Keunggulan utama novel ini adalah kekuatan gaya tutur Nh. Dini yang lembut, jernih, dan penuh empati. Ia mampu menyulap kenangan masa kecil menjadi narasi yang penuh warna dan nuansa. Kehangatan keluarga, nilai-nilai kehidupan, dan pendidikan karakter mengalir secara alami. Tidak ada yang menggurui, tapi tetap sarat makna.
Penggunaan bahasa yang sederhana menjadikan novel ini mudah diakses pembaca dari berbagai usia. Namun justru di sini juga letak kelemahannya. Kadang alurnya terasa datar dan kurang menegangkan, terutama di bagian awal. Beberapa bagian terasa repetitif dan naratif tanpa konflik besar.
Selain itu, meski bernuansa Jawa, novel ini banyak mencampur unsur bahasa Indonesia dan Jawa tanpa filter, yang kadang menyulitkan pembaca dari luar budaya tersebut. Namun ini juga bisa dianggap kekayaan lokal yang otentik bila dihadapi dengan niat memahami.
Penutup
"Beberapa rumah hanya jadi tempat tinggal, tapi ada rumah yang menjadi jiwa kedua kita—tempat segala rasa bermula dan ingin kembali."Â
"Aku ingin tinggal di sini," ucap Dini kecil di tengah taman rumah kakeknya. Kalimat itu menyiratkan kerinduan pada tempat yang menghadirkan ketenteraman, yang tak selalu bisa ditemukan di kota besar dan di masa dewasa.
Lorong dalam novel ini bukan hanya jalan fisik, tapi lorong batin yang membawa pembaca pada perjalanan pulang—ke dalam rumah, ke dalam diri, ke dalam kenangan. Nh. Dini berhasil menciptakan lorong itu untuk kita susuri, perlahan, dalam dan penuh rasa.
Daftar Pustaka:
Dini, Nh. (1978). Sebuah Lorong di Kotaku. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Kompas.com. (2024). Literasi dan Kenangan Masa Kecil dalam Sastra Indonesia. Diakses pada 20 Juni 2025.
Mahayana, Maman S., dkk. (1992) Ringkasan dan Ulasan Novel Indonesia Modern. Jkarta: Grasindo.Â