Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menyimak Perang dan Kemanusiaan dalam 'Laki-Laki dan Mesiu'

7 Agustus 2025   22:11 Diperbarui: 7 Agustus 2025   22:11 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Cerpen-cerpen ini bukan sekadar kisah tentang letusan mesiu, melainkan nyanyian sunyi tentang harga sebuah kemanusiaan." (dok. goodreads)

Kemerdekaan di sini bukan kemenangan mutlak. Ia menyisakan kekosongan, kehilangan, dan pertanyaan. Cerita-cerita ini menunjukkan bahwa revolusi bukan hanya tentang kemenangan melawan musuh, tetapi juga pergulatan batin melawan ketidakpastian dan kekacauan.

Dalam konteks hari ini, kita diingatkan bahwa mempertahankan kemerdekaan lebih sulit daripada merebutnya. Dibutuhkan refleksi terus-menerus agar tidak kehilangan arah dan makna dari apa yang pernah diperjuangkan.

Keunggulan dan Kelemahan

Kekuatan utama buku ini terletak pada kejujuran naratif dan kesederhanaan bahasanya. Trisnoyuwono menulis dengan gaya empiris yang membuat ceritanya mudah dipahami. Ia tidak sibuk bermain metafora. Tapi justru dari kesederhanaan itulah muncul daya gugah yang kuat.

Secara intrinsik, karakter-karakter dalam buku ini dikembangkan melalui dialog dan tindakan, bukan deskripsi berlebihan. Plotnya padat, narasinya ekonomis, tetapi efeknya mendalam. Ia mampu merangkum kompleksitas psikologis manusia dalam situasi ekstrem.

Namun demikian, dari sisi kelemahan, ada repetisi nuansa yang kadang membuat cerita terasa seragam. Selain itu, latar militer yang dominan bisa menjadi penghalang bagi pembaca muda yang tidak akrab dengan konteks sejarah 1945–1950-an. Meski begitu, dari sisi ekstrinsik, karya ini tetap relevan karena menyuarakan nilai universal tentang keadilan, kemanusiaan, dan introspeksi sejarah.

Penutup

Laki-Laki dan Mesiu bukan hanya kumpulan cerpen, tapi potret batin dari bangsa yang sedang mencari bentuk. Di antara letusan peluru, ada bisikan kemanusiaan yang tak boleh kita lupakan. Trisnoyuwono berhasil merekamnya dengan jujur dan menggugah.

Karya ini penting dibaca kembali, bukan sekadar untuk mengenang, tapi untuk memahami. Karena luka sejarah bukan untuk disembuhkan dengan lupa, melainkan dengan mengingat secara jernih. Dalam kata Jakob Sumardio, “Cerpen-cerpen ini mengajak pembaca memasuki suatu episode sejarah perjuangan bangsa.”

"Perang tak pernah selesai di medan laga. Ia hidup lama dalam ingatan mereka yang selamat." — Trisnoyuwono

Daftar Pustaka:

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
    Lihat Cerpen Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun