Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ Mohon Tunggu... Ditjen Kajian Aksi Strategis BEM FISIP Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Akun Kompasiana Direktorat Jenderal Kajian Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Kabinet Astana Bimantara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat: Operasi Tunda Pemilu dan Pembangkangan terhadap Konstitusi

26 Maret 2023   20:56 Diperbarui: 26 Maret 2023   21:23 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adanya unsur kesalahan;

  • Terpenuhinya hubungan kausal antara pmh yang menyebabkan kerugian tersebut. 

  •              Dalam kasus di atas dapat disimpulkan bahwa Majelis Hakim telah mengabulkan untuk menunda pemilu selama 2 tahun 4 bulan 7 hari, putusan ini sama sekali tidak berkaitan dengan hukum privat yang seyogyanya mengatur antara orang perseorangan. Ranah pemilu merupakan ranah bagi masyarakat luas. Sehingga, dalam hal permasalahan pemilu seharusnya diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

           Hiruk pikuk situasi menjelang tahun politik 2024 merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Tidak selamanya proses penyelenggaraan pemilu berjalan dengan lancar. Akan selalu ada kemungkinan terjadi hambatan dalam penyelenggaraan pemilu, baik saat pemilu berlangsung, maupun sebelum pemilu berlangsung. Permasalahan terkait dengan ketidakpuasan terhadap keputusan penyelenggara pemilu, pelanggaran pidana, maupun pelanggaran administratif merupakan permasalahan yang biasa dikenal dengan sebutan sengketa pemilu (Anwar, 2019, 75). Pada pemilu 2024, terdapat sengketa pemilu bahkan sebelum proses pemilu itu berlangsung. Sengketa pemilu tersebut berasal dari putusan kontroversial dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang penundaan proses pemilu 2024, dimana Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) mengajukan gugatan perdata kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas verifikasi yang dilakukan oleh KPU, yang menyebabkan Partai Prima tidak lolos dan tidak dapat mengikuti Pemilu 2024 (Fazlur, 2023). Setelah putusan tersebut dikeluarkan pada tanggal 2 Maret 2023, berbagai komponen masyarakat Indonesia banyak yang mengkritik putusan tersebut. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dinilai telah melanggar yurisdiksi dengan memutuskan suatu perkara yang semestinya tidak ditangani oleh Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri tidak memiliki kewenangan untuk memutus hal terkait dengan pemilu, dikarenakan masuk ke dalam ranah Pengadilan Tata usaha Negara (PTUN), bukan Pengadilan Negeri (PN). Apa yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak sesuai dengan konstitusi dan harus ditindak secara tegas oleh Komisi yudisial serta Mahkamah Agung untuk memeriksa hakim terkait.

           Gugatan dari Partai Prima ini bukan merupakan gugatan pertama. Sebelumnya, Partai Prima pernah mengajukan gugatan terkait hasil verifikasi administrasi partai peserta pemilu ke Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum). Permohonan tersebut diajukan di Bawaslu pada tanggal 20 Oktober 2022 dengan 3 (tiga) petitum. Petitum pertama, mereka meminta Bawaslu menjatuhkan putusan yang menyatakan bahwa KPU telah melakukan pelanggaran administrasi pemilu terhadap Partai Prima. Kedua, mereka meminta Bawaslu menyatakan Partai Prima sebagai peserta pemilu 2024. Petitum ketiga, Partai Prima meminta Bawaslu memerintahkan KPU untuk melakukan perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme pada tahapan Pemilu berupa penetapan Partai Prima sebagai partai politik peserta pemilu 2024 (Akbar, 2023). Sementara itu, KPU menyatakan bahwa mereka telah melakukan verifikasi administrasi perbaikan secara benar sesuai putusan Bawaslu. Oleh karena itu, KPU meminta kepada Bawaslu untuk menolak gugatan Prima, sehingga  permohonan sengketa tersebut ditolak melalui putusan Bawaslu. 

         Setelah permohonan gugatan tersebut ditolak oleh Bawaslu, Partai Prima mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta pada tanggal 30 November 2022 terkait berita acara hasil verifikasi administrasi. PTUN Jakarta mengeluarkan ketetapan dismissal terkait gugatan tersebut (Rahayu, 2023). PTUN Jakarta mengeluarkan ketetapan dismissal yang substansinya menyatakan bahwa PTUN Jakarta tidak berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tersebut. 

          Tidak hanya itu, Partai Prima juga mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat pada tanggal 8 Desember 2022 dengan objek gugatan yaitu dirugikannya Partai Prima atas tindakan KPU saat proses verifikasi administrasi. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) dan merugikan Partai Prima sehingga KPU harus membayar ganti rugi sebesar Rp 500 juta, serta melaksanakan sisa tahapan pemilu kurang lebih 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan dan 7 (tujuh) hari sejak putusan dibacakan. Artinya, pemilu yang seharusnya dilaksanakan pada 14 Februari 2024 ditunda ke Juli 2025. 

            Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas perkara perdata yang digugat oleh Partai Prima dapat segera dieksekusi karena terdapat amar putusan yang menyatakan bahwa "Putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta-merta (uitvoerbaar bij voorraad)". Kendati demikian, eksekusi baru bisa dilaksanakan setelah Partai Prima mengajukan permohonan eksekusi terhadap Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Setelah itu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan meminta izin eksekusi kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jika diizinkan, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan membuat surat penetapan eksekusi. 

          Partai Prima menunda permohonan eksekusi dan mengusulkan opsi damai kepada KPU. Partai Prima menyatakan akan mencabut gugatannya yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan syarat KPU harus menetapkan Partai Prima sebagai peserta pemilu 2024. Namun, KPU jelas menolak karena opsi damai tersebut tidak diatur dalam UU Pemilu. KPU memilih untuk menghadapi gugatan Partai Prima lewat jalur hukum. Melalui hal itu, KPU akhirnya mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut pada Jumat, 10 Maret 2023. Selanjutnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta akan memutuskan untuk menerima atau menolak banding KPU. Jika diterima, putusan penundaan Pemilu pun akan gugur.         

                     Jika dilihat dari ketiga lembaga di atas, baik itu Bawaslu, Pengadilan Tata Usaha Negara, maupun Pengadilan Negeri, yang menyetujui gugatan Partai Prima hanya Pengadilan Negeri. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 22E Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, menyebutkan bahwa konstitusi tertinggi di Indonesia yang harus dimaknai sebagai norma yang wajib ditaati oleh seluruh komponen negara. Konstitusi tidak dapat diubah hanya karena alasan politik yang dimana hanya membawa dampak terhadap beberapa pihak (Setiawan, 2022, 199).

             Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyetujui gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), dimana KPU digugat untuk mengganti rugi sebesar Rp 500 juta serta melakukan penundaan pemilu yang menimbulkan polemik di masyarakat. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU untuk menunda tahapan Pemilu tahun 2024 dinilai sangat tidak relevan. Gugatan yang diajukan oleh Partai Prima terhadap KPU disebabkan karena Partai Prima merasa dirugikan dalam tahapan dan verifikasi partai politik calon peserta pemilu 2024. Saat tahapan verifikasi administrasi, Partai Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan sehingga tidak dapat diproses ke tahapan verifikasi faktual. Pada intinya, gugatan ini hanya menyoal pada tahapan verifikasi faktual partai politik peserta Pemilu 2024, sehinggq tidak ada penjelasan kausalitas yang rasional antara gugatan dari Partai Prima terhadap KPU (Farisa, 2023).

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    7. 7
    8. 8
    9. 9
    10. 10
    11. 11
    12. 12
    13. 13
    14. 14
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Hukum Selengkapnya
    Lihat Hukum Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun