Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer

Best in Opinion Nominee Kompasiana Award 2021

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Berkarya Demi Viral, Yakin Brandingmu Sudah Personal?

17 Juni 2021   23:09 Diperbarui: 21 Juni 2021   22:36 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keinginan pamer yang selalu dimiliki tiap orang—meskipun itu sangat kecil bentuknya—tersalurkan dengan instan dan dapat dilihat jutaan pasang mata melalui media sosial.

Terlebih lagi untuk mereka (baca: saya contohnya) yang profesinya bergerak di bidang visual. Saya salah satu orang yang mengakui betapa media sosial memiliki pengaruh sebesar itu. 

Oh, tentu saja tak mudah bagi seseorang menyakinkan orang lain tanpa bukti, bukan?

Boleh saya katakan media sosial dewasa ini bukan saja berpengaruh terhadap diri seseorang melainkan pula bisa jadi penentu "jalan" hidupnya. 

Namun, sebelum itu terjadi, dia haruslah melewati serangkaian proses yang tak melulu mudah dan menghabiskan waktu tak hanya dengan meminum secangkir kopi tentu saja. 

Ingat bagaimana proses Syahrini bisa sebesar sekarang?

Ya, otak orang-orang akan lekat dengan gaya bicaranya yang manja atau penampilannya yang sempat sensional dengan "jambul khatulistiwa"—dan tentu saja jargon-nya yang paling hits "sesuatu ya"

Saya percaya, tidak sedikit orang yang mencibir dan menertawakannya (baca: Syahrini) walau diam-diam boleh jadi berdoa dan berharap kepengin sama suksesnya seperti dia.

Jika Syahrini saja bisa melakukannya, maka semua orang pun bisa melakukannya.

Proses membentot perhatian orang-orang ini dikenal dengan istilah personal branding.

Selain tekad (dan juga bakat) ada beberapa "komponen" yang harus dipenuhi sebelum seseorang berhasil menciptakan personal branding sendiri di tiap isi kepala orang-orang.

Tak perlu keliling dunia untuk mencari jawabannya—berdasarkan pengalaman—saya bersedia membagikan beberapa di antaranya:

# Tentukan minat atau keahlian

Ini tonggak awal yang menjadi acuan yang tanpanya seseorang tidak akan memiliki pijakan.

Saya contohnya, sebelum menekuni dunia fotografi dan desain—serta tentu saja menghasilkan uang dari keduanya—saya menjadikan menulis sebagai minat atau keahlian saya meski hasil akhirnya tak selalu perlu saya pamerkan. 

Karena tah bagi saya menikmati proses kreatif itu jauh lebih penting dibandingkan ketenaran dan nama "besar"; keduanya bisa menyusul kemudian.

Minat atau keahlian tentu saja berasal rasa senang ketika melakukannya—bahkan kadang tahu-tahu tak ingat berapa lama waktu yang telah dihabiskan karenanya.

Komponen ini (baca: minat atau keahlian) kelak bisa "dipulas" dengan mencari banyak informasi tambahan (baca: yang bersifat teknis semisal dengan mempraktikkan tutorial) dari berbagai sumber—dan tentu saja, jangan bosan untuk banyak membaca.

Saya percaya, tak satu pun minat atau keahlian yang tak dibarengi dengan rasa ingin tahu dan membaca salah satu di antaranya.

# Lebih spesifik dengan niche

Lebih baik jadi Paus di laut "kecil" dibandingkan jadi ikan Teri di samudera luas.

Saya berani mengatakan itu karena saya telah lebih dulu mengondisikannya—dan mengonversikannya—langsung dalam hidup saya.

Saya seorang juru kata-kata. Benar. Saya seorang juru pencerita gambar. Juga benar. Namun, konsentrasi saya juga berbicara tentang kesetaraan.

Baca juga ini: Kepincut Jadi Female Wedding Photographer? Boleh Saja tapi 4 "Pakem" Ini Harus Dipegang

Selalu ada sesuatu yang hendak diceritakan atau dibagikan dibalik sebuah pilihan atau tindakan seseorang bukan? Pun saya demikian.

Bagi saya, kata-kata dan gambar selalu punya kekuatannya sendiri tentang bagaimana saya hendak menunjukkan apa yang menjadi tujuan saya, sekalipun itu sangat "kecil" dan sekalipun tak semua orang mampu menangkapnya dalam satu "frekuensi" dari tempat saya berpijak.

Namun, yang jelas, apa yang sudah saya lakukan hingga ke titik ini adalah bentuk valid dari jalan ninja "pemberontakan" saya.

Jadi, tentukan niche mulai dari sekarang—atau setidaknya mulailah lebih concern lagi untuk membangunnya, jangan melebar dan fokuslah di sana.

Nantinya, jika sesuatu sudah dikuasai dengan sangat baik, ekspansi bukan berarti tidak bisa dilakukan. 

Tengoklah, Raditya Dika, sebelum sukses menjadi seorang youtuber dan sutradara, dia lebih dulu menjadi seorang blogger dengan menulis—lalu menjadi stand up comedian setelahnya.

# Bagikan hasil kerja

Ini yang jadi proses selanjutnya. Percuma lelah berkarya atau memiliki satu keahlian tapi tak ada satupun orang yang tahu. Di sinilah media sosial memiliki "kekuatan"—dan tentu saja berperan.

Baca juga ini: Dalam Berkarya Semua Orang Memiliki Formula, Ini Salah Satu Di antaranya

So, sharing your personal value on social media.

Maksimalkan kegunaannya. 

Bagikan saja apa yang orang lain harus tahu; apa yang oleh karenanya orang memperoleh manfaat. 

Namun, dengan catatan, tidak jujur bukan berarti bohong.

Artinya apa?

Be real—jadilah apa adanya. Bagikan apa yang benar-benar diketahui atau dikuasai dengan baik. Saya percaya, tiap orang memiliki DNA keunikannya masing-masing di mata masing-masing orang. 

# Lagi dan lagi

Saya pernah baca satu postingan yang begitu relevan di sebuah akun bisnis yang tak sengaja saya lihat di kolom pencarian Instagram dan saking ada relevansinya bahkan saya langsung melakukan tangkapan layar.

Isinya:

Jangan fokus dari 0-100. Tapi, fokuslah dari 0-10. Lalu dari 10-20, dan teruslah sampai mencapai 100. Percayalah prosesnya dengan ambil langkah satu per satu.

Ya, menciptakan sebuah personal branding yang kuat di benak orang-orang tidak seperti seorang Bandung Bondowoso menciptakan nyaris seribu candi bagi Loro Jonggrang; ia mustahil diciptakan dalam satu malam.

Maka konsistensi adalah kunci.

Hanya balik-balik lagi jangan terlalu—sering—melebar dari apa yang menjadi minat dan keahlian sejak awal. 

Concern-mu apa—dan bertahanlah di sana.

Saya yang sehari-hari berkutat dengan pekerjaan saya, memang tak setiap hari memiliki jadwal rutin berbagi karya, namun saya tak pernah melupakan interaksi—bahkan sekecil kabar melalui instastory—atau memberi apresiasi melalui tombol suka dan juga mengomentari postingan yang menarik perhatian saya.

Well, untuk gaya—saya—yang satu ini, tak perlu diikuti. Let me be me.

# Berjejaring dengan membumi

Jika keempat komponen sebelumnya sudah dilewati atau dengan kata lain portfolio—yang menjadi bahan bakar terbentuknya personal branding—telah pula diketahui orang-orang maka sudah saatnya mulai membangun relasi yang lebih luas lagi; jika memungkinkan bisa pula melalui kolaborasi dan elaborasi.

Berjejaringlah setelahnya atau ikutlah komunitas yang bisa menumbuhkembangkan minat dan keahlian.

Hanya saja ada nasihat yang perlu dipegang teguh:

"ngga good looking minimal good attitude"

Mengapa saya katakan demikian?

Karena banyak sekali orang di luar sana yang sulit menaklukan kesombongannya hanya karena merasa sudah mampu menguasai keahlian tertentu—tak peduli dia good looking atau tidak; terkadang orang yang memiliki keahlian seupil ini jauh lebih mencak-mencak dibandingkan mereka yang sudah banyak makan asam-garam dari keahlian yang sama dengannya.

Maka, jangan songong; down to earth lah. Kita sama-sama tahu, seenak apapun ketoprak, selalu akan ada kerupuk yang berada di atasnya.

Dikenal banyak orang memang menjadi impian sebagian besar orang. Namun, membangun value tidaklah gampang—apalagi jika itu dibuat dengan kerendahan hati yang membumi. Oleh karena itu, praktikkanlah interpersonal yang baik.

Baca juga ini: Selalu Ada Hipotesis untuk Dia yang Jago Bicara

Ingatlah ini, tugas media sosial memang bisa menjadikan kisah si upik abu menjadi Cinderella, orang yang tadinya miskin menjadi kaya atau dari yang bukan siapa-siapa menjadi orang yang paling dikenal di jagat raya.

Namun, jangan lupakan pula, dia bisa membuat orang yang tadinya dihormati dan segani kelak di suatu hari memanen caki maki.

Jadi, berhati-hatilah.

Untuk itu, menciptakan personal branding menjadi sesuatu yang penting, namun pada prosesnya lakukan apa yang penting saja dengan bersenang-senang (baca: catatan tambahan, lakukan pula dengan cara-cara yang baik); bukan semata-mata mengejar viral.

Itu yang akan membuat hidup terasa hidup.

Tabik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun