Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FEB UGM
KASTRAT BEM FEB UGM Mohon Tunggu... Penulis - Kabinet Harmoni Karya

Akun Resmi Departemen Kajian dan Riset Strategis BEM FEB UGM

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menilik Tantangan dan Peluang Sektor Energi Indonesia-Notulensi

27 Mei 2019   16:33 Diperbarui: 27 Mei 2019   17:01 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

FGD Kelompok 1

Presiden Jokowi melakukan percepatan pembangunan sumber daya listrik dengan batubara dengan alasan  murah. Namun, banyak dampak lingkungan di balik kebijakan tersebut.

Christian: Batu bara dilihat dari persediaannya, apabila meningkat, maka harganya menjadi murah. Dalam waktu dekat kita dapat ekspor lebih besar. Harga yg terus turun, ikut serta berdampak pada sektor energi, selaku salah satu sektor dalam negeri.

Agar dapat memenuhi pasar dalam negeri, pembatasan harga batu bara untuk public adalah sebesar 70 dollar, hal ini seperti price ceiling. Cadangan batu bara cenderung menurun karena harga terus turun, sehingga investasi terus menurun. 

Sumber daya banyak, tapi yang tersedia menjadi cadangan menurun. Sumber daya lain yg terbarukan juga dapat digunakan, misalnya kelapa sawit.  Meski ada isu lingkungan, isu ekonomi, dan isu produktivitas, akibat proses yang cenderung ekstensifikasi yang dapat merusak lingkungan.

Haryo: Judul memiliki sudut pandang yg berbeda. Dari aspek ekonomi meningkat, tetapi aspek lingkungan dan kesehatan menurun. Limbah yang dihasilkan berbahaya, seperti bagi nelayan, yang mengandung banyak polusi. 

Kalau highlight politik, tergantung siapa elit yang ada diatas sebagai pembuat kebijakan, kenapa batu bara digunakan 70%, sedangkan rasio elektrifikasi yg harusnya sumber daya cadangan bukan yang utama. Sehingga terjadi suatu kesenjangan antara di daerah Batang, NTT, dan wilayah lainnya. Jadi  mengapa memakai batu bara? Karena masyarakat sekitar banyak diintervasi pemangku kekuasaan. Sektor ekonomi hanya menjadi efek ikutan, bukan tujuan utama.

Zaki: Terdapat rencana untuk mengubah bauran energi, sumber dari Menteri ESDM. Tahun 2025 penggunaan batu bara dinaikkan lebih dari 30% untuk mengurangi penggunaan minyak. Rencananya tahun 2025 sudah mulai siap menurunkan batu bara dan pindah ke energi baru terbarukan sebesar 31%.

Haryo: Apakah setelah pakai batu bara akan pakai minyak fosil lagi?

Luthfi : Bukan 2050 mengalihkan energi batubara ke minyak lagi, tapi memakai panas bumi seperti supreme energy yg sudah dibangun beberapa megawatt. Dengan itu dapat menurunkan penggunaan batubara sebelum 2050 secara signifikan.

Christian : Bagaimanakah cost benefit-nya?

Ada alternatif, geotermal yang renewable, panel surya, tenaga angin, tenaga air. Tapi penggunaannya juga sulit, karena ada cost benefit-nya misal tenaga angin panel surya punya kadmium yang bisa mengontaminasi kesuburan tanah dan radiasi yang dapat mengganggu aves atau burung.

Tiaw: Lebih ke dampak lingungkan, memang setiap energi ada trade off, maka sebaiknya pemerintah coba mengontrol corporate social responsibility (CSR). Buat badan independen untuk mengurus CSR dari pusat.

Haryo: Aspek politik itu, tergantung siapa yang diatas, baik 01 atau 02, untuk energi ini tidak akan terlalu diurusi. Kemarin ikut diskusi di teknik, Pak Aas* mendapat jawaban dari Jokowi bahwa "Batu bara terlalu rumit untuk kepentingan di dalam dan luar maka akan lebih concern ke EBT yaitu ke RnD nuklir yang dianggap lebih banyak dampak negatif oleh masyarakat." Pemerintah membangun RNG. Apakah nuklir lebih murah per kwh? (*: Salah satu panelis debat Capres subtema energy.)

Anggit: Dari awal terlalu khawatir terhadap dampak lingkungan, polusi, dan sebagainya. Padahal pada semua pandangan selalu ada anggapan pada jangka panjang dan pendek. Memang dampaknya akan negatif kalau pendek, kalau panjang ada keterkaitan kurva kuznet, yang berisi jika pertumbuhan ekonomi tinggi, maka kualitas lingkungan akan menurun, tapi kalau GDP efektif, kualitas lingkungan dapat naik. 

Jika sedari tadi membicarakan pemerintah, kenapa tidak mencoba bersuara padahal masyarakat juga punya kekuatan bargaining power. Masyarakat yg turut mengerti akan menambah kepedulian. Di AS ada gerakan green new deal (berkaitan dengan ramah lingkungan), yang intinya tuntutan masyarakat dapat didengar oleh pemerintah. Contohnya mengurangi sendawa peternakan dan penggunaan batubara.

Christian: Energi merupakan domain Negara, karena terkait dengan hajat hidup orang banyak. Meski ramah lingkungan, energi yang digunakan secara masif dapat  menaikkan pengeluaran fiskal pemerintah. Maka sudut pandang ekonomi untuk batubara adalah guna menurunkan pengeluaran fiskal untuk dialokasikan bagi pembangunan. Hanya inovasi yang dibutuhkan Indonesia untuk menjaga keefisienan.

Research and development harus diagendakan untuk masyarakat, logika kita sederhana, maju, kaya dulu, lalu RnD-nya dibangun.

Farrel: Ketika Indonesia belum punya masyarakat yang sejahtera, agenda melakukan penggunaan aset untuk menghasilkan energi terbarukan tentu biayanya besar. Itu belum urgent untuk dilakukan. Misalnya saja untuk pembangunan sudah menuai sentimen negatif dari publik. Bagaimana yang benar? Bersama atau sejahtera dulu?

Anita: APBN in long term mau jadi seperti apa? Private public policy? Maka pemerintah dengan keterbatasan dapat tetap melakukan pembangunan dengan kerjasama swasta. Kendala finansial kurang mumpuni, kita hanya mampu membeli hal hal sepele seperti makanan, rumah yang nyaman. Indonesia dengan negara lain tidak jauh beda jika dilihat dari individu-individunya.

Kesimpulan: Indonesia sebagai emerging market ekonomi untuk pembangunan berkelanjutan yang stabil tentu butuh energi, meski sekarang masih takut dengan dampak jangka pendek yaitu kesehatan dan lingkungan. Tetapi untuk menghindari dampak jangka panjang, dapat dilakukan Research and Development (RnD). RnD sangat diperlukan untuk melakukan pembangunan ekonomi berkelanjutan yang stabil.

FGD Sesi Tambahan

Syarif: Mengenai pembuatan nuklir. Kenapa nuklir? Padahal daerah ring of fire kurang cocok. Sementara itu di daerah tersebut panas bumi lebih mudah ditangani di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

Lina: Selain banyak batubara dan pertambangan lain, kita butuh menilik sumber lain. Nuklir dengan penanganan baik dapat berdampak besar. Indonesia kurang memberdayakan mahasiswa UGM Teknik Nuklir, karena yang bersangkutan malah mengembangkan nuklir di luar negeri. Kalau geothermal sudah ada di Indonesia. Untuk radiologi/kesehatan sudah ada, jadi bisa dikembangkan untuk energi.

Sultan: Stigma nuklir kapan bisa diwujudkan? Tahun berapa? Bagaimana?

Anita: Bisa dikembangkan di Kalimantan, karena jumlah penduduk sedikit dan aman, perekonomian lebih kecil. Meski banyak batu bara, Kalimantan hanya ada sektor pertambangan.

Christian: Potensi nuklir di Papua, Mamuju, dan Singkep, semua macam energi ada resikonya. Jepang saja mengembangkan nuklir. Baik minyak bumi, gas, dan lain lain, juga mempunyai dampak negatif. Karena yg di Porong itu juga terjadi kegagalan.

Syarif: Fokus ke SDM.

Tangkere: Diarahkan jangka panjang, dari investasi dulu dan dimulai public private partnership.

Rama: Pro persepsi masyarakat yang dekat dengan Nagasaki dan Hirosima. Kekhawatirannya berlebihan. Sampai sekarang belum ada rencana menanggulangi, di Jepang bahkan ikan termutasi.

Felicia: Perlu mitigasi bencana di Indonesia, kalau di Jogja ada komunitas tapi hanya gempa bumi. Kalau yang nuklir belum ada, gimana cara menanggulangi bencana. Kalau ke arah radiologi, dilihat dulu mau diarahin kemana, ingin diarahkan ke rumah sakit atau bagaimana, karena banyak macem dan efeknya, kalau tidak hati-hati bisa menyebabkan kanker. Kalau yg nuklir jadi bom, bagaimana efeknya, manfaat  dan efek negatif besar mana.

Zaki: Persepsi masyarakat sarat melihat nuklir itu buruk. Eksposure-nya hanya dilihat dari perang. Kita harus melihat ke Rusia, yang sangat dependent kepada nuklir. Rusia juga nanggung resiko Chernobyl, nuklir yang digunakan untuk perang, yang mitigasinya lebih sulit daripada untuk energi. 

Misal kalau ada sirine, tapi kalau perang tidak ada. Jadi kita harus menimbang counter measures seperti peringatan dini, atau badan koreksi chemical bionomical radioactive nuclear sebagai tim yang merespon hal-hal seperti itu.

Haryo: Mengenai politik, mengingatkan bagaimanapun kondisi suatu Negara, ingin memakai batu bara atau apapun, kalau penguasa masih tergantung pada sektor tambang, kita tidak bisa menyepelekan kebijakan pemerintah yang tidak suportif. 

Hal ini membuat kita tidak bisa melakukan apapun. Rakyat Indonesia sebenarnya punya bargaining power, kita berhak memilih penguasa, kita juga harus sadar pemerintah yang membuat kebijakan. Jadi, semua masih tergantung kepentingan. Kita harus melihat sisi pada jangka pendek dan panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun