Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lowongan Tak Kenal Ijazah Saja: Saat Surat Lamaran Butuh Cerita, Bukan Sekadar Data

20 Juli 2025   17:37 Diperbarui: 20 Juli 2025   17:37 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat Surat Lamaran Butuh Cerita, Bukan Sekadar Data  (Meta AI)

Lowongan Tak Kenal Ijazah Saja: Saat Surat Lamaran Butuh Cerita, Bukan Sekadar Data

"Dalam huruf-huruf yang sederhana, tersimpan gambaran siapa diri kita sebenarnya."

Oleh Karnita

Pendahuluan: Antara Surat dan Nasib yang Dipertaruhkan

Minggu pagi, 14 Juli 2024, Kompas.com menerbitkan sebuah artikel berjudul “HRD Tak Lagi Baca CV Saja, Tapi Narasi di Baliknya”. Dalam laporan tersebut, praktisi rekrutmen menyebut bahwa surat lamaran kerja kini menjadi titik perhatian utama dalam proses seleksi awal, terutama ketika pelamar memiliki kualifikasi teknis yang relatif seimbang. Surat lamaran bukan lagi pelengkap, melainkan pembuka ruang kepercayaan.

Penulis tertarik menyoroti isu ini karena masih banyak siswa SMA/sederajat, terutama kelas XII, yang belum mengenal pentingnya surat lamaran sebagai bagian dari identitas profesional. Di tengah tren rekrutmen digital dan platform rekrutmen daring, surat lamaran sering dianggap sebagai beban administratif belaka. Padahal, ia adalah dokumen paling personal dalam keseluruhan proses pencarian kerja atau magang pertama.

Relevansinya tak hanya bagi lulusan perguruan tinggi, tapi juga untuk pelajar SMK dan SMA yang hendak langsung bekerja atau mengikuti program vokasi. Di situlah urgensinya: dunia pendidikan menengah harus mulai mempersiapkan siswa bukan hanya secara akademik, tapi juga dalam keterampilan komunikasi profesional—dimulai dari menulis surat lamaran yang jujur, reflektif, dan mencerminkan karakter.

Para siswa kelas XII-6 beranting  menyebutkan ikhwal surat lamaran kerja yang ditanyakan guru (Dokpri Karnita)
Para siswa kelas XII-6 beranting  menyebutkan ikhwal surat lamaran kerja yang ditanyakan guru (Dokpri Karnita)

1. Surat Lamaran Bukan Formulir Kosong

Surat lamaran kerja sering kali dianggap sekadar lampiran administratif. Banyak pelamar menggunakan format seragam dari internet, hanya mengganti nama perusahaan dan posisi yang dilamar. Akibatnya, surat lamaran kehilangan makna komunikatifnya: tak lagi menjadi medium untuk mengenalkan diri, melainkan sekadar daftar isi ulang dari CV. Padahal, surat lamaran adalah titik temu pertama antara pelamar dan perusahaan—ruang awal untuk saling mengenal secara tulus.

Dalam praktiknya, HRD tidak hanya membaca, tetapi “merasakan” surat lamaran. Kalimat pembuka yang hangat dan spesifik bisa langsung memberi kesan positif. Misalnya, kalimat seperti "Saya tertarik melamar karena perusahaan ini dikenal mendukung pertumbuhan talenta muda di bidang keberlanjutan…” menunjukkan bahwa pelamar telah melakukan riset dan benar-benar peduli. Sentuhan semacam ini menunjukkan bahwa surat ditulis dengan perhatian, bukan sekadar pengulangan template.

Refleksi pentingnya: surat lamaran adalah ruang menyampaikan niat dan nilai. Ketika dibuat dengan jujur dan tidak sekadar formalitas, ia bisa menjadi pintu masuk pertama ke dalam dunia kerja—yang mungkin tak bisa digantikan oleh CV, portofolio, atau rekomendasi. Inilah kekuatan narasi personal: menjembatani kualifikasi dengan karakter.

2. Kualifikasi Tak Berdiri Sendiri

Kualifikasi akademik dan teknis memang penting. Namun HRD kerap mencari "apa yang tak tampak di CV": komitmen, ketekunan, kecocokan nilai, dan kesiapan untuk belajar. Surat lamaran adalah satu-satunya tempat untuk menarasikan hal-hal itu secara eksplisit. Tanpa narasi, kualifikasi hanya menjadi data yang dingin dan tidak berjiwa.

Misalnya, pelamar bisa menjelaskan bahwa meskipun belum punya pengalaman kerja formal, ia aktif dalam organisasi OSIS, terlibat dalam kepanitiaan, atau pernah magang secara informal. Pengalaman itu menjadi jendela bagi HRD untuk menilai pola pikir, cara bekerja dalam tim, serta kepekaan terhadap lingkungan kerja. Pengalaman nonformal pun jika diceritakan dengan baik, bisa bernilai setara dengan pengalaman kerja formal.

Surat lamaran bukan sekadar tempat menulis “apa yang saya punya,” tetapi juga “siapa saya, dan mengapa saya ingin menjadi bagian dari tempat Anda.” Dalam konteks pendidikan menengah, keterampilan menuliskan narasi ini harus mulai ditanamkan—karena hanya dengan itu siswa bisa membedakan diri dari ribuan pelamar lain. Kemampuan ini adalah bentuk literasi yang langsung aplikatif dan berdampak.

Para siswa kelas XII-6 berpasangan saling bertanya jawab tentang teori membuat surat lamaran kerja (Dokpri Karnita)
Para siswa kelas XII-6 berpasangan saling bertanya jawab tentang teori membuat surat lamaran kerja (Dokpri Karnita)

3. Peluang Pendidikan Menengah: Belajar dari Surat

Banyak kurikulum sekolah menengah lebih menekankan pada nilai akademik daripada kemampuan komunikasi. Padahal, keterampilan menulis surat lamaran adalah bagian penting dari literasi fungsional yang aplikatif. Ini bukan sekadar tugas bahasa Indonesia, melainkan pelatihan diri untuk memahami dunia kerja yang nyata. Pendidikan yang tak mengaitkan pelajaran dengan konteks masa depan akan tertinggal dari kebutuhan zaman.

Di sinilah sekolah harus mulai hadir: dengan menghadirkan pelatihan menulis surat lamaran sebagai bagian dari pelajaran praktik kerja lapangan (PKL) atau muatan lokal yang relevan. Siswa kelas XII perlu dibekali dengan simulasi, umpan balik, dan studi kasus agar mereka tak hanya tahu cara menulis, tapi memahami mengapa surat itu penting. Kegiatan ini bisa dilakukan lintas mata pelajaran, bahkan menjadi bagian dari proyek kurikulum Merdeka.

Kritik bagi institusi pendidikan: jangan sampai siswa lulus dengan nilai tinggi tapi tak bisa menulis surat lamaran yang menggambarkan dirinya sendiri. Surat lamaran yang baik adalah cerminan refleksi dan kesadaran diri—dua hal yang semestinya menjadi hasil pendidikan itu sendiri. Sekolah wajib mencetak lulusan yang siap, bukan hanya cerdas.

4. Mengasah Kepribadian Lewat Tulisan

Menulis surat lamaran adalah latihan kejujuran. Ia menuntut pelamar untuk memikirkan kembali siapa dirinya, apa yang ia cari, dan apa yang bisa ia tawarkan. Ini bukan soal kata-kata yang indah, tapi ketulusan yang terasa. HRD bisa membedakan mana surat yang ditulis dengan hati dan mana yang hanya salinan generik. Inilah latihan mental yang tak didapat dari hafalan, melainkan refleksi.

Di sinilah surat lamaran menyatu dengan pembentukan kepribadian: integritas, ketegasan tujuan, dan rasa percaya diri. Seorang siswa yang mampu menjelaskan alasan ia memilih suatu bidang kerja atau perusahaan adalah siswa yang telah mengenal dirinya lebih baik. Kemampuan menuliskan pilihan hidup ini sejalan dengan semangat pembelajaran berbasis projek.

Sekolah bisa memfasilitasi proses ini dengan membuat ruang-ruang reflektif dalam pembelajaran: jurnal karier, tugas wawancara tokoh, atau refleksi pasca PKL. Dari situ, surat lamaran bukan lagi momok, tapi ekspresi yang datang dari kesadaran dan arah yang jelas. Dengan begitu, menulis surat lamaran menjadi alat untuk mengukuhkan jati diri.

Para siswa kelas XII-3 berpasangan saling bertanya jawab tentang teori membuat surat lamaran kerja (Dokpri Karnita)
Para siswa kelas XII-3 berpasangan saling bertanya jawab tentang teori membuat surat lamaran kerja (Dokpri Karnita)

5. Masa Depan Tak Tunggu Siap: Ayo Latih dari Sekarang

Di era sekarang, peluang bisa datang sebelum seseorang merasa siap. Program magang, inkubator wirausaha, dan kerja paruh waktu sudah tersedia bahkan bagi siswa. Maka menunggu kuliah selesai untuk belajar menulis surat lamaran adalah keliru. Bekal itu harus disiapkan sejak sekolah. Persaingan global kini dimulai sejak remaja—kesiapan bukan lagi pilihan, tapi keharusan.

Surat lamaran tidak hanya akan dibutuhkan untuk melamar kerja, tapi juga beasiswa, program pertukaran pelajar, bahkan untuk masuk ke universitas berbasis seleksi portofolio. Artinya, surat ini akan menjadi sahabat panjang para pelajar dalam membangun masa depan mereka. Karena dalam banyak proses seleksi, yang dibaca pertama adalah suratnya—bukan ijazahnya.

"Menulis surat lamaran bukan soal mencari pekerjaan saja, tapi soal memahami arah hidup dan menyampaikannya dengan jujur."

Semakin awal siswa diajak menyusun surat yang hidup dan bermakna, semakin besar peluang mereka menghadapi dunia yang menuntut bukan hanya cerdas, tetapi juga mampu bicara tentang siapa diri mereka. Kesiapan mental dan komunikatif itulah yang akan membedakan mereka di tengah dunia yang kompetitif.

Penutup: Ketika Surat Menjadi Cermin Diri

Membekali siswa kelas XII dengan keterampilan menulis surat lamaran kerja adalah bentuk kesiapan konkret menuju dunia kerja dan kehidupan dewasa. Di dalamnya tersimpan pembelajaran lintas bidang: bahasa, karakter, refleksi, dan nilai hidup. Lebih dari sekadar administrasi, ini adalah pendidikan yang membentuk manusia seutuhnya.

"Satu surat yang ditulis dengan kesungguhan bisa membuka lebih banyak pintu dibanding seribu data yang hanya disalin tempel."

Sudah waktunya surat lamaran tidak lagi dianggap sebagai pelengkap CV, tetapi sebagai jendela diri—dan sekolah adalah tempat pertama untuk mulai membuka jendela itu. Membuka, bukan hanya untuk dilihat, tetapi untuk dikenali dan diterima. Wallahu a'lam

Daftar Pustaka:

Kompas.com. (2024, 14 Juli). HRD Tak Lagi Baca CV Saja, Tapi Narasi di Baliknya. Diakses pada 19 Juli 2025, dari https://www.kompas.com/read/2024/07/14/hrd-tak-lagi-baca-cv

Tempo.co. (2023, 21 Maret). Surat Lamaran dan Narasi Personal dalam Rekrutmen. Diakses pada 19 Juli 2025, dari https://nasional.tempo.co/read/1700123/surat-lamaran-dan-narasi-personal

Tirto.id. (2023, 12 Februari). Pentingnya Personal Branding dalam Surat Lamaran. Diakses pada 19 Juli 2025, dari https://tirto.id/personal-branding-dalam-surat-lamaran-fxy7

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Integrasi Literasi Kerja dalam Kurikulum Merdeka. Diakses pada 19 Juli 2025, dari https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2022/integrasi-literasi-kerja

The Muse. (2022). How to Write a Cover Letter That Actually Gets Read. Diakses pada 19 Juli 2025, dari https://www.themuse.com/advice/how-to-write-a-cover-letter

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun