Hubungan di tempat kerja memang penting, namun dalam bab ini dijabarkan bagaimana interaksi kerja juga bisa menjadi sumber kecemasan dan krisis identitas. Hubungan yang terlalu intens dengan rekan kerja bisa membuat kita menggantungkan seluruh validasi diri di sana. Hubungan kerja yang terlalu emosional bisa mengaburkan batas antara profesionalisme dan ketergantungan.Â
Di era WFH dan hybrid, batas profesional dan personal semakin kabur. Yang perlu dibangun adalah relasi kerja yang sehat, berbasis kolaborasi, bukan kompetisi atau validasi ego.
6. Off the Clock
Apa yang terjadi ketika jam kerja selesai? Stolzoff mengajak pembaca untuk menyadari pentingnya kehidupan di luar pekerjaan: hobi, keluarga, komunitas. Sayangnya, banyak yang bahkan merasa bersalah saat tidak produktif. Stolzoff ingin menekankan bahwa waktu luang bukan pelarian, tapi ruang untuk membangun kembali keutuhan diri.Â
Fenomena hustle culture membuat kita lupa bahwa istirahat adalah bagian dari produktivitas. Saatnya mendesak batas kerja agar kita bisa kembali merasakan hidup di luar layar laptop dan rapat daring.
7. Work Hard, Go Home
Bab ini mengeksplorasi bagaimana bekerja keras tak harus berarti bekerja terus-menerus. Ada nilai dalam menyelesaikan pekerjaan dengan cukup baik lalu pulang untuk hidup yang lebih bermakna. Bab ini mendorong pembaca untuk menetapkan batas yang sehat antara kerja dan kehidupan personal.Â
Refleksi: Kita hidup dalam budaya lembur yang seolah jadi standar loyalitas. Padahal, bekerja dengan cukup efektif dan seimbang jauh lebih berkelanjutan bagi kesehatan dan hubungan sosial kita.
8. The Status Game
Status dan prestise kerja sering menjadi motif utama. Bab ini menyingkap permainan identitas yang menjadikan pekerjaan sebagai panggung kompetisi sosial. Pekerjaan telah menjadi panggung performatif di mana pengakuan sosial dicari lewat jabatan dan gelar.Â
Di masyarakat kita, gengsi profesi masih kuat. Tapi sudah waktunya kita berani melepaskan kebutuhan untuk selalu terlihat "berhasil". Kita tak harus jadi "seseorang" untuk merasa layak.