Konflik mulai muncul ketika adat Minang dan Sunda saling berbenturan soal tata cara pernikahan. Keluarga Nurdin menghendaki pihak perempuan yang melamar, sedangkan Rukmini berpegang pada nilai budaya Sunda bahwa lelaki yang harus datang melamar. Ketegangan ini membuat rencana pernikahan gagal. Ibu Nurdin pun menggunakan cara-cara licik untuk menjauhkan keduanya.
Masuklah Harun, pemuda Minang licik yang diam-diam meminati Rukmini. Ia menyebarkan isu bahwa Nurdin akan menikah dengan gadis lain, bahkan menyusun skenario pencurian foto Rukmini demi menimbulkan kecemburuan. Rencana ini berhasil. Nurdin sakit hati dan memutuskan hubungan mereka.
Akhirnya, dalam kondisi sakit, Nurdin meminta agar Rukmini menjenguknya. Rukmini datang dan menyerahkan buku hariannya. Di dalamnya, tertulis kisah cinta yang tulus. Nurdin tersentuh, jiwanya pulih, dan ia akhirnya menikahi Rukmini. Mereka pun hidup bahagia setelah melewati berbagai ujian adat dan intrik sosial.
Cinta dan Adat: Ketika Dua Dunia Tak Mau Menyatu
Novel ini menampilkan konflik utama yang berakar dari benturan adat dan budaya. Adat Minang dan Sunda saling bertabrakan dalam persoalan siapa yang berhak melamar. Alih-alih menjadi ruang kompromi, adat dihadirkan sebagai dinding yang membatasi kemauan dua anak muda untuk bersatu.
Kritik Adinegoro terhadap kekakuan adat terasa tajam namun tetap santun. Ia tidak mendiskreditkan satu budaya atas yang lain, tetapi menyoroti kemandekan ketika aturan sosial tidak memberikan ruang untuk fleksibilitas dan dialog. Dalam hal ini, Darah Muda menjadi narasi penting tentang pentingnya reinterpretasi adat dalam konteks zaman yang berubah.
Penting dicatat bahwa cinta dalam novel ini bukan semata perasaan personal. Ia menjadi simbol keberanian generasi muda untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Namun, pilihan itu tidak mudah ketika berhadapan dengan orang tua dan struktur sosial yang masih kuat mencengkeram.
Dalam konteks Indonesia hari ini, isu ini tetap relevan. Banyak pasangan muda masih bergulat dengan restu lintas budaya. Novel ini mengajarkan bahwa kadang cinta butuh lebih dari sekadar keberanian — ia butuh pemahaman lintas generasi.
Manipulasi, Fitnah, dan Kecemburuan: Strategi Lelaki yang Gagal Mencinta
Kehadiran Harun dan Gapur memberi warna gelap dalam novel ini. Harun mewakili tipe laki-laki yang ingin memiliki, bukan mencintai. Ketika keinginannya tidak tercapai, ia menggunakan fitnah dan intrik untuk merebut hati Rukmini.
Pencurian foto, pura-pura sakit, hingga menyebarkan isu palsu adalah bentuk manipulasi emosional yang sangat mencolok. Dalam hal ini, novel Darah Muda mengungkap sisi gelap maskulinitas yang penuh ego, sekaligus menunjukkan betapa mudahnya relasi bisa rusak oleh informasi yang direkayasa.