Mohon tunggu...
Kastrat BEM UI
Kastrat BEM UI Mohon Tunggu... Freelancer - @bemui_official

Akun Kompasiana Departemen Kajian Strategis BEM UI 2021. Tulisan akun ini bukan representasi sikap BEM UI terhadap suatu isu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Memahami Ulang Kejahatan Jalanan

10 September 2020   17:44 Diperbarui: 10 September 2020   17:40 1641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dikarenakan kejahatan jalanan sering didefinisikan sebagai terjadi di ruang publik, kejadiannya sampai batas tertentu dapat diprediksi, dipantau, dan dicegah dengan menerapkan Routine Activities Theory (Mullins & Kavish, 2013). Siegel menjelaskan contoh-contoh dari motivated offenders dan menjelaskan apa itu hot spot. Contoh dari motivated offenders antara lain remaja laki-laki, pengguna narkoba, dan orang dewasa yang menganggur.

Ketika motivated offenders berkumpul di suatu lingkungan tertentu, lingkungan tersebut akan menjadi hot spot, yaitu lingkungan yang rawan terjadi kejahatan dan kekerasan. Oleh sebab itu, di tempat-tempat yang rawan untuk kejahatan, target kejahatan yang tidak diawasi menjadi tujuan yang menarik bagi para pelaku.

Dengan prinsip-prinsip ini, tidak mengherankan bahwa orang yang tinggal di daerah-daerah dengan kejahatan tinggi pergi larut malam dan membawa barang-barang berharga seperti jam tangan serta melakukan perilaku berisiko seperti minum-minum alkohol tanpa ditemani oleh kerabat atau keluarga untuk mengawasi atau membantu mereka, memiliki peluang besar untuk menjadi korban kejahatan.

Selain itu, beberapa hal dapat saling berkaitan dalam suatu tindak kejahatan jalanan. Menurut Arthur Josias Simon Runturambi, dosen Kriminologi Universitas Indonesia, tiga hal yang saling berkaitan dalam tindak kejahatan jalanan adalah pelaku, aparat penegak hukum, dan situasi di lapangan (CNN Indonesia, 2018). Beliau mengatakan pelaku akan melihat situasi pengamanan yang dilakukan aparat di lokasi-lokasi yang dinilai rawan.

Situasi di lokasi tersebut akan berhubungan dengan waktu beraksi yang akan mereka lakukan. Pelaku memanfaatkan kendurnya pengamanan, terutama di lokasi-lokasi yang sudah dipantau, serta menentukan waktu yang tepat untuk melakukan aksinya. Menurut Josias, yang harus dijadikan perhatian dari aksi kejahatan jalanan adalah apakah kejahatan itu memang terjadi di lokasi rawan kriminal atau tidak. Jika kejahatan jalanan masih terjadi di lokasi rawan, maka pengawasan polisi pun dipertanyakan.

Dengan mengetahui tiga hal tersebut serta faktor-faktor penyebab kejahatan jalanan, seharusnya upaya untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan jalanan dapat dilakukan.


"Para kriminolog harus memusatkan upayanya pada pembuatan kebijakan yang membahas apa yang ditakuti publik, yaitu kejahatan jalanan 'predator' seperti perampokan, penyerangan, perampokan, pencurian dan sebagainya, yang dilakukan oleh orang asing." (McLaughlin, E., & Muncie, J., 2012)

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa kejahatan jalanan membuat publik takut sehingga diperlukan kebijakan sebagai upaya untuk mencegah dan menanggulanginya. Pencegahan kejahatan dapat dilakukan melalui pendekatan Situational Crime Prevention atau SCP (Felson, 1998). Marcus Felson mengemukakan poin utama dari SCP, yaitu:

"Pencegahan kejahatan situasional sangat terfokus pada pencegahan kejahatan di sini dan saat ini. Ini praktis, bukan utopis. Kurangi dorongan untuk melakukan kejahatan dengan membuat target kejahatan 'less rewarding' dengan cara meningkatkan risiko, upaya, dan rasa bersalah yang terkait dengan kejahatan. Pencegahan situasional umumnya tidak menggantikan kejahatan di tempat lain. Memang, pencegahan kejahatan sering mengarah pada 'difusi manfaat', mengurangi kejahatan bahkan di luar pengaturan langsung." (Felson, 1998).

Selain itu, Patenaude juga menjelaskan dalam artikel jurnalnya mengenai SCP, yaitu :

"SCP mengikuti konsep ruang yang dicetuskan oleh kriminolog Oscar Newman, yaitu desain dan struktur area yang dibangun dapat mengurangi kejahatan; dan juga pada anggapan pengurangan peluang dari sosiolog Ronald Clarke, dengan berpendapat bahwa pendekatan spesifik dapat menurunkan risiko kejahatan dengan menghilangkan/mengurangi peluang. Clarke sendiri berpendapat bahwa SCP didasarkan pada tiga anggapan: (1) sebagian besar tindakan kriminal memerlukan konvergensi motivated offenders, potential victims, dan a lack of suitable guardians (Routine Theory Activity); (2) banyak jenis kejahatan bersifat oportunistik; dan (3) sebagian besar pelanggar membuat pilihan rasional yang menghitung risiko deteksi, upaya yang terlibat, dan keuntungan dan/atau kerugian yang terkait dengan tindakan yang mereka pilih." (Patenaude, 2013).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun