4. Pedet-pedet yang Ikut Mati: Rantai Kegagalan Ganda
Kematian indukan sapi melahirkan tragedi lanjutan: anak-anak sapi atau pedet ikut mati karena tidak mendapat susu. Di sinilah krisis manajemen peternakan menjelma menjadi krisis regenerasi ternak.
Menurut peternak Enok, kematian berlangsung cepat. Kaki bengkak, susu tidak keluar, lalu induk mati. Ini menunjukkan bahwa intervensi medis datang terlambat atau tidak datang sama sekali.
Padahal, jika sistem pencatatan kelahiran dan pemantauan laktasi berjalan baik, gejala-gejala metabolik seharusnya bisa terdeteksi sejak awal. Namun, manajemen data kesehatan hewan di tingkat peternakan rakyat masih sangat lemah.
Kematian pedet tak hanya merugikan ekonomi peternak, tetapi juga memperlambat regenerasi sapi perah nasional. Negara rugi dua kali: dari segi produksi susu dan bibit ternak.
5. Belajar dari Krisis: Tanggung Jawab Siapa?
Siapa yang bertanggung jawab atas kematian belasan sapi ini? Peternak? Pemerintah? Atau sistem pembinaan yang setengah hati? Jawabannya: semua pihak.
Peternak perlu meningkatkan literasi nutrisi dan biosekuriti. Pemerintah daerah wajib turun tangan tidak hanya saat krisis, tetapi sejak fase pencegahan. Lembaga koperasi peternakan seperti KPSBU pun punya tanggung jawab kolektif dalam monitoring dan advokasi.
Langkah antisipatif seperti imbauan Dispernakan patut diapresiasi. Namun imbauan saja tak cukup. Dibutuhkan insentif bagi peternak yang menerapkan SOP kandang sehat, juga sanksi bagi yang abai.
Kematian ternak adalah tragedi, tapi juga peluang untuk membenahi sistem. Bukan hanya kandang yang harus dibersihkan, tetapi juga cara kita memandang pentingnya ternak dalam rantai pangan nasional.
6. Dinas dan Instansi Terkait Harus Menindaklanjuti dengan Cepat