Mohon tunggu...
Rizki Subbeh
Rizki Subbeh Mohon Tunggu... Guru - SAYA ADALAH SEORANG GURU

Dekonstruksi Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Penggendong Pot Tua

14 Maret 2018   00:49 Diperbarui: 14 Maret 2018   01:00 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Semua hasil tetap nihil, sosok itu terus berkelana hingga enam bulan lamanya. Kecemasan staf desa akan keresahan warga membuat panik, hingga Pak Darwin mengusulkan kasus ini harus bekerja sama dengan desa-desa yang mengalami kasus yang sama. Suatu ketika akhir pekan telah terjadi rapat besar yang melibatkan staf-staf desa yaitu desa Grigis, desa Plamen, desa Durin dan desa Sari. 

Semua staf di undang termasuk Kades, rapat ini membahas tentang kasus yang di alami oleh warga setiap desa, yang menghasilkan kerjasama dengan mengadakan ronda secara besar-besaran, yang nanti akan melibatkan seluruh warga desa yang bersatu dalam setiap minggu yang terjadwal pada sosok penggendong pot tua yang muncul di setiap desa artinya ronda ini akan terjadi pada minggu pertama di desa Grigis hingga minggu selanjutnya di desa lain.

Minggu pertama ronda itu dilakukan di Desa Grigis seluruh warga di desa yang bersangkutan berkumpul dan ditambah lagi dari warga desa Plamen, desa Durin dan desa Sari dan beberapa staf desa juga melakukan ronda. 

Usaha itu tidak ada hasil, hingga minggun pertama sudah terlewatkan, giliran desa Plamen beronda diminggu kedua pada bulan Desember 2010. Berbagai macam kalangan berkumpul di desa Plamen, setiap jam mereka berkeliling di setiap sudut desa. Ada yang melihat sosok itu, akan tetapi selalu bisa menghilangkan diri, sepertinya dia bisa menyatu dengan kabut yang menyelimuti makam di desa Plamen. 

Warga selalu terkeco dengan penggendong pot tua tersebut, berbagai usaha sudah di lakukan namun hasil tetap saja  seperti yang sudah terjadi sebelumnya. Desa Durin pun menjadi kalang kabut meski banyak bantuan warga dari beberapa desa, hasilnya pun masih tetap sama, hingga para staf memiliki rencana untuk mengepung di kuburan desa Sari di minggu ke empat. 

Kala itu malam yang hening berselimut kabut tebal di pemakaman umum desa Sari, dingin yang menghentak menerjang kulit warga mencabik-cabik pori-pori. Burung hantu yang berdiri di beringin sebelah tugu pemakaman dengan bunyi khas membuat malam semakin seram, bulu kuduk pun berjoget pada kulit setiap warga yang menjaga di sekitar kuburan. 

Terlihat jubah coklat yang melintas ingin menyebrang jalan menuju ke tugu pemakaman, warga pun bersiap-siap meski dalam hatinya masih tergetar rasa takut melihat sosok itu memasuki kuburan desa Sari. 

Dalam sekejap warga memasuki makam setelah sosok penggendong pot tua masuk dengan pelan-pelan. Masih tercium bau bunga kamboja di sekujur tubuhnya, entah apakah dia makhluk halus atau siapa, yang jelas bau bunga yang menyelimuti membuat bulu kuduk dan hati warga resah. Ratusan warga mengitari sosok penggendong pot tua, awalnya tidak ada yang berani mendekat bahkan mendekapnya. Tubuh warga seperti lumpuh tidak ada tulang yang diselimuti daging tubuh, semua lemas berkeringat, keringat dingin mengucur pada setiap warga yang mengelilingi sosok aneh tersebut. 

Penggendong pot tua itu sudah mengetahui jika dirinya sudah terkepung, tetapi dia tidak berusaha melawan, hanya terdiam terhenti seperti orang kebingungan. "ampun,ampun" suara rintihan tangis nenek Lea yang telah terkepung oleh warga di pemakaman desa Sari, duduk di atas nisan dengan wajah yang masih tertutup oleh jubah coklatnya. 

Ketika itu pula Kades desa Sari membuka juba pada mukanya, terpental semua melihat seorang nenek tua yang ada pada juba tersebut. Dia pun di seret pada pos ronda, seorang warga yang kesal sesekali menggebukinya, Pak Kades langsung melarang akan penghakiman ini, dia juga melihat sudah keriput termakan usia nenek penggendong pot tua itu. 

Mendekat secara perlahan Pak Kades mulai menanyakan sedang apa beliau berkeliaran di tengah malam melintasi kuburan dengan menggendong pot tua di dadanya. Dia sudah berumur 78 tahun, nenek Lea masih bisa beraktifitas menusuri jalan desa dari desa satu ke desa yang lain, hidupnya hanya sebatangkara anak cucu tak menghiraukan nenek Lea, suami yang setiap saat menemani dalam perjalanan langkah nenek telah berpulang terlebih dahulu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun