Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lima Upaya Menata Ulang Pendidikan Nasional, Jangan Sampai Jauh Panggang dari Api!

13 Oktober 2025   07:11 Diperbarui: 13 Oktober 2025   07:11 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Mendikdasmen Abdul Muti  berbincang dengan siswa saat kunjungan kerja di SDN Cimahi Mandiri 1, Cimahi, Jabar, (22/9/2025). Foto: Republika.co.id

Lima Upaya Menata Ulang Pendidikan Nasional, Jangan Sampai Jauh Panggang Dari Api!
“Pendidikan bukan sekadar program, tetapi cermin keadilan sosial yang hidup di setiap ruang kelas.”

Oleh Karnita

Ketika Pendidikan Kita Menyentuh Akar Permasalahan

Apakah mungkin kualitas pendidikan benar-benar naik hanya dengan program rutin dan slogan optimistis? Pertanyaan itu menggelitik benak ketika membaca berita bertajuk “Abdul Mu'ti Ungkap 5 Strategi Tingkatkan Kualitas Pendidikan” yang dimuat di Republika.co.id, Kamis, 9 Oktober 2025. Berita tersebut menyoroti langkah Mendikdasmen Abdul Mu’ti yang menyampaikan lima strategi besar peningkatan mutu pendidikan nasional.

Dalam kunjungan kerjanya ke Kota Batu, Jawa Timur, Abdul Mu’ti menyebutkan strategi yang mencakup beasiswa bagi guru non-D4/S1, peningkatan sarana, sertifikasi, integrasi kecerdasan buatan (AI), serta tes kemampuan akademik (TKA). Di tengah kondisi pendidikan yang sering terjebak pada tataran administratif, langkah-langkah itu terasa segar dan menyentuh akar masalah. Bukan sekadar wacana, melainkan indikasi keseriusan untuk memperbaiki fondasi sumber daya manusia Indonesia.

Sebagai pembaca dan pemerhati pendidikan, saya tertarik karena wacana ini menyentuh dimensi strategis—guru, sarana, teknologi, dan evaluasi—yang selama ini berjalan parsial. Relevansinya semakin terasa ketika dunia pendidikan tengah berhadapan dengan krisis kepercayaan publik akibat ketimpangan akses dan rendahnya kesejahteraan guru. Maka, strategi Abdul Mu’ti perlu kita telaah secara mendalam: apakah ini sekadar daftar program, atau awal dari pembenahan sistemik yang sejati?

1. Beasiswa Guru: Menyentuh Sumber Daya di Garis Depan

Salah satu langkah paling konkret dari lima strategi tersebut ialah pemberian beasiswa bagi guru yang belum bergelar D4 atau S1. Sebanyak 150 ribu kuota disiapkan pada tahun 2026, melonjak tajam dari 12.500 penerima tahun sebelumnya. Program ini lebih dari sekadar subsidi; ia adalah bentuk keadilan pendidikan bagi para pendidik yang selama ini tertinggal dalam jenjang formal.

Guru adalah ujung tombak sistem pendidikan, tetapi ironisnya banyak yang masih belum memperoleh kesempatan akademik memadai. Dengan beasiswa Rp3 juta per semester, pemerintah berupaya menghapus sekat antara idealisme profesi dan keterbatasan ekonomi. Bila dijalankan transparan dan merata, langkah ini bisa menjadi katalis transformasi kualitas pengajaran di daerah-daerah 3T.

Namun, di balik optimisme itu, ada tantangan besar. Seleksi penerima beasiswa harus berbasis kebutuhan dan kinerja, bukan sekadar kuota administratif. Pendidikan guru seharusnya menumbuhkan kompetensi reflektif dan adaptif, bukan sekadar menambah gelar. Seperti kata Ki Hadjar Dewantara, “Guru sejati bukan hanya pengajar, tetapi penuntun jiwa.”

2. Sarana dan Prasarana: Dari Gedung Menuju Gawai Interaktif

Kemendikdasmen juga menargetkan renovasi 16.111 satuan pendidikan dan pemberian perangkat pembelajaran digital berupa interactive flat panel (smartboard). Di era pascapandemi, langkah ini menjadi penting sebagai bentuk modernisasi ruang belajar yang relevan dengan generasi digital.

Meski demikian, pembaruan sarana tidak boleh berhenti pada wujud fisik atau teknologi canggih. Pendidikan yang bermakna menuntut pemanfaatan sarana itu secara kreatif dan kontekstual. Gawai digital hanya sebaik guru yang menggunakannya. Tanpa pelatihan yang memadai, smartboard bisa berakhir sebagai hiasan kelas, bukan alat belajar aktif.

Program ini perlu dibarengi dengan penguatan literasi digital bagi guru dan siswa. Integrasi teknologi seharusnya mendorong kolaborasi, bukan menambah kesenjangan antarwilayah. Inilah tantangan strategis: bagaimana menjadikan teknologi sebagai jembatan pemerataan, bukan simbol kemewahan pendidikan urban.

3. Tunjangan dan Kompetensi: Mengembalikan Martabat Profesi Guru

Abdul Mu’ti juga menyoroti pentingnya tunjangan sertifikasi dan peningkatan kompetensi guru. Langkah ini menunjukkan kesadaran pemerintah bahwa kualitas pendidikan tak mungkin tumbuh di atas kesejahteraan yang timpang. Guru yang sejahtera lebih siap mendidik dengan hati dan visi.

Program pelatihan mencakup pembelajaran mendalam, bimbingan konseling, serta penguasaan koding dan AI. Ini menandai transformasi paradigma dari pengajaran berbasis hafalan menuju kompetensi abad ke-21. Namun, pelatihan hanya efektif bila disertai sistem evaluasi dan tindak lanjut yang berkelanjutan.

Martabat guru tidak semata diukur dari tunjangan, tetapi dari penghargaan sosial yang melekat pada profesinya. Di sinilah peran pemerintah dan masyarakat: menumbuhkan ekosistem yang mendukung, bukan menghakimi. Seperti kata Paulo Freire, “Pendidikan sejati lahir dari dialog, bukan dari dominasi.”

4. AI dan Koding: Menyiapkan Anak Bangsa Hadapi Dunia Baru

Integrasi AI dan koding ke dalam kurikulum mencerminkan kesadaran baru: dunia pendidikan harus sejalan dengan perubahan zaman. Di tengah revolusi digital, penguasaan logika pemrograman dan kecerdasan buatan bukan lagi keahlian khusus, melainkan kebutuhan dasar.

Namun, penerapan AI di sekolah menuntut keseimbangan antara inovasi dan nilai kemanusiaan. Teknologi yang tidak diimbangi dengan etika bisa melahirkan generasi mekanis tanpa empati. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus berjalan beriringan dengan literasi digital.

Program pelatihan bagi guru dan siswa dalam bidang ini menjadi langkah maju, tetapi diperlukan kurikulum adaptif agar AI tidak sekadar dikenalkan, melainkan dimaknai. Pendidikan modern tidak boleh kehilangan sisi humanisnya—di sinilah tantangan terbesar kebijakan Abdul Mu’ti ke depan.

5. Tes Kemampuan Akademik: Mengukur dengan Adil, Bukan Menghakimi

Langkah terakhir yang disampaikan Abdul Mu’ti ialah penerapan Tes Kemampuan Akademik (TKA) bagi siswa SMA pada November 2025, serta SD dan SMP pada Maret 2026. Tujuannya untuk menilai capaian akademik secara objektif, sekaligus menumbuhkan motivasi belajar.

Namun, sistem evaluasi semacam ini harus berhati-hati agar tidak mengulang kesalahan masa lalu: menjadikan ujian sebagai beban, bukan sarana refleksi. TKA harus dirancang adaptif, berorientasi pada pemetaan potensi, bukan sekadar angka. Ketika penilaian menjadi alat untuk memahami, bukan menghakimi, di situlah pendidikan menemukan maknanya.

Evaluasi yang adil akan menumbuhkan budaya belajar yang sehat. Di sinilah esensi reformasi pendidikan yang diimpikan: siswa yang berpikir kritis, bukan sekadar pencari nilai.

Penutup: Dari Strategi Menuju Transformasi Nyata

Strategi lima langkah Abdul Mu’ti ibarat peta jalan baru pendidikan nasional: konkret, terukur, dan bernapas masa depan. Namun, setiap strategi hanya berarti jika dijalankan dengan keberpihakan pada kualitas, bukan sekadar kuantitas. Pendidikan sejati adalah gerakan panjang yang menuntut konsistensi, kolaborasi, dan kesadaran moral kolektif.

Seperti pernah diungkapkan Nurcholish Madjid, “Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia.” Maka, keberhasilan lima strategi ini bergantung pada sejauh mana kita memanusiakan para pendidik dan peserta didik di dalamnya. Bila dilaksanakan dengan hati, strategi ini bukan sekadar kebijakan, melainkan tonggak baru menuju Indonesia yang tercerahkan. Wallahu a'lam

Disclaimer:

Artikel ini merupakan analisis independen atas pemberitaan publik dan tidak mewakili pandangan resmi institusi mana pun.

Daftar Pustaka:

  1. Hasanul Rizqa. (2025, 9 Oktober). Abdul Mu’ti Ungkap 5 Strategi Tingkatkan Kualitas Pendidikan. Republika.co.id. https://www.republika.co.id/berita/strategi-pendidikan-abdul-muti
  2. Kompas.com. (2025, 22 September). Abdul Mu’ti Tinjau Digitalisasi Pembelajaran di Cimahi. https://www.kompas.com/pendidikan
  3. CNN Indonesia. (2025, 10 Oktober). Mendikdasmen Fokus pada Peningkatan Kompetensi Guru. https://www.cnnindonesia.com/nasional
  4. Liputan6.com. (2025, 11 Oktober). Beasiswa Guru: Harapan Baru Dunia Pendidikan. https://www.liputan6.com/edukasi
  5. Detik.com. (2025, 9 Oktober). 5 Fokus Abdul Mu’ti untuk Sekolah Indonesia. https://www.detik.com/edukasi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun