwa profesi PNS adalah profesi idaman calon mertua (baca: terlebih lagi untuk orangtua yang masuk kategori generasi boomer).
Jika harus jujur ketika ditanya mengapa orang-orang memilih menjadi PNS pastilah tidak jauh-jauh dari hal-hal lumrah yang menjadi rahasia umum di masyarakat seperti gajian tepat waktu, dapat tunjangan selain gaji, dapat uang pensiunan (baca: sekalipun mungkin tanpa harus menyiapkan terlebih dahulu tabungan masa tua)—bahkan hingga SK yang dapat "dititipkan" saat dana mendesak diperlukan.
Baca juga:Â Nego Gaji Bukan Cuma Soal Hitung-hitungan Melainkan Tantangan
Semua yang saya sebutkan dapat diperoleh seorang PNS, tidak peduli pada golongan apa selama dia mengabdikan diri.
Tapi, seperti halnya dengan rahasia umum menyoal ketertarikan seseorang menjadi PNS seperti yang saya kemukakan sebelumnya, ada rahasia umum lain yang pula melekat kuat pada profesi ini—tak peduli di instansi atau departemen apa si PNS ditempatkan.
Ya, yang saya maksudkan adalah perilaku bolos kerja.
Baca juga:Â Bukan Penelitian: Syarat Absurd dalam Sebuah Lowongan Kerja Itu Nyata
Perilaku PNS bolos kerja ini sudah menjadi lagu lama dan boleh jadi dilakukan dengan pola yang berulang, sehingga pada akhirnya menimbulkan simpulan bahwa mereka begitu adanya—meski itu tak selalu benar.
Terkait hal tersebut, pemerintah baru-baru ini telah meneken sejumlah aturan terkait kebiasaan jelek para PNS itu. Selengkapnya bisa dilihat di sini.Â
Menurut hemat saya, alasan tidak masuk kerja jika benar-benar karena sakit, tidak akan terlalu jadi masalah. Meskipun, untuk ini, dibutuhkan kejujuran dari PNS itu sendiri.Â
Namun, pertanyaannya:
Bagaimana jika membolos kerja karena adanya kepentingan?