Pelita Bangsa di Ujung Negeri: Dai Muda DDII Membakar Semangat Perubahan
"Apa yang kita tanam hari ini melalui para dai yang dikirim ke penjuru negeri adalah apa yang akan kita tuai saat Indonesia Emas 2045 nanti." — Hidayat Nur Wahid
Oleh Karnita
Pendahuluan
Pada 8 Agustus 2025, Republika.co.id memuat laporan berjudul “Pelepasan Terbanyak, 225 Dai Muda Terbaik DDII Resmi Berkhidmah di Pedalaman Indonesia”. Laporan ini mengangkat momentum luar biasa dalam dunia dakwah dan pembangunan bangsa. Saya mengapresiasi langkah strategis Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang secara masif mengirim para dai muda ke wilayah-wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) sebagai upaya nyata membangun peradaban berbasis nilai keislaman yang rahmatan lil ‘alamin.
Isu pembangunan bangsa dari pinggiran ini sangat relevan dengan konteks kebangsaan saat ini, di mana kesenjangan sosial dan geografis masih menjadi tantangan besar. Keberadaan dai sebagai agen perubahan tidak hanya soal dakwah ritual, tetapi juga penguatan pendidikan, ekonomi, dan sosial masyarakat, sehingga mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) secara holistik.
Ketertarikan saya menulis artikel ini adalah untuk memberikan gambaran komprehensif tentang peran strategis dai muda DDII sebagai pilar pembangunan bangsa, sekaligus merefleksikan urgensi sinergi antar lembaga dakwah dan pemerintah dalam mengokohkan persatuan umat dan kemajuan nasional. Melalui artikel ini, saya berharap pembaca dapat memahami makna dakwah sebagai instrumen kenegaraan yang menyentuh akar rumput.
1. Dakwah sebagai Pilar Pembangunan Bangsa
Dakwah di era modern bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan sarana strategis pembangunan karakter bangsa. Pengiriman 225 dai muda terbaik DDII menunjukkan komitmen lembaga dakwah untuk memperluas jangkauan dakwah ke wilayah pedalaman yang selama ini minim akses pendidikan dan layanan sosial.
Para dai tidak hanya menyampaikan pesan spiritual, tetapi juga menjadi agen pembangunan berkelanjutan melalui pendidikan, pemberdayaan ekonomi, dan penguatan sosial budaya masyarakat setempat. Ini sejalan dengan visi nasional untuk menutup kesenjangan dan mewujudkan keadilan sosial.