Meraih Enam Syafaat Nabi dengan Ikhtiar Tulus
"Syafaat Rasulullah SAW adalah bukti kasih sayang beliau kepada umatnya. Pertanyaannya: sudahkah kita berikhtiar agar layak mendapatkannya?"
Oleh Karnita
Pendahuluan
Apa yang membuat kita begitu mengharapkan syafaat Nabi Muhammad SAW? Pertanyaan ini seakan bergaung di tengah kondisi bangsa yang masih carut-marut. Harga kebutuhan pokok terus merangkak naik, kesenjangan makin melebar, dan banyak orang berjalan dengan hati letih, seolah hidup tak lagi memberi ruang untuk bernapas lega.
Kegelisahan itu mendapat pantulan baru setelah Republika.co.id pada Jumat, 5 September 2025, menurunkan artikel berjudul “Enam Syafaat Nabi Menurut Ibnul Qayyim”. Artikel tersebut tidak sekadar menyuguhkan penjelasan teologis, melainkan juga mengetuk batin kita: keselamatan akhirat ternyata bukan semata soal amal yang kita kumpulkan. Ada harapan besar pada pertolongan ilahi melalui syafaat Rasulullah SAW.
Refleksi ini memberi pesan bahwa ikhtiar duniawi dan harapan ukhrawi tak boleh dipisahkan. Justru di tengah pusaran materialisme, krisis moral, dan rasa kehilangan arah, syafaat Nabi hadir sebagai cahaya penuntun. Ia mengingatkan kita bahwa betapapun berat perjalanan hidup, Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang tulus menjaga iman.
Ketertarikan penulis lahir karena tema ini begitu relevan dengan kegelisahan umat Islam masa kini. Bagaimana cara meraih syafaat di tengah kehidupan yang penuh distraksi? Apa saja refleksi penting dari penjelasan Ibnul Qayyim? Artikel ini mencoba menyingkap enam syafaat Nabi, lalu mengaitkannya dengan ikhtiar kita sebagai umat.
1. Syafaat Kubra: Pertolongan di Padang Mahsyar
Syafaat terbesar (asy-Syafa’ah al-Kubra) terjadi saat manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar. Semua nabi akan menolak permintaan syafaat, hingga akhirnya Nabi Muhammad SAW yang mendapat izin Allah untuk menolong umat manusia. Peristiwa ini menjadi bukti keistimewaan beliau di antara seluruh makhluk.