Investasi SDM atau Sekadar Simbolisme Kepemimpinan Global?
"Pemimpin sejati diuji bukan di ruang kelas, melainkan pada keberanian mengubah kenyataan."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Mengapa negara terus menggelontorkan biaya besar untuk program pelatihan pejabat dan direksi di luar negeri? Pertanyaan ini mencuat kembali ketika Pikiran Rakyat (26 Agustus 2025) menurunkan laporan berjudul "Danantara Berangkatkan 36 Direksi ke Swiss untuk Ikuti Sekolah Bisnis Terkemuka." Program ini melibatkan IMD Business School, Lausanne, Swiss, yang memang dikenal sebagai salah satu sekolah bisnis papan atas dunia.
Di satu sisi, berita ini tampak membanggakan karena menunjukkan keseriusan membangun kapasitas kepemimpinan. Namun di sisi lain, publik tentu bertanya-tanya: apakah investasi ini akan benar-benar berbuah bagi perseroan dan masyarakat luas? Kritik atas efektivitas program semacam ini bukanlah hal baru, karena sering kali biaya besar tidak diikuti dampak nyata.
Ironisnya, hanya berselang beberapa pekan sebelumnya, pada Senin (11/8/2025), Joao Angelo De Sousa Mota mengundurkan diri dari jabatan Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara. Alasannya sederhana tapi getir: program ketahanan pangan yang ia rancang mandek enam bulan karena dana dari Danantara tak kunjung direalisasi. Kontras ini menyisakan sindiran pedas---dana untuk ke Swiss mengalir deras, tetapi urusan perut rakyat justru terkatung-katung.
Sekolah Bisnis dan Pertanyaan Efektivitas
Mengirim 36 direksi ke Swiss tentu menghabiskan dana yang tidak sedikit. Walau disebut sebagai investasi jangka panjang, publik patut menagih laporan dampak nyata yang terukur. Pernyataan CEO Danantara, Rosan Roeslani, soal mencetak pemimpin kelas dunia terdengar muluk jika tidak diikuti bukti implementasi.
Pesan strategisnya jelas: kapasitas kepemimpinan harus ditingkatkan. Namun, kritik mendasarnya adalah: apakah benar pelatihan singkat di luar negeri mampu mengubah budaya kerja, etos kepemimpinan, dan daya saing korporasi dalam jangka panjang? Tanpa mekanisme evaluasi yang ketat, program ini bisa sekadar menjadi "wisata akademik".