Investasi Berkilau, Tapi Pengangguran Masih Membelenggu: Paradoks Jawa Barat yang Mesti Diurai
“Angka bisa menari, tapi tak semua tarian membawa harapan. Investasi yang tinggi belum tentu berarti pekerjaan yang merata."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Deretan booth lowongan kerja tersusun rapi di sebuah bursa kerja di Kota Bandung. Suasana ramai, penuh harap dari para pencari kerja, menjadi potret nyata harapan yang belum terpenuhi. Momen ini direkam dengan cermat oleh Deni Armansyah dalam artikel Pikiran Rakyat bertanggal 1 Agustus 2025 berjudul “Jawa Barat Jadi Jagoan Investasi Nasional, tapi Investasi yang Tinggi itu Belum Mampu Turunkan Pengangguran”.
Penulis Eva Fahas menyajikan analisis yang padat namun komunikatif. Ia berhasil menghadirkan ironi antara geliat angka investasi dan stagnasi serapan kerja. Saya mengapresiasi tulisan ini karena mengungkap realitas di balik data ekonomi yang tampak gemilang namun menyimpan kegelisahan sosial.
Sebagai pembaca sekaligus pengamat pendidikan dan ketenagakerjaan, saya tertarik menanggapi isu ini secara lebih reflektif. Ada urgensi sistemik untuk menyatukan arah antara kebijakan investasi dan sistem pendidikan vokasi. Artikel ini sangat relevan di tengah tantangan pengangguran muda yang terus menghantui daerah-daerah dengan geliat ekonomi tertinggi.
1. Paradoks Pertumbuhan dan Pengangguran
Investasi di Jawa Barat terus menanjak dalam dua triwulan terakhir 2025. Bahkan, provinsi ini menjadi juara nasional dengan capaian Rp 72,5 triliun pada kuartal II. Namun angka ini belum mampu menggerus tingkat pengangguran yang tetap tinggi.
Data Sakernas menunjukkan pengangguran usia muda mencapai 23,63 persen. Sementara itu, pengangguran total justru bertambah 20 ribu orang dibanding Februari tahun sebelumnya. Ini menjadi ironi dalam perencanaan pembangunan.