Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Sejarah Bukan Hak Istimewa Kekuasaan

18 Juni 2025   16:36 Diperbarui: 18 Juni 2025   16:36 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejarah Bukan Hak Istimewa Kekuasaan

"Sejarah adalah ingatan kolektif suatu bangsa. Menghapusnya sama dengan membunuh masa depan." — George Santayana
Oleh Karnita

Pendahuluan: Mengapresiasi Suara Jernih untuk Sejarah

Tulisan opini "Urus Saja Rakyat, Tak Perlu Cawe-cawe Penulisan Sejarah Nasional" karya Jannus Th. Siahaan, sosiolog dari UNPAD, yang dimuat Kompas.com pada 18 Juni 2025, patut diapresiasi. Dalam situasi ketika sejarah mudah digiring ke dalam kepentingan politik, tulisannya hadir sebagai suara yang jernih dan tegas.

Topik ini penting karena sejarah menyangkut identitas dan masa depan bangsa. Ketika sejarah dibelokkan, kita kehilangan arah. Artikel ini mencoba memberi ulasan tambahan atas gagasan Jannus Siahaan, dengan sudut pandang pelengkap, namun tetap sejiwa: menempatkan sejarah di tangan rakyat, bukan penguasa.

1. Sejarah Harus Multi-Suara, Bukan Satu Narasi

Siahaan mengkritik wacana sejarah versi tunggal. Kritik ini sangat tepat. Dalam masyarakat majemuk, sejarah tidak bisa diseragamkan—ia harus mencerminkan banyak suara, termasuk yang getir dan tak nyaman.

Narasi tunggal mengancam lenyapnya kisah para korban dan kelompok yang terpinggirkan. Misalnya, penghapusan fakta pemerkosaan massal 1998 justru memperpanjang luka para penyintas dan mempersempit ruang refleksi bangsa.

Solusinya adalah mendorong sejarah partisipatif. Negara sebaiknya menjadi fasilitator data, bukan pemilik tafsir. Semua pihak—korban, akademisi, dan masyarakat sipil—harus duduk setara dalam merangkai narasi bersama.

2. Akademisi Jangan Jadi Corong Kekuasaan

Tulisan ini juga menekankan pentingnya menjaga independensi kampus. Tekanan politik terhadap akademisi bisa terjadi secara halus, misalnya lewat pembatasan tema riset, dana, atau pengaruh kurikulum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun