Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rp 1 Miliar untuk Layar Sentuh: Ketika Legislasi Melupakan Sentuhan Empati

6 Juni 2025   12:54 Diperbarui: 6 Juni 2025   12:54 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantor DPRD Kab. Bandung Barat (Dok. Koran Gala)

Dalam konteks efisiensi, langkah ini justru kontra-produktif. Daripada menambah perangkat baru, mengoptimalkan yang ada dan pelatihan digitalisasi lebih relevan dilakukan. Efisiensi bukan hanya soal mengganti media kerja, tetapi memperbaiki cara kerja dan pola pikir anggaran.

2. “Empati Anggaran: Antara Dewan dan Warga”

Salah satu kritik paling keras datang dari ketimpangan persepsi antara kebutuhan elite dan realitas warga. Dalam kondisi Bandung Barat yang masih berhadapan dengan isu infrastruktur terbengkalai, layanan kesehatan terbatas, dan pendidikan yang memerlukan perhatian khusus, pembelian tablet nyaris Rp 1 miliar terasa tidak empatik.

Sebagai perbandingan, biaya Rp 1 miliar dapat digunakan untuk membangun 3-4 ruang kelas baru atau merevitalisasi posyandu dan layanan dasar di kecamatan. Ketika masyarakat melihat dewan sibuk memperdebatkan merek tablet dan memori penyimpanan, wajar jika timbul pertanyaan: di mana prioritas sesungguhnya?

Empati bukan sekadar kata manis dalam pidato, tapi keputusan bijak dalam pengelolaan anggaran. Para wakil rakyat seharusnya menjadi cermin kebutuhan masyarakat, bukan hanya menikmati fasilitas negara yang didanai rakyat.

3. “Efisiensi atau Alibi Modernisasi?”

Kantor DPRD Kab. Bandung Barat (Dok. Koran Gala)
Kantor DPRD Kab. Bandung Barat (Dok. Koran Gala)

Sekretariat DPRD KBB berdalih bahwa pengadaan tablet justru akan menghemat anggaran fotokopi dokumen yang selama ini mencapai Rp 50 juta per tahun. Klaim ini tampaknya logis di atas kertas. Namun dalam praktiknya, efisiensi digital tidak melulu bermakna mengganti kertas dengan gawai mewah.

Efisiensi yang sejati justru dimulai dari pola pikir dan reformasi sistem kerja. Alih-alih membeli perangkat mahal, dewan bisa menggandeng lembaga riset dan pendidikan untuk mengembangkan sistem manajemen dokumen digital sederhana dan efisien, berbasis server lokal atau cloud yang murah dan aman.

Argumen “menghemat fotokopi” juga menyisakan pertanyaan: mengapa baru sekarang efisiensi itu dilakukan, dan mengapa solusinya langsung pada pengadaan barang mahal, bukan evaluasi sistem kerja administratif?

4. “Kontradiksi dengan Instruksi Presiden”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun