Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

"Sumur Tanpa Dasar": Dari Kekayaan ke Kekosongan, dari Hidup ke Kehampaan

22 Juni 2025   13:42 Diperbarui: 22 Juni 2025   18:57 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lewat karakter Euis dan lingkaran sosial di sekitar Jumena, Arifin menyentil budaya materialisme yang menjadikan manusia sebagai alat, bukan subjek. Relasi menjadi transaksional, dan kasih sayang pun tak lebih dari investasi emosional yang menuntut imbal hasil.

Drama ini berani mengecam ketidakpedulian sosial dan gaya hidup konsumtif yang menyilaukan banyak orang. Dalam masyarakat yang makin hedonistik, Jumena dan lingkungannya adalah cermin yang menyakitkan namun perlu dihadapi.

Solusi yang tersirat dalam drama ini adalah membangun relasi sosial yang autentik, menyemai empati, dan menghindari pengkultusan harta benda. Tanpa itu, manusia akan terus hidup dalam sumur yang tak berdasar.

5. Trauma Masa Lalu sebagai Asal-Usul Distorsi Psikologis

Salah satu lapisan terdalam dalam karakter Jumena adalah trauma kemiskinan masa kecil yang tidak pernah sembuh. Trauma ini membentuk cara pandangnya terhadap kekayaan, cinta, dan manusia lain---semuanya dicurigai, semuanya dianggap ancaman.

Arifin menunjukkan bahwa trauma yang tidak terselesaikan akan menjadi akar distorsi psikologis. Bahkan kerja keras dan pencapaian luar biasa pun tidak mampu menyembuhkan luka yang bersifat emosional dan spiritual.

Drama ini menyarankan pentingnya penyembuhan batin sebagai bagian dari kesuksesan sejati. Tanpa itu, kita hanya akan menumpuk prestasi di atas luka yang belum sembuh, dan hidup menjadi rapuh meski tampak megah.

6. Alienasi dalam Dunia Modern: Ketika Manusia Tak Lagi Mengenal Dirinya

Jumena bukan hanya tokoh individual, ia adalah alegori dari manusia modern yang tercerabut dari akar kemanusiaannya. Ketika ia tak lagi mengenali kampung halaman, agama, hingga nilai-nilai dasar hidup, ia menjadi asing bagi dunia dan dirinya sendiri.

Alienasi ini diperkuat oleh relasi yang palsu dan kekuasaan yang hampa. Tak ada dialog sejati, hanya transaksi dan sandiwara. Dalam atmosfer semacam ini, makna dan relasi autentik tak bisa tumbuh.

Arifin memberi sinyal bahwa krisis terbesar manusia bukanlah ekonomi atau politik, melainkan keterasingan eksistensial. Ia menawarkan kesadaran dan spiritualitas sebagai pintu keluar dari sumur keterasingan yang menyesakkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun