Mohon tunggu...
Kartika Budiarti
Kartika Budiarti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahasa Kedua sebagai Bentuk Identitas Baru

3 Mei 2021   21:37 Diperbarui: 3 Mei 2021   21:43 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Nih gue ngomong bahasa indonesia, oke!" ucapnya dengan nada tinggi sambil tertawa. Hal ini pun mengundang banyak tanggapan seragam pada kolom komentarnya. "Kak Niki medok banget", "aduh mbak niki", "Damn Niki, nyablak". Komentar seperti ini muncul karena sosok NIKI dikenal sebagai seseorang yang puitis, lembut, dan memiliki suara yang dalam saat berbahasa inggris. Kejadian ini membuktikan bahwa perbedaan identitas dari perbedaan bahasa yang digunakan bukan hanya bisa dirancang oleh si pengguna, namun juga orang-orang yang menyaksikannya.

Bahasa yang Berbeda Memiliki Kesan dan Pengalaman yang Berbeda

Peneliti dari Penn State University mengungkapkan bahwa setiap kali seseorang mempelajari bahasa baru, mereka akan menghubungkan bahasa tersebut dengan suatu kejadian atau pengalaman yang berbeda. Misalnya dengan satu kata yang sama artinya dari bahasa yang berbeda, seseorang akan mengingat pengalaman dari beberapa tahun lalu ketika mendengarnya dalam bahasa pertamanya, sedangkan Ia akan mengingat kejadian dari 2 hari lalu ketika mendengar kata itu dalam bahasa keduanya.

Selain itu, peneliti mengemukakan dalam psikoterapi para pasien dengan trauma dapat lebih mudah mengungkapkan perasaan dan menceritakan ulang kejadian yang mereka alami dalam bahasa kedua mereka karena penggunaan bahasa kedua menimbulkan emosi yang berbeda meskipun kalimat yang digunakan memiliki arti yang sama.

Para remaja yang memahami lebih dari satu bahasa menyadari hal tersebut secara tidak langsung saat berkomunikasi. Contohnya saat merasa sakit hati, mungkin saja kalimat "aku merasa sangat sakit, rasanya seperti jantungku ditusuk seribu kali" malah terkesan sadis dan menyeramkan dibanding kalimat "It's so painful, I feel like being stabbed in the heart a thousand times" yang terkesan menyedihkan dan dramatis.

Fenomena kenyamanan dalam berbahasa asing ini tidaklah sepenuhnya buruk. Kemampuan untuk mendalami rasa dari setiap bahasa yang dikuasai diharapkan dapat membantu seseorang membentuk karya-karya tersendiri. Seperti halnya Agnes Monica yang populer di Indonesia dengan lagunya yang sendu dan menyayat hati, namun ketika masuk ke kancah internasional ia membentuk identitas baru dengan nama panggung Agnezmo dan mengubah nuansa lagunya menjadi lebih enerjik dan lebih ringan didengar.

Sumber:

theconversation

trebinshunhouse

*artikel ini ditulis untuk memenuhi tugas ujian tengah semester mata kuliah Bahasa Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun