Dalam konteks masyarakat kita hari ini, karakter ibu Nurdin mengajak kita untuk tidak memaksakan adat dalam bentuk yang stagnan. Karena dalam dunia yang terus berubah, adat pun perlu berjalan berdampingan dengan kasih dan akal sehat.
Keunggulan dan Kelemahan
Secara struktural, Darah Muda kuat dan terarah. Plotnya linear tapi kaya liku emosi. Dialognya reflektif dan bermakna.
Bahasa Adinegoro lugas, namun kadang terlalu formal. Beberapa bagian terasa repetitif. Meski begitu, tetap efektif menyampaikan pesan.
Unsur intrinsiknya terbangun kokoh. Tokoh-tokohnya berkembang dengan logis. Konflik tidak dipaksakan dan tumbuh alami.
Namun, penokohan Harun agak tipikal. Latar sosial kolonial belum tergarap maksimal. Padahal peluangnya besar untuk memperkaya konteks.
Penutup
Darah Muda bukan hanya roman lintas budaya. Ia adalah catatan sosiologis tentang bangsa yang sedang belajar mencintai dalam perbedaan. Dalam bayang-bayang kemerdekaan, ia menjadi kisah tentang jiwa yang ingin merdeka dari belenggu adat.
Novel ini mengajak kita untuk jujur pada hati, tanpa harus melawan akar. Karena yang perlu dilawan bukanlah adat, tapi tafsir yang memenjarakan cinta. Di tangan Adinegoro, cinta menjadi alat kritik yang paling manusiawi.
“Adat yang tak bisa berubah, hanya akan melahirkan generasi yang sakit dalam diam.” Novel ini, seperti Nurdin, akhirnya sembuh — oleh cinta, bukan oleh aturan.
Daftar Pustaka