Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Lembaran Papan ke Lembaran Hati: Dua Guru, Satu Cinta untuk Mama Sisi

27 Juni 2025   11:03 Diperbarui: 27 Juni 2025   11:03 69424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru Heribertus  berpose bersama Mama Maria Sisilia di depan rumah reyot di Leke, Kota Komba, NTT,KOMPAS.COM/Guru Heribertus M.)

Dari Lembaran Papan ke Lembaran Hati: Dua Guru, Satu Cinta untuk Mama Sisi

"Mereka yang paling sederhana, sering memberi dengan cara paling mulia."

Oleh Karnita

Pendahuluan: Cahaya Kecil di Rumah Reyot

Di balik riuhnya jalan Transflores, di sebuah sudut sunyi bernama Kampung Leke, berdiri rumah reyot berdinding bambu dan beratap seng karat. Di dalamnya, hidup seorang perempuan tangguh bernama Maria Sisilia Regi---biasa disapa Mama Sisi---bersama delapan keponakan dan cucunya yang dirawatnya seorang diri. Tak ada kemewahan, hanya terpal sebagai pelindung dari hujan, dan lantai tanah yang menjadi saksi senyap perjuangan hari demi hari.

Kisah ini datang dari jantung Manggarai Timur, NTT. Dimuat oleh Kompas.com (27 Juni 2025), berita itu mencatat aksi dua guru dari SD Negeri Sare, Heribertus Minggus dan Elias Lema Tobi. Mereka bukan pejabat, bukan tokoh layar kaca, tetapi justru para pendidik di desa yang membiarkan empatinya berjalan lebih jauh dari ruang kelas. Di luar jam mengajar, keduanya menyisihkan waktu dan rezeki untuk menemani, mengantar, dan membantu Mama Sisi mengurus kebutuhan dasar dan administrasi kependudukannya.

Alasan kisah ini penting untuk dikisahkan bukan semata karena sedih atau langka, tetapi karena ia dekat. Dekat dengan realitas yang kerap kita lupakan---tentang ibu-ibu tunggal, rumah reyot, dan warga tak beridentitas formal. Ia menggugah nurani dan sekaligus menyentil: apakah kita masih mampu melihat tetangga sendiri yang diam-diam berjuang keras untuk tetap hidup dengan layak?

1. Mengajar Bukan Sekadar Mengabdi, Tapi Menjawab Nurani

Minggus dan Elias bukan hanya guru. Mereka adalah pemelihara asa dalam bentuk paling nyata. Di tengah rutinitas mengajar yang sudah menyita waktu dan energi, mereka menyempatkan diri mendengar, menengok, dan bertindak. Mereka tak menunggu komando dari dinas, tak bergantung pada proyek sosial besar. Hanya dengan batin yang tergerak, dua guru ini mengubah tanggung jawab profesional menjadi gerakan empatik.

Mereka membawa beras dan telur ke rumah Mama Sisi, bukan sebagai donatur, tetapi sebagai sesama manusia yang merasa tak bisa tinggal diam. Sikap ini memberi pesan kuat bahwa profesi guru---terutama di daerah 3T---masih menyimpan karakter luhur sebagai penggerak sosial, bukan sekadar penyampai materi ajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun