Tuntutan Rakyat dan Peta Jalan Mencegah PHK Massal
"Kebijakan yang tepat bukan sekadar menunda krisis, melainkan memberi harapan kerja yang berkelanjutan."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Apakah pemerintah sudah menyiapkan langkah nyata untuk mencegah PHK massal? Pada Selasa, 2 September 2025, Kompas menurunkan berita “Tuntutan Rakyat, Bagaimana Mencegah PHK Massal?” yang menyuarakan keresahan buruh kontrak di tengah tekanan ekonomi. Berita ini menegaskan pentingnya kehadiran negara, karena PHK massal tidak hanya meruntuhkan ekonomi, tetapi juga martabat keluarga pekerja.
Gerakan “17+8 Tuntutan Rakyat” kini jadi sorotan, salah satunya adalah desakan agar pemerintah ambil kebijakan darurat mencegah PHK massal. Tenggat waktunya bahkan sangat singkat, 5 September 2025, yang menandakan betapa mendesaknya isu ini. Aspirasi publik ini tidak boleh diabaikan, karena menyangkut stabilitas sosial dan ekonomi bangsa.
Penulis tertarik membahasnya karena kerja adalah nadi kehidupan rakyat kecil. Di tengah ketidakpastian global, kebijakan yang melindungi pekerja adalah fondasi ketahanan nasional. Artikel ini mencoba menawarkan rekomendasi kebijakan yang bisa dijalankan pemerintah demi melindungi pekerja kontrak dari badai PHK.
1. Skema Insentif Pajak untuk Perusahaan
Salah satu langkah strategis untuk mencegah PHK adalah insentif pajak bagi perusahaan yang mampu mempertahankan tenaga kerja. Dengan skema ini, pemerintah memberi keringanan fiskal kepada perusahaan yang tidak melakukan pemutusan kerja. Mekanisme ini bisa dibuat bertingkat: semakin banyak pekerja yang dipertahankan, semakin besar insentif yang diterima.
Insentif ini tidak sekadar menolong perusahaan, tetapi juga memberi jaminan keamanan kerja bagi buruh kontrak. Dalam kondisi krisis, perusahaan cenderung mencari cara cepat dengan efisiensi tenaga kerja, padahal alternatif lain bisa lebih konstruktif. Jika insentif pajak diterapkan, perusahaan terdorong untuk menjaga karyawan sebagai aset produktif, bukan beban.