Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Semua yang tertulis di sini adalah opini pribadi | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Masih Betah Melajang? 6 Hal Ini yang Mungkin Jadi Alasan

28 Juni 2021   07:39 Diperbarui: 29 Juni 2021   17:04 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mempunyai anak pasca menikah adalah bagian dari kesiapan mental seseorang. (Sumber: Unsplash/Foto oleh Kelli McClintock)

Jujur boleh saya katakan saya adalah tipikal orang yang terkadang mudah ilfil untuk suatu hal yang sengaja didramatisir apalagi itu kelak kerap diulang-ulang.

Well, Ronnie Flag is right: your circle gets smaller with age.

Mari singkirkan kekhawatiran (baca: kegelisahan) tempo dulu dari teman saya tadi. Biarkan dia menikmati kehidupan pernikahan yang dia pilih sendiri.

Baca juga: Kepengin Nikah? Perbanyak Dulu Adegan Marahnya

Dari sekian banyak masalah di dunia yang fana ini, saya masih tidak habis pikir mengapa orang-orang sangat dengan senang hati merecoki hidup seseorang hanya karena orang itu masih belum mau menikah (baca: bisa jadi pula dianggap memilih betah melajang) hingga memilih menakut-nakutinya dengan segala macam ketakutan-ketakutan—alih-alih mengolok-oloknya. Contohnya teman saya tadi.

Apakah dengan dia pada akhirnya memilih menikah terus punya anak, lantas masalah selesai? Atau kita ambil dari sudut pandang lain, dia menikah (baca: sesuai usia puan-puan yang dianggap seharusnya telah pantas menikah) tapi tidak kunjung diberikan anak, bukankah dengan demikian itu sudah menimbulkan masalah baru?

Pertanyaan pentingnya, apakah karena seseorang belum menikah (baca: sebagai jalan awal memiliki anak) lantas dia boleh dilabeli tidak menjadi manusia yang seutuhnya?

Kembali ke soal pilihan melajang, yang ingin saya katakan, bukankah kita tidak bisa menyamakan limit kita terhadap orang tersebut—alih-alih menggempurnya dengan berbagai ketakutan yang bahkan kita sendiri sebenarnya tidak siap andai itu terjadi terhadap diri kita?

Baca juga: You May Be Late But You Are The Boss

Thank God, at least, saya punya keahlian untuk memilih di antara satir atau sarkas untuk menanggapi siapa saja yang sok ponten-ponten kehidupan orang hanya karena dia belum menikah—tak peduli seberapa tua orang itu, untuk menguliahinya saya tidak akan tebang pilih.

Satu hal yang pasti dan menarik buat saya adalah sekarang saya seperti menjelma menjadi seorang yang suka sekali meneliti menyoal perkara melajang ini—dan ternyata ada banyak sekali alasan-alasan yang menyertainya—entah itu berangkat dari mereka yang belum pernah menikah atau dari mereka yang belum memilih menikah lagi.

Mari kita mulai.

#1 Terkungkung uang

Tak semua orang hidup under previlege dengan memiliki banyak uang—yang ingin saya katakan adalah tak sedikit para lajang di luar sana justru menjadi tulang punggung keluarganya.

Menjadi tulang punggung keluarga menjadi salah satu alasan seseorang belum mau menikah (Sumber: Unsplash/Foto oleh Kevin Delvecchio)
Menjadi tulang punggung keluarga menjadi salah satu alasan seseorang belum mau menikah (Sumber: Unsplash/Foto oleh Kevin Delvecchio)

Alih-alih memikirkan tabungan untuk sebuah pernikahan, menyambung kebutuhan hidup sehari demi sehari saja sudah merupakan sebuah keniscayaan bagi mereka.

Baca juga: Harga Diri Laki-Laki Bukan Bekerja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun