Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Cerpen: Hajat

10 Mei 2021   20:46 Diperbarui: 10 Mei 2021   20:56 1093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Twitter DewaRipuh_id

~Amit mbah, putune lewat. Demit ra ndulit. Setan ra doyan~

Surya berjalan gontai. Sial betul dia malam itu. Marzuki dan Kirno sudah meninggalkannya. Padahal mereka pergi bertiga ke lapangan misbar (gerimis bubar). 

Jamu Cap Ayam menayangkan film melalui layar tancap "Naga Bonar" . Film patriotik dengan pemeran utama Deddy Mizwar. 

Maklumlah di bulan agustus, sesuai betul film itu. 

Tapi Jamu Cap Ayam rupanya menayangkan dua film. Film yang sudah lama dinanti oleh Surya, karena ia penggemar berat Suzanna. Film Sundel Bolong sudah berapa kali ditonton oleh Surya. Tapi ia tak pernah bosan. 

"Sur, ini sudah keempat kalinya kita nonton film ini. Bosan, kami pulang duluan ya. Hampir jam sebelas. Bisa habis aku dipukul Romo kalo pulang lewat tengah malam", ucap Kirno yang merengek mengajak Surya pulang. 

" Ah... Seru, ngomong aja kalian takut, ya kan, Ki? "sergah Surya. 

Marzuki langsung merasa tersinggung. Tanpa banyak kalimat ia menggeret Kirno pulang tanpa pamit ke Surya. 

Jelas Surya kesal dengan ulah teman-temannya itu. 

" Halah... Apa salahnya sekali-kali pulang larut malam. Dasar penakut"umpat Surya. 

Ia tak bergeming, matanya menatap ke arah layar tancap. Apalagi sudah semakin sedikit orang di lapangan itu. Jadi tak banyakb penghalang ia menonton. 

Ia menikmati film itu sambil mengunyah kacang rebus berbungkus koran bekas dan es hoya yang dibungkus plastik. 

Layar tancap pun usai. Hanya beberapa puluh orang di lapangan. 

Surya celingak-celinguk berharap melihat ada warga satu RT dengannya. 

Waktu sudah lewat dari jam satu dan  mulai gerimis. 

"Sial, kok gak ada orang yang searah jln denganku sih".

Hujan tidak menderas, tetapi angin vertiup cukup kencang membuat suasan malam makin dingin. 

Surya merasakan begitu dingin karena tubuhnya hanya berbalut kaos bermerk. Merk Semen Baturaja dengan bahan yang begitu tipis. 

Sambil bersungut Surya berjalan pulang. Sendirian meski hujan masih mengguyur. Tak ada pilihan, jika pun berteduh ada rasa kuatir hujan akan lebih deras. 

Suara burung spekuk mencari mangsa terdengar dari kejauhan. Kelebatan kampret yang merontokkan buah-buahan sekitarnya. 

"Sial, kenapa harus kebelet sekarang sih? " umpat Surya. 

Rumahnya masih jauh, masih sekitar setengah jam lagi. Efek minum es dan dinginnya hujan tampaknya membuat Surya tak mampu menahan lagi buang air kecil. 

Tak ada jalan lain, ia harus buang hajat di situ. Toh tak ada yang melihat diantara rerimbunan pohon pisang. 

Jalan bersemak membuat Surya agak keder. Ia bergumam "amit mbah, putune lewat,
demit ra ndulit setan ra doyan".

Dekat pohon pisang, Surya memelorotkan kolornya. Sambil berdiri dan bersiul ia buang air kecil. 

Setelah selesai ia menggoyang-goyangkan kepalanya dan pinggulnya. Sial, sekarang malah ia ingin BAB. 

"Ah, kepalang tanggung, sekalian buang di sini" gumam Surya. 

Ia bersiul menghilangkan rasa sepi dengan sesekali bersenandung. 

"Makan apa tadi sampe mules gini" umpat Surya. 

Saat selesai, Surya baru menyadari kalo ia perlu membersihkan diri. Ia melihat di depannya sepotong kayu yang berlumuran tanah. 

Ah... Ternyata sepotong tulang.

"Sudahlah kepalang tanggung" omel Surya. 

Ia menggunakan tulang tadi untuk membersihkan sisa pencernaan yang masih melekat pada bagian belakang tubuhnya itu. 

"Lega... " Ucap Surya. Ia berdiri membenahi kolornya dan berjalan dengan bersiul. 

Hanya beberapa langkah dari sana, kepalanya dilempar sesuatu. 

Ya tulang yang ia pakai untuk membersihkan ampas hidupnya itu melayang dan mengenai tepat kepala bagian belakangnya. Tepat di lokasi hypotalamus dilindungi tempurung kepalanya. 

Surya spontan menoleh, di tempat ia buang hajat tadi sesosok tubuh berbungkus kain putih terlihat jelas. 

Surya ketakutan dengan terbata-bata ia mengucapkan kalimat "amit mbah, putune lewat,demit ra ndulit setan ra doyan".


Tapi di hadapannya, muncul sosok hitam tinggi besar berbulu lebat menamparnya. 

" Plak"

Surya merasa pengang lalu pingsan. 

Ia siuman di pagi hari, 

"Hoyong... Hoyong"teriaknya. 

Ia bangkit dan lari sekuat tenaga berlari ke arah rumahnya. 

Di jalan ia ditabrak sepeda onthel Mbah Dirja, yang akan berangkat kerja di lapangan golf di kota. 

"Surya, mabok kamu ya? "bentak Mbah Dirja. 

Surya meraung "Awit wah, putune wewat,

Memit ra ndulit setan wa dowan" ucapnya berulang-ulang

Mbah Dirja pun kaget melihat mulut Surya mengot. 

" Istighfar, Sur" Perintah Mbah Dirja. 

Surya masih saja mengucapkan kalimat "

Awit wah, putune wewat. Demit ra ndulit setan wa dowan".

Mbah Dirja beristighfar, membaca alfatiha dan ayat kursyi, syahadat dan shalawat lalu menampar Surya. 

"Astaghfirullah"teriak Surya lugas karena seketika mulutnya seperti sedia kala. 

Surya pun menceritakan kejadian yang diamalinya. 

"Surya, makanya kalo lagi pelajaran fiqh itu jangan bercanda. At Thaharo itu pelajaran dasar yang harus kamu tahu sebelum akil baligh"omel Mbah Dirja. 

"Buang hajat gak  boleh sembarangan, demit aja marah dengan kelakuan mu yang ngalahin seta "Sambung Mbah Dirja. 

"Pulang sana"perintah Mbah Dirja. 

Surya berjalan gontai, ia tidak pernah pulang sepagi itu. Mamaknya pasti telah cemas semalaman. 

Semalam ia telah ditampar gendoruwo, baru saja ia ditampar Mbah Dirja. 

Tak terbayang apa hukuman dari Mamaknya yang jika merawatnya selembut Mikail, tapi kalo sudah marah begitu mengerikan. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun