Siahaan menekankan, peran ideal negara adalah membuka akses terhadap sumber sejarah, bukan menulis versinya sendiri. Ini sejalan dengan semangat demokrasi informasi.
Sayangnya, banyak arsip sejarah kita masih tersembunyi. Alasan keamanan atau administrasi sering dipakai untuk menutupinya. Ini menyulitkan riset dan memperlemah kejujuran dalam ilmu sejarah.
Solusinya: reformasi lembaga arsip nasional. Perlu regulasi yang menjamin keterbukaan arsip setelah 30 tahun, sebagaimana praktik umum di banyak negara demokratis.
6. Sejarah Bukan Alat Citra Politik
Pesan terakhir dari Siahaan sangat kuat: sejarah bukan alat propaganda. Jika sejarah hanya dipakai untuk membangun citra kekuasaan, maka kita tidak sedang membangun bangsa, tapi sedang menipu diri sendiri.
Negara-negara otoriter yang memanipulasi sejarah akhirnya dihantui oleh generasi muda yang sinis dan tidak percaya pada negaranya sendiri. Kita tak ingin Indonesia berjalan ke arah itu.
Solusi strategisnya adalah membentuk Dewan Sejarah Independen. Bukan lembaga pengendali, tapi forum etik yang melibatkan sejarawan, jurnalis, dan masyarakat untuk menjaga sejarah tetap jujur dan kritis.
Penutup: Biarkan Sejarah Menjadi Milik Bersama
Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak malu menatap masa lalunya. Artikel Jannus Th. Siahaan mengingatkan kita: sejarah tidak boleh dikurung oleh kepentingan kekuasaan.
"Sejarah yang jujur adalah jembatan bagi bangsa yang utuh." Mari biarkan sejarah tumbuh di tangan masyarakat, bukan di ruang rapat kekuasaan. Wallahu a'lam. Â
Daftar Pustaka:
- Kompas.com. (2025, 18 Juni). Urus Saja Rakyat, Tak Perlu Cawe-cawe Penulisan Sejarah Nasional. https://nasional.kompas.com
- Kompas.com. (2025, 17 Juni). Menimbang Urgensi Versi Resmi Sejarah Nasional: Identitas atau Manipulasi? https://nasional.kompas.com
- Pikiran Rakyat. (2024). Memori Luka dan Revisi Sejarah: Bahaya Menghapus Jejak. https://www.pikiran-rakyat.com
- Pikiran Rakyat. (2023). Arsip dan Akses: Kunci Sejarah Demokratis. https://www.pikiran-rakyat.com