Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kala Selat Hormuz Terkunci: Menghitung Napas Ekonomi dalam Bayang Perang

26 Juni 2025   13:23 Diperbarui: 26 Juni 2025   13:29 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILustrasi Selat Hormuz (Dok. Kabar Bursa.com)

Kala Selat Hormuz Terkunci: Menghitung Napas Ekonomi dalam Bayang Perang

"Energi bukan hanya soal minyak, tetapi denyut hidup bangsa yang tak boleh padam."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Di tengah gejolak geopolitik yang makin tegang, dunia kembali menahan napas. Pada Senin, 23 Juni 2025, Kompas.com memberitakan bahwa Iran mempertimbangkan untuk menutup Selat Hormuz setelah diserang Amerika Serikat. Jalur pelayaran sempit ini, yang menjadi urat nadi pasokan energi global, tiba-tiba menjelma menjadi titik genting ekonomi dunia. Di Indonesia, kekhawatiran itu tak bisa dikesampingkan. Harga minyak mentah dunia telah melonjak, dan suara dari parlemen menuntut langkah antisipatif dari pemerintah.

Ketertarikan terhadap isu ini berangkat dari kesadaran akan kerentanan ekonomi domestik terhadap guncangan global. Bukan hanya soal angka dalam APBN, tapi menyangkut kesejahteraan jutaan rakyat yang bergantung pada kestabilan harga dan pasokan energi. Ketika satu titik sempit di Timur Tengah bisa membuat harga BBM dan bahan pokok di pasar tradisional Indonesia melonjak, maka jelas: dunia ini lebih terhubung dan rapuh dari yang kita kira.

Urgensinya? Terlalu nyata. Eskalasi konflik tak hanya berpotensi mengguncang neraca dagang, tapi juga menyesakkan ruang fiskal negara yang masih berjuang memulihkan ekonomi pasca pandemi. Maka artikel ini mengajak kita tidak sekadar mencemaskan, tetapi juga merenung, mengkritisi, dan memikirkan langkah ke depan.

1. Selat Hormuz: Sempit Jalurnya, Luas Dampaknya

Jalur sempit antara Teluk Persia dan Teluk Oman itu hanya selebar 33 kilometer di titik tersempitnya, namun menjadi gerbang bagi seperlima pasokan minyak dunia. Ketika Iran mempertimbangkan menutupnya, dunia pun gemetar. Indonesia, meski ribuan kilometer jauhnya, ikut merasakan dentumannya. Dalam hitungan hari, harga minyak mentah Brent melesat menembus 80 dollar AS per barel.

Dampaknya bukan sebatas angka di pasar global. Di Tanah Air, harga BBM bersubsidi berisiko membengkak. Pemerintah, yang tahun ini telah menganggarkan Rp26,7 triliun untuk subsidi, terancam menanggung beban yang jauh lebih berat. Ketika anggaran tersedot ke subsidi, ruang untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial bisa menyempit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun