Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(MIRROR) SMS dari Alam Gaib

21 Desember 2011   03:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:58 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

[caption id="attachment_157761" align="aligncenter" width="188" caption="indonesiaindonesia.com "][/caption]

"Pa, bangun, Pa. Edi anak kita belum pulang!" Bu Enok membangunkan suaminya dengan perasaan was-was.

"Udah, biarin nanti juga pulang." Pak Indra menjawab sekenanya masih dalam posisi terbaring.

"Tapi ini udah jam satu, Pak. Tidak biasanya." Bu Enok tak bisa untuk tidak khawatir.

"Udah malam gini mau cari ke mana, Bu? Mungkin nginap di rumah temannya." Pak Indra berusaha menenangkan istrinya.

Pak Indra bisa tertidur pulas kembali. Tetapi Bu Enok sulit memejamkan matanya malam itu. Bertanya-tanya, apa yang terjadi. Mengapa sampai menjelang dinihari Edi belum juga kembali.


# Senja itu diiringi rintik-rintik hujan, Edi memacu sepeda motor bapaknya untuk keluyuran seperti biasanya. Edi adalah anak kedua pasangan Pak Indra dan Bu Enok. Umurnya baru 17 tahun. Masih duduk kelas 1 SMU.

Seperti umumnya anak tanggung seusia Edi yang tak jauh dari kenakalan. Hari-hari Edi selain bersekolah memang suka berkeluyuran untuk menghabiskan waktu.

Ke manakah sesungguhnya? Mengapa sampai larut tak juga kembali ke rumah? Saat subuh, Pak Indra terbangun untuk mempersiapkan diri berangkat kerja. Namun ternyata Edi belum pulang juga bersama sepeda motor yang akan digunakan untuk berangkat kerja.

Kini Pak Indra mulai khawatir akan keberadaan Edi. Mengapa sudah pagi belum pulang juga. Karena Edi tahu sepeda motor akan digunakan bapaknya untuk bekerja.

Bergegas Pak Indra membangunkan istrinya yang masih tergolek kelelahan. "Bu, Edi belum pulang juga. Ke mana tuh anak?"

"Haaa, belum pulang?" Bu Enok terperanjat. "Coba telepon ke rumah Agus, Pak. Siapa tahu dia nginap di sana."

Pak Indra mencoba menghubungi Agus. Hasilnya. Menurut Agus, semalam memang Edi ke rumahnya. Tapi jam sebelas sudah pulang.

Begitulah seharian Pak Indra dan anaknya yang tertua, Heri berusaha mencari keberadaan Edi. Tak ada jejak sama sekali. Hari itu terasa begitu berat dilalui oleh keluarga Pak Indra tanpa kepastian.

Bu Enok tak dapat menahan tangis. Teringat seringkali lepas kontrol menyumpahi Edi kalau hendak pergi. "Pergi sana! Biar mati tabrakan sekalian!"

Berbagai usaha dilakukan untuk mencari keberadaan Edi di hari keduanya menghilang. Tapi Edi bagaikan ditelan bumi.

Ada kabar sedikit menggembirakan. Menurut teman dekat Edi, Neli. Tadi pagi Edi ada ke rumahnya. Masih sempat menggenggam tangannya. Tapi memang aneh, Edi tak berkata satu kata pun. Tangannya pun terasa dingin. Setelah itu Edi pergi begitu saja.

Pagi-pagi hari ketiga, begitu Pak Indra terbangun. Ponselnya penuh dengan SMS. Ada 49. Begitu dibuka satu persatu. Ternyata isinya sama semua. Yang aneh adalah tanpa ada nama dan nomor pengirimnya.

Tertulis "Kian Santang". Apa maksudnya? Karena dirasa ada sesuatu yang berbau gaib. Segera Pak Indra ke orang pintar di kampung belakang kompleks.

Namanya orang pintar dan memiliki kelebihan. Ki Jalu namanya dapat segera menerawang keberadaan Edi. "Cari di sepanjang Jalan Kian Santang." begitu Ki Jalu memberi petunjuk.

Lokasi Jalan Kian Santang memang hanya berjarak 3 kilometer dari tempat tinggal Pak Indra.

Segera Pak Indra menyusuri Jalan Kian Santang. Ketika sampai di ujung jalan. Didapati khabar, bahwa tiga hari yang lalu terjadi kecelakaan yang menewaskan seorang lelaki muda. Diketahui mayatnya sudah dibawa ke polsek terdekat.

Pucat muka Pak Indra. Tubuhnya bergetar. Namun sekuat tenaga menahan airmatanya.

Benar saja. Tubuh lelaki muda yang sudah terbujur kaku itu adalah anaknya, Edi.

Bila sudah tiga hari meninggal, lalu siapakah yang menemui Neli? Apakah Edi yang mengirim SMS untuk memberitahukan keberadaannya?

Kesedihan menyelimuti keluarga Pak Indra. Bu Enok tiada kuasa menahan kesedihan sampai pingsan segala.

Setelah sehari dikuburkan. Pak Indra segera menerima SMS aneh tanpa nama dan nomor pengirim. "Jangan khawatirkan saya. Saya di sini belajar dengan Kian Santang!"

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju ke sini

*

K. Rajawen : No 185

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun