Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Teladan Nabi Muhammad Menyikapi Kritik, Masih Relevan di Era Demokrasi Modern?

15 September 2025   19:52 Diperbarui: 15 September 2025   19:52 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Teladan Nabi Muhammad Menyikapi Kritik, Masih Relevan di Era Demokrasi Modern?

"Kesabaran adalah perhiasan jiwa, bukan tanda kelemahan."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Bagaimana seharusnya kita bersikap ketika menghadapi kritik, tuduhan, atau perlakuan yang kasar? Pertanyaan ini kembali relevan ketika Republika (29 Agustus 2025) menurunkan laporan berjudul Teladan Nabi Muhammad SAW Saat Menyikapi Kritik. Isinya mengingatkan bahwa Nabi SAW menghadapi ujian kritik, namun tetap merespons dengan penuh kearifan.

Fenomena ini terasa urgen ketika kita melihat eskalasi sosial di tanah air. Pada hari yang sama, unjuk rasa di Semarang berakhir ricuh setelah seorang pengemudi ojek online meninggal akibat tertabrak mobil taktis. Gas air mata, amarah massa, hingga kemarahan publik menjadi cermin rapuhnya kontrol emosi dalam ruang publik kita.

Penulis tertarik mengulasnya karena nilai yang diajarkan Nabi SAW tetap abadi lintas zaman. Teladan beliau mengajarkan cara elegan menghadapi kritik, bahkan dari lawan yang keras kepala sekalipun. Relevansi ajaran ini semakin terasa saat masyarakat modern sering terjebak dalam sikap defensif, reaktif, bahkan destruktif ketika menerima kritik.

1. Kritik Kasar yang Dibalas Senyum

Nabi Muhammad SAW pernah ditarik kasar jubahnya oleh seorang rabi Yahudi bernama Zaid ibn Sun’ah yang menagih utang. Ucapan yang dilontarkan pun kasar, menyebut Nabi membuang-buang waktu. Umar bin Khattab, sahabat Nabi, sempat marah dan hampir bertindak keras.

Namun, Nabi tidak membalas dengan kemarahan. Beliau justru menegur Umar agar bersikap lebih baik, lalu menasihatinya untuk mengingatkan Nabi melunasi utang tepat waktu. Sikap ini menunjukkan keteladanan dalam menghadapi kritik, bahkan jika disampaikan dengan cara tidak pantas.

Pelajaran penting dari peristiwa ini adalah kontrol diri. Kritik sekeras apapun tidak sepatutnya dibalas dengan emosi. Justru, respon positif dapat mengubah situasi yang tegang menjadi ruang pembelajaran.

2. Kritik dalam Distribusi Keadilan

Kisah lain datang dari pembagian harta rampasan perang. Nabi SAW memberi bagian lebih besar kepada para mualaf untuk memperkuat iman mereka. Namun, sebagian kaum Ansar merasa tersisih dan mengeluhkan ketidakadilan.

Alih-alih menegur keras, Nabi mengumpulkan mereka. Beliau mengingatkan jasa besar kaum Ansar dalam perjuangan Islam dan menegaskan cinta kasihnya. Kata-kata penuh kasih itu membuat mereka menangis dan puas menerima keputusan.

Kritik yang lahir dari perasaan terabaikan dijawab dengan komunikasi yang menenangkan. Pelajaran ini menekankan pentingnya memahami akar kritik: sering kali bukan substansi, melainkan rasa tidak diperhatikan.

3. Menolak Defensif, Memilih Reflektif

Nabi SAW tidak pernah membalas dendam pribadi. Menurut Aisyah RA, beliau hanya marah jika hukum Allah dilanggar, bukan karena kepentingan pribadi. Inilah ketegasan spiritual yang membedakan antara ego dan prinsip.

Sikap reflektif ini sangat relevan dalam kehidupan modern. Banyak orang gagal membedakan kritik terhadap kinerja dengan serangan pribadi. Akibatnya, muncul sikap defensif yang merugikan diri dan orang lain.

Teladan Nabi SAW mengajarkan: kritik adalah cermin untuk evaluasi, bukan ancaman untuk harga diri. Dengan refleksi, kritik justru bisa menjadi sumber pertumbuhan.

4. Kritik sebagai Jalan Edukasi

Dalam setiap kesempatan, Nabi Muhammad SAW menjadikan kritik sebagai jalan untuk mendidik umat. Beliau tidak hanya menyelesaikan masalah sesaat, melainkan mengubah pola pikir pengkritiknya. Zaid ibn Sun’ah yang awalnya kasar justru akhirnya masuk Islam karena menyaksikan akhlak Nabi.

Ini menunjukkan bahwa kritik bisa menjadi pintu hidayah. Bukan sekadar diselesaikan dengan argumen, tetapi dengan teladan nyata dalam perilaku. Akhlak jauh lebih kuat dibanding sekadar logika.

Bagi masyarakat saat ini, menghadapi kritik dengan etika adalah bentuk edukasi sosial. Ia menebarkan pesan moral yang lebih luas daripada sekadar membela diri.

5. Relevansi di Tengah Gejolak Sosial

Di tengah maraknya konflik sosial, politik, hingga media sosial, keteladanan Nabi SAW semakin mendesak untuk dihidupkan. Budaya saling serang, adu ujaran kebencian, hingga kegaduhan publik sering berawal dari ketidakmampuan menyikapi kritik.

Jika umat meneladani sikap Nabi, kritik bisa menjadi ruang dialog. Emosi bisa diarahkan menjadi energi perubahan, bukan bahan bakar perpecahan. Itulah esensi spiritual sekaligus sosial yang ditawarkan Islam.

Dengan demikian, menghadapi kritik bukan sekadar kemampuan pribadi, tetapi tanggung jawab kolektif. Sebab, kualitas bangsa juga ditentukan oleh bagaimana masyarakatnya menyikapi perbedaan.

Penutup

Dari dua kisah penting ini, Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa kritik bukan untuk ditakuti, melainkan untuk dikelola dengan kesabaran dan kebijaksanaan. Respon beliau selalu mengandung nilai edukasi, bahkan mengubah lawan menjadi sahabat. Inilah teladan universal yang relevan sepanjang zaman.

Sebagaimana ungkapan bijak, "Orang besar membalas hinaan dengan karya, dan membalas kritik dengan senyum." Saat dunia penuh riuh kritik, kita justru diajak Nabi untuk merespons dengan akhlak mulia. Itulah kearifan yang membuat beliau dicintai, bahkan oleh yang semula membencinya. Wallahu a'lam. 

Disclaimer

Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis, disusun berdasarkan referensi berita dan literatur, tidak mewakili sikap resmi lembaga mana pun.

Daftar Pustaka

  1. Republika. (29 Agustus 2025). Teladan Nabi Muhammad SAW Saat Menyikapi Kritik. https://www.republika.co.id
  2. About Islam. (2024). The Prophet Muhammad and Criticism. https://www.aboutislam.net
  3. Al-Bukhari, M. I. Sahih al-Bukhari. Riyadh: Darussalam.
  4. Muslim, I. H. Sahih Muslim. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
  5. Kompas. (30 Agustus 2025). Unjuk Rasa Ojol di Semarang Ricuh. https://www.kompas.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun