Kandang yang Lengah, Nyawa yang Melayang: Kematian Indukan Sapi dan Krisis Manajemen Peternakan
"Yang Mati Bukan Hanya Sapi, Tapi Juga Sistem yang Lalai"
Oleh Karnita
Pendahuluan
Asap tipis mengepul dari atap kandang yang lembap di kaki Gunung Tangkuban Parahu. Aroma jerami basah bercampur amonia tercium tajam di udara. Itulah suasana pagi di Desa Cikahuripan, Lembang, yang berubah mencekam sejak belasan indukan sapi ditemukan mati mendadak.
Pada Jumat, 1 Agustus 2025, Pikiran Rakyat menerbitkan laporan bertajuk "Kematian Mendadak Belasan Indukan Sapi di Lembang Bukan Karena Virus" yang ditulis Dewiyatini dan diedit Nuryani. Laporan ini mengungkap fakta menarik: kematian sapi bukan disebabkan oleh virus menular, tetapi kelalaian manajemen nutrisi. Sebuah kerja jurnalistik yang jernih dan kontekstual di tengah kegelisahan peternak.
Penulis terpanggil untuk menanggapi laporan ini karena kasus tersebut tidak hanya menyangkut aspek teknis peternakan, tetapi juga menyentuh persoalan sistemik: lemahnya literasi peternak, longgarnya kontrol mutu pakan, serta absennya peringatan dini dari lembaga teknis. Kasus ini menjadi refleksi penting bagi pengelolaan pangan dan ketahanan ternak di daerah penghasil susu ternama.
1. Kematian Tanpa Wabah: Salah Diagnosis, Salah Strategi
Bagi sebagian warga, kematian mendadak pada hewan ternak langsung dikaitkan dengan virus menular seperti PMK. Kekhawatiran ini tidak sepenuhnya keliru. Dalam sejarahnya, wabah kerap menjadi sebab utama.
Namun hasil laboratorium dari Dispernakan Bandung Barat menampik asumsi itu. Tidak ditemukan virus, luka mulut, atau air liur berlebihan. Darah sapi pun dalam batas normal. Artinya, dugaan awal masyarakat terbukti salah.
Kondisi ini menyiratkan pentingnya edukasi dan kanal informasi yang akurat bagi peternak. Bila persepsi tidak segera diluruskan, dampaknya bisa berlipat: hoaks berkembang, pasar terguncang, dan kepercayaan runtuh.
Kesimpulan non-wabah ini seharusnya menjadi momen memperbaiki protokol komunikasi krisis peternakan. Edukasi publik penting agar masyarakat tidak selalu berpikir "virus" setiap kali ada kematian masal.
2. Gizi Terabaikan, Metabolisme Sapi Terancam
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dispernakan menyebut kekurangan kalsium dan energi sebagai penyebab utama. Terutama pada fase laktasi, saat tubuh sapi bekerja ekstra memproduksi susu.
Fakta ini menandakan rendahnya literasi nutrisi di kalangan peternak. Pemenuhan zat seperti kalsium dan protein seharusnya jadi prioritas utama, bukan sekadar tambahan.
Gangguan metabolik seperti hipokalsemia bisa menyebabkan kelumpuhan, kejang, bahkan kematian sapi. Ini seharusnya bisa dicegah dengan suplemen dan pemantauan pakan secara berkala.
Refleksi yang perlu ditarik: kegagalan memahami nutrisi ternak dapat berakibat fatal. Edukasi teknis tidak bisa hanya mengandalkan pelatihan formal, tetapi harus dibarengi pendekatan kultural dan insentif berbasis hasil.
3. Benda Asing dalam Perut Sapi: Salah Siapa?
Dalam salah satu bedah bangkai, ditemukan paku dan tambang dalam perut sapi. Temuan ini mengejutkan dan menyedihkan sekaligus.
Apakah ini kelalaian peternak, atau bukti dari buruknya sistem pengelolaan kandang? Bisa jadi keduanya. Kandang yang sempit, tanpa pengamanan pakan, bisa memicu sapi memakan benda berbahaya.
Fakta ini memperkuat argumen bahwa peternakan rakyat masih jauh dari standar biosekuriti minimal. Pagar makan yang longgar, limbah bangunan di sekitar kandang, dan tak adanya pelatihan inspeksi kandang menjadi ancaman tersembunyi.
Lebih dari sekadar kejadian tragis, insiden ini adalah sinyal untuk mengevaluasi ulang SOP kandang rakyat. Pemerintah daerah harus berani menerapkan skema sertifikasi kelayakan kandang, bukan hanya kandang bersih secara visual.
4. Pedet-pedet yang Ikut Mati: Rantai Kegagalan Ganda
Kematian indukan sapi melahirkan tragedi lanjutan: anak-anak sapi atau pedet ikut mati karena tidak mendapat susu. Di sinilah krisis manajemen peternakan menjelma menjadi krisis regenerasi ternak.
Menurut peternak Enok, kematian berlangsung cepat. Kaki bengkak, susu tidak keluar, lalu induk mati. Ini menunjukkan bahwa intervensi medis datang terlambat atau tidak datang sama sekali.
Padahal, jika sistem pencatatan kelahiran dan pemantauan laktasi berjalan baik, gejala-gejala metabolik seharusnya bisa terdeteksi sejak awal. Namun, manajemen data kesehatan hewan di tingkat peternakan rakyat masih sangat lemah.
Kematian pedet tak hanya merugikan ekonomi peternak, tetapi juga memperlambat regenerasi sapi perah nasional. Negara rugi dua kali: dari segi produksi susu dan bibit ternak.
5. Belajar dari Krisis: Tanggung Jawab Siapa?
Siapa yang bertanggung jawab atas kematian belasan sapi ini? Peternak? Pemerintah? Atau sistem pembinaan yang setengah hati? Jawabannya: semua pihak.
Peternak perlu meningkatkan literasi nutrisi dan biosekuriti. Pemerintah daerah wajib turun tangan tidak hanya saat krisis, tetapi sejak fase pencegahan. Lembaga koperasi peternakan seperti KPSBU pun punya tanggung jawab kolektif dalam monitoring dan advokasi.
Langkah antisipatif seperti imbauan Dispernakan patut diapresiasi. Namun imbauan saja tak cukup. Dibutuhkan insentif bagi peternak yang menerapkan SOP kandang sehat, juga sanksi bagi yang abai.
Kematian ternak adalah tragedi, tapi juga peluang untuk membenahi sistem. Bukan hanya kandang yang harus dibersihkan, tetapi juga cara kita memandang pentingnya ternak dalam rantai pangan nasional.
6. Dinas dan Instansi Terkait Harus Menindaklanjuti dengan Cepat
Peran pemerintah daerah dalam merespons krisis peternakan seperti ini sangatlah vital. Dinas Perikanan dan Peternakan (Dispernakan) Kabupaten Bandung Barat memang sudah bergerak cepat dengan melakukan uji laboratorium dan kunjungan lapangan. Namun, langkah ini belum cukup jika tidak diikuti dengan strategi jangka menengah dan panjang yang sistematis.
Koordinasi lintas instansi harus segera diperkuat. Dinas Ketahanan Pangan, koperasi peternak, serta perguruan tinggi vokasi bidang peternakan perlu dilibatkan untuk membangun sistem deteksi dini terhadap kematian hewan yang tidak wajar. Sistem pelaporan dan edukasi berbasis digital juga bisa diterapkan untuk menjangkau peternak yang selama ini tidak tersentuh program penyuluhan.
Selain itu, inspektorat daerah dan aparat desa dapat berperan sebagai pengawas awal dalam memastikan standar kandang, kualitas pakan, serta perlakuan pasca-melahirkan sesuai SOP. Intervensi tak bisa hanya datang saat ada kematian masal—melainkan harus berlangsung secara periodik dan terprogram.
Tanpa respons cepat dan menyeluruh dari instansi terkait, kasus seperti di Lembang bisa terulang di wilayah lain. Jika kematian ternak dianggap biasa, maka pembiaran sistemik sedang dibiarkan berjalan. Kini saatnya pemerintah menunjukkan keberpihakan nyata terhadap peternakan rakyat.
Penutup
Ketika nyawa hewan ternak menjadi korban sistem yang lalai, kita tidak sedang bicara soal sapi semata. Kita sedang membicarakan arah kebijakan pangan, kesejahteraan peternak, dan ketahanan ekonomi daerah.
"Ternak yang sehat tak hanya hidup lebih lama, tetapi juga menyehatkan cara kita berpikir tentang tanggung jawab bersama." Refleksi ini menjadi alarm bagi semua pihak agar tak menunda lagi perbaikan sistemik yang dibutuhkan. Wallahu a'lam.Â
Disclaimer:
Artikel ini adalah tanggapan analitis terhadap pemberitaan media dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan laporan investigatif atau temuan ilmiah dari pihak berwenang.
Daftar Pustaka:
- Dewiyatini. (2025). Kematian Mendadak Belasan Indukan Sapi di Lembang Bukan Karena Virus. Pikiran Rakyat. https://www.pikiran-rakyat.com/news/pr-019541175/
- Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. (2022). Pedoman Manajemen Nutrisi Sapi Perah. http://ditjennak.pertanian.go.id
- FAO. (2020). Animal Health and Biosecurity Guidelines. http://www.fao.org/3/i9326en/I9326EN.pdf
- Badan Ketahanan Pangan. (2023). Laporan Ketahanan Pangan Nasional. http://bkp.pertanian.go.id
- KPSBU Lembang. (2024). Buku Panduan Peternak Sapi Perah Mandiri. http://www.kpsbulembang.co.id
- Tim Dosen Fakultas Peternakan IPB. (2021). Kesehatan Reproduksi dan Laktasi pada Sapi Perah. http://fapet.ipb.ac.id
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI