Keadilan Prada Lucky Menguji Integritas TNI AD
"Keadilan mungkin tertunda, tapi tak pernah padam."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Di tengah suasana duka di Rumah Dinas TNI AD Kodim 1617 Rote Ndao, Kuanino, Kupang, ribuan warga mengiringi pemakaman Prada Lucky Chepril Saputra Namo pada Sabtu, 9 Agustus 2025. Kompas.com (11/8/2025) melaporkan 20 anggota TNI AD, termasuk satu perwira, telah ditetapkan sebagai tersangka, dengan rencana rekonstruksi kasus segera digelar. Peristiwa ini menjadi tragedi personal sekaligus guncangan moral bagi institusi pertahanan negara.
Kasus ini penting dibahas karena menyentuh isu integritas, pembinaan prajurit, dan penerapan hukum di lingkungan militer. Di tengah upaya membangun citra profesional dan humanis, kekerasan internal yang berujung kematian memunculkan pertanyaan serius tentang efektivitas pengawasan. Nilai kemanusiaan harus tetap terjaga, bahkan di institusi yang disiplin dan hierarkis.
Menjaga kredibilitas TNI sebagai penjaga kedaulatan negara menuntut proses hukum yang terbuka dan adil. Kasus ini seharusnya menjadi momentum perbaikan sistem rekrutmen, pembinaan, dan pengawasan, agar tragedi serupa tidak terulang.
1. Tragedi Prada Lucky: Kronologi Singkat dan Dampak Awal
atalion Teritorial Pembangunan (TP) 834 Waka Nga Mere Nagekeo, NTT. Hasil penyidikan menetapkan 20 anggota TNI AD sebagai tersangka dengan peran dan pasal yang berbeda sesuai temuan penyidik. Peristiwa ini sontak menyita perhatian publik karena terjadi di institusi yang diharapkan menjunjung kehormatan dan disiplin tinggi.
Dampak awalnya adalah tekanan publik agar TNI AD bertindak transparan dan tegas. Respon cepat Pangdam IX/Udayana, Mayjen TNI Piek Budyakto, yang memerintahkan penahanan serta pemeriksaan intensif menjadi langkah awal pemulihan kepercayaan. Meski begitu, publik menunggu bukti bahwa proses hukum tak berhenti pada simbolik semata.